Dalam setiap pilihan pasti ada yang dikorbankan

2 comments

Duuuh malem ini kok ngerasa baperan banget yak. Gara-gara lihat medsos teman-teman seperjuangan dulu yang masih setia menjalankan tugas negara. Masih ada rasa sedih meninggalkan itu semua. Tapi bukan penyesalan lho ya. Rasanya masih manusiawi kalau belum move on dari sekelumit kesibukan kantor yang dulunya menjadi sahabat setia setiap hari. Belum lagi suasananya, teman-temannya, suka dukanya, duuuuh bikin kangen. Nggak mudah perjuanganku bisa mendapatkan status menjadi PNS pusat yang mengalahkan beribu-ribu orang diseluruh Indonesia. Disaat-saat menikmati pekerjaan ini aku dihadapkan dengan pilihan sangat sulit yang aku tau pilihan ini akan mengubah kehidupanku sepenuhnya.

Yap, setelah Byan lahir aku memilih untuk resign dari kerjaan yang baru aku jalani selama 3 tahun, baru seumur jagung. Perjuangan untuk resign pun nggak mudah. Aku harus mati-matian meyakinkan orang tua yang pastinya sangat kecewa dengan keputusan ini, belum lagi kerjaan yang masih numpuk belum terselesaikam sebelum aku cuti melahirkan, dan status PNS yang belum mencapai 5 tahun dimana peraturannya akan memberi sanksi denda sebesar 75 juta. Tapi berkat perjuangan keras dan tentunya pertolongan dari Allah serta dukungan suami, aku berhasil melalui itu semua. Sekarang aku full dirumah mengurus anak dan keluarga.

Alasan kuat apa yang membuat aku memilih untuk menjadi IRT? Yang jelas demi Byan dan adik-adiknya nanti. Rasanya aku terlalu egois jika mempertahankan statusku menjadi PNS walaupun hal itulah yang selalu aku bangga-banggaka  selama ini. Apa iya aku tega mengorbankan kebahagiaan anakku? Rasanya dia lebih butuh ibunya dari pada tumpukan kertas dikantor. Allah menitipkan Byan untuk aku jaga dan aku besarkan. Aku merasa bersalah jika harus menitipkan Byan ke orang lain. Aku benar-benar tidak sanggup. Dan yang membuat aku makin yakin adalah dukungan dari suami yang ternyata memiliki pemikiran yang sama.

Oke pilihan sudah diambil. Apakah berjalan mulus? Tidak. Tentu saja aku perlu beradaptasi dengan kehidupan yang baru ini. Stres. Dulu aku selalu melakukan aktifitas diluar rumah, berinteraksi dengan orang banyak, bisa jalan-jalan ke mall jam istirahat, menghasilkan uang sendiri yang tentunya sangat memberikan kebebasan secara finansial. Sekarang aku harus mendekam dirumah hanya berdua dengan Byan setiap hari, mengerjakan semua pekerjaan rumah yang tiada habisnya, belum lagi menghadapi Byan yang tingkahnya mulai sering memancing emosi, sering susah makan, rewel dan sebagainya. Dulu bisa belanja sesukanya, sekarang harus banyak ngerem karena aku sadar hanya suami yang bekerja. Eits, bukan berarti jatuh miskin ya. Alhamdulillah Allah masih mencukupkan rezeki untuk keluarga kecil kami, dan mudah-mudahan akan terbuka pintu-pintu rezeki lainnya, amiiin.

Terkadang disaat aku marah yang bener-bener kesel, dongkol, bete sama Byan, aku sering mikir Alhamdulillah aku dizinkan Allah untuk mengasuh Byan  dengan  tanganku sendiri. Nggak kebayang deh kalo dapat pengasuh yang nggak sabaran, entah diapain anakku. Memang hal inilah yang selalu membayangiku jika Byan dititipkan ke orang lain, takut diapa-apain. Resiko itu terlalu besar untukku. Walaupun aku belum bisa menjadi ibu yang sempurna, tapi pasti Byan akan lebih bahagia dan aman jika selalu bersama aku, ibu kandungnya. Aku pun akan sangat bahagia jika selalu menjadi orang pertama yang melihat pertumbuhan dan perkembangannya, memeluknnya disaat dia menangis, mengangkatnya disaat dia terjatuh dan menyanyikan lagu disaat menidurkannya. Aku takut jika aku memilih untuk bekerja, aku nggak bisa memberikan banyak waktu untuk Byan. Pasti pulang kerja udah capek. Boro-boro buat ngerjain pekerjaan rumah yang lain.

Aku akan selalu menemaninya sekarang, saat mulai masuk sekolah, saat beranjak remaja, sampai nanti dia dewasa dan sampai nanti aku menua.

Yah memang setiap pilihan itu selalu ada yang dikorbankan. Jika aku memilih sebagai ibu pekerja, aku merasa mengorbankan kehidupan Byan anakku. Tapi jika aku menjadi ibu rumah tangga, aku mau nggak mau harus ikhlas mengorbankan pekerjaanku yang menjadi idaman berjuta-juta rakyat di negara ini, hehe. Dan juga mengorbankan perasaan orang tuaku yang pastinya sangat kecewa (maaf pa, ma). Tapi aku yang menjalani ini semua, aku akan melakukan apapun yang terbaik untuk keluargaku.

Apapun pilihannya, setiap ibu pasti melakukan yang terbaik untuk anaknya :)

2 comments

  1. Mbak Salam kenal , saya juga barusan resign dr pns pusat , sebenarnya saya sdh bisa pindah di homebase tapi entah kemarin keinginan untuk resign begitu kuat alasan karena anak juga. Bagaimana cara mengatasi rasa kangen kerja ya mbak?

    ReplyDelete
    Replies
    1. Aku sebenernya terkadang juga kangen kerja lagi mba, manusiawi bgt rasanya kalau kita bosen dirumah dan kepengen sibuk ketemu orang banyak lagi. Tapi aku mikirnya yg positif aja, ini pilihan kita jadi apapun resikonya ya harus dijalanin. Mungkin banyak ibu pekerja diluar sana yang pengen banget ada diposisi kita tapi nggak bisa. Apalagi kalau lihat anak ketawa, duuh jadi ilang deh tuh keinginan buat kerja lagi. Anak lebih butuh ibunya pasti kaaan 😉

      Delete

Sebelum komentar, login ke akun Google dulu ya teman-teman. Jangan ada "unknown" diantara kita. Pastikan ada namanya, biar bisa saling kenal :)