![]() |
Source : freepik.com |
1 Mayoritas bayi mengalami kuning
Banyak bayi mengalami kuning, baik yang lahir normal maupun prematur. Kejadian
kuning pada bayi baru lahir (BBL) cukup bulan sekitar 50—60% dan 75—80% pada
bayi kurang bulan (BBLR). Pada bayi normal, umumnya kadar bilirubin akan
mengalami peningkatan di hari ke-2 sampai ke-3 dan mencapai puncaknya di hari
ke-8 (terhitung semenjak bayi dilahirkan). Selanjutnya di hari ke-9
berangsur-angsur turun kembali menuju angka normal (10 mg/dL). Sedangkan pada
bayi prematur, kadar bilirubin akan mencapai puncaknya di hari ke-14. Itulah
mengapa, setelah pulang dari rumah sakit atau rumah bersalin, umumnya bayi
disarankan menjalani pemeriksaan ulang pada hari ke-3 sampai ke-5 setelah
kepulangan si bayi. Tujuannya untuk memantau kadar bilirubin sehingga dokter
dapat memberikan tindakan yang cepat dan tepat bila terjadi peningkatan.
2 Peningkatan kadar bilirubin terjadi akibat belum sempurnanya
fungsi hati pada bayi baru lahir
Umumnya, usia sel darah merah (eritrosit) adalah 120 hari. Pada bayi, usia sel
darah merahnya ada yang lebih pendek, kira-kira 90 hari. Sel darah merah yang
sudah tua ini mengalami pemecahan dan terurai menjadi zat yang disebut “heme”
dan “globin”. Heme akan diubah menjadi biliverdin dan melalui proses
selanjutnya diubah menjadi bilirubin bebas (indirek). Semestinya, sisa
pemecahan ini (bilirubin indirek) diproses oleh hati bayi menjadi bilirubin
direk yang larut dalam air dan melalui saluran empedu selanjutnya dibuang
melalui usus besar serta bercampur dengan feses atau kotoran. Namun, saat
lahir, hati bayi belum cukup baik untuk melakukan tugasnya. Akibat proses
pengolahan yang tidak sempurna itulah yang menyebabkan kuning pada bayi.
3 Ada bayi kuning fisiologis, ada pula bayi kuning patologis
Penyebab tingginya kadar bilirubin pada bayi dapat dikelompokkan menjadi dua
yakni fisiologis dan patologis. Penyebab kuning fisiologis adalah peningkatan
volume sel darah (eritrosit), usia sel darah yang pendek, dan belum sempurnanya
fungsi hati dalam mengolah bilirubin. Kuning fisiologis ini umumnya akan sembuh
sendiri seiring dengan semakin sempurnanya fungsi hati. Sedangkan kuning
patologis, salah satu penyebabnya adalah ketidaksesuaian golongan darah ibu dan
anak. Yang paling sering terjadi bila ibu bergolongan darah O sedangkan bayinya
A atau B. Demikian pula dengan perbedaan rhesus antara ibu dan anak; si ibu
memiliki rhesus positif sedangkan bayinya negatif. Terjadinya infeksi atau
sepsis dan hepatitis juga merupakan pemicu tingginya kadar bilirubin. Khusus
kuning patologis perlu dilakukan pemantauan karena umumnya kadar bilirubin
mengalami peningkatan sampai hari ke-14 dan tidak akan turun dengan sendirinya.
Biasanya juga diiringi gejala lain seperti demam dan berat badan bayi yang
tidak mengalami peningkatan.
4 ASI dapat membantu menurunkan kadar bilirubin atau mengatasi
bayi kuning
Hubungan antara pemberian ASI dan penurunan kadar bilirubin telah lama
terbukti. Itulah mengapa, bayi kuning amat disarankan banyak menyusu ASI.
Tingkatkan frekuensi menyusui sekitar 10–12 kali dalam sehari. Patut
diketahui, asupan cairan yang kurang (termasuk pemberian ASI) dapat menyebabkan
kuning pada bayi. Ini biasanya tampak pada hari ke-3 sampai ke-5 dengan tanda
penambahan berat badan yang minim dan urine berwarna pekat.
5 Batas
kadar bilirubin pada bayi baru lahir harus terus dipantau
Pemeriksaan akan terus berlanjut selama kurun waktu 48 jam bayi di rumah sakit.
Pada bayi cukup bulan yang sehat akan dilakukan pemeriksaan klinis untuk
menentukan perlu tidaknya pemeriksaan laboratorium. Pemeriksaan klinis adalah
pemeriksaan dengan mengamati gejala-gejala yang muncul dan tampak di
seluruh tubuh bayi. Pemeriksaan, menurut APP (The American Academy of
Pediatrics), dilakukan oleh tenaga medis. Pemeriksaan klinis dapat meningkat
menjadi pemeriksaan laboratorium bila terdapat gejala berikut:
* Kuning yang jelas secara klinis
dalam 24 jam pertama kehidupan bayi.
* Peningkatan kadar bilirubin
total yang lebih dari 5 mg/dL sehari.
* Kadar bilirubin total yang lebih
dari 13 mg/dL dalam 4 hari pertama kehidupan bayi yang lahir cukup bulan.
6 Pentingnya pemantauan oleh ibu selama kurun waktu 48 jam
setelah bayi berada di rumah
Ibu dapat memantau tingginya kadar bilirubin pada bayi dengan melihat
tanda-tanda, seperti:
* Warna kulit yang tampak kuning
ketika ditekan beberapa detik dengan ibu jari. Kadar bilirubin kemungkinan di
atas 14 mg/dL, jika bagian bawah tubuh (kaki) pun berwarna kuning.
* Bagian putih di dekat bola mata
juga tampak kuning.
* Bayi tidur terus-menerus dan
malas menyusu.
Segera bawa ke dokter untuk
dilakukan pemeriksaan lebih lanjut.
7 Berjemur di sinar matahari pagi tidak cukup untuk menurunkan
kadar bilirubin pada bayi kuning
Buang anggapan berjemur di sinar matahari pagi dapat menurunkan kadar bilirubin
secara efektif. Hal ini terkait dengan penyinaran dari sinar matahari yang
hanya dapat dilakukan di pagi hari (pukul 07.00–08.00) dan itu pun tidak lama,
hanya 15–20 menit.
8 Pada beberapa kasus bayi kuning diperlukan fototerapi
Salah satu cara efektif menurunkan kadar bilirubin yang tinggi pada bayi adalah
dengan fototerapi. Rekomendasi yang telah disepakati untuk memulai fototerapi
sesuai dengan AAP Guidelines.
Bayi yang sedang menjalani fototerapi tidak menggunakan busana
sehingga sinar dapat merata ke seluruh permukaan kulit. Bagian mata akan
ditutup agar tidak merusak retina mata. Penggunaan krim atau losion apa pun
pada bayi tidak diperkenankan karena ada risiko terbakar.
9 Transfusi tukar dilakukan bila tidak memungkinkan lagi
melaksanakan fototerapi
Transfusi tukar adalah suatu tindakan pengambilan sejumlah kecil darah yang
dilanjutkan dengan pengembalian darah dari donor dalam jumlah sama, yang
dilakukan berulang-ulang sampai sebagian besar darah penderita tertukar.
Transfusi tukar disarankan bila kadar bilirubin mencapai 25—29 mg/dL pada bayi
sehat, sedangkan pada bayi sakit dengan kadar bilirubin 17—23 mg/dL.
10 Kondisi bayi kuning yang dibiarkan dapat menyebabkan
keterlambatan perkembangan
Kadar bilirubin yang tinggi dan tidak diatasi segera, dapat menimbulkan risiko
pada sistem saraf pusat. Gejala klinis yang ditemukan seperti mengantuk,
refleks isap menurun, muntah, dan kejang. Dampak lebih lanjut adalah
keterbelakangan mental, kelumpuhan serebral, gangguan pendengaran, atau
kelumpuhan otot motorik mata.
Sumber
: nakita.id
No comments:
Post a Comment
Sebelum komentar, login ke akun Google dulu ya teman-teman. Jangan ada "unknown" diantara kita. Pastikan ada namanya, biar bisa saling kenal :)