Suami adalah "Dunia" Istrinya

2 comments

Masih teringat jelas kejadian beberapa tahun silam disaat aku melihat seorang anak yang dimarahi oleh ibunya entah apa penyebabnya. Aku tidak melihat kejadian sebelumnya apakah memang si anak melakukan sebuah kesalahan fatal sehingga sang ibu terlihat begitu tega memarahinya. Tapi dari semua kata-kata bernada tegas yang keluar dari mulutnya hanya satu kalimat yang sangat menarik perhatianku, "Emangnya hanya Papa kamu saja yang bisa marah, Mama juga bisa". Belum satu detik setelah aku mendengar kalimat tersebut, otakku langsung merespon bahwa ada sesuatu yang tidak beres tengah terjadi dalam hubungan keluarga mereka. Mungkin bukan hanya satu atau dua keluarga saja yang mengalami hal serupa, bisa jadi puluhan, ribuan atau bahkan keluargaku sendiri nantinya. Kok bisa sih "marah-marah" yang seharusnya tidak patut untuk ditiru malah dilakukan ke anak sendiri. Bukannya mendapatkan perlindungan dari salah satu orang tuanya, ini malah keduanya melakukan hal buruk itu seperti sebuah perlombaan saja. 

Itu kejadian yang aku lihat jauh sebelum memiliki suami dan anak. Sekarang setelah kehidupanku jauh berubah, aku mulai mengerti kenapa hal seperti itu bisa terjadi. Bukannya menyalahkan, tapi tanpa sadar penyebab utamanya bisa jadi adalah suami, sang kepala rumah tangga. Bukankah si ibu bilang kalau dia juga bisa marah seperti yang ayah si anak lakukan? Nah ini juga akan berlanjut kepada watak anak yang sudah pasti akan meniru perlakuan orang tuanya. Jadi jangan bingung jika sewaktu-waktu anak kita bersikap keras kepala, pemarah dan sikap negatif lainnya kalau yang dicontohnya adalah hal yang sama.

Jika bagi seorang anak "dunia"-nya adalah ibu, nah bagi seorang istri "dunia"-nya adalah suami. Kenapa begitu? Kerena begitu hebat dan luar biasanya pengaruh seorang suami kepada istrinya. Setiap sikap dan perbuatan yang dilakukan suami pasti akan menimbulkan dampak terhadap istri, bahkan bisa merubah watak dan kepribadiannýa. Apalagi bagi seorang ibu rumah tangga seperti aku, hanya suamilah satu-satunya manusia dewasa yang ditemui setiap hari kalau tidak ada jadwal arisan. Wajar saja kan jika aku sering bertanya kapan pulang? Atau sekedar meminta untuk tidak usah lembur.

Tingkah laku seorang istri sangat tergantung kepada bagaimana perlakuan suami terhadapnya. Depresi, stres bahkan bahagia sekalipun sangat dipengaruhi oleh kata-kata, sikap, perilaku, mood dan sifat suami. Bukan hanya masalah anak dan pekerjaan rumah tangga yang menggunung saja yang menjadi penyebab utama kelelahan seorang istri, tapi SUAMI lah yang lebih berperan dominan. Jika sang suami berhasil memberikan perlakuan yang baik, urusan anak dan rumah tangga akan terasa enteng untuk dikerjakan. Tapi satu kali bentakan saja, ambyar semua. Tidak ada satupun pekerjaan yang beres, semuanya berantakan. Bahkan anak bisa menjadi pelampiasan amarah dari sang istri. Bukankah banyak kita dengar berita seorang ibu yang tega membunuh anak kandungnya sendiri karena cekcok dengan suami?

Ada suami yang cuek dan tidak peduli padahal istrinya kewalahan mengerjakan pekerjaan rumah, bahkan melirik pun tidak. Ada suami yang sibuk dengan hapenya saat pulang kerja padahal sang istri sudah menanti-nantikan kepulangannya untuk bergantian menjaga anak sebentar saja karena sudah terlalu lelah. Ada suami yang menuntut istrinya menjadi wanita sempurna yang mampu mengerjakan pekerjaan rumah, melayaninya dengan baik, bisa merawat diri, cantik, putih, langsing dan sebagainya. Sedangkan suami lupa untuk menyempurnakan diri, tidak pernah mau peduli, tidak pernah berterima kasih, tidak pernah memuji atau hanya sekedar mengatakan kata cinta.

 "Banyak suami yang menuntut istrinya 

menjadi seperti Aisyah,
tapi dia lupa untuk memantaskan diri 
menjadi Muhammad"

Sekecil apapun perlakuan suami akan sangat berpengaruh kepada istrinya, dan selanjutnya juga akan berpengaruh kepada anaknya. Jika suami bisa memberikan perlakuan yang baik dan pantas serta memuliakan istrinya, membantu meringankan pekerjaannya, mendengarkan ceritanya, mengungkapkan rasa cinta dan terima kasih kepada istrinya, dijamin sang istri akan menjadi wanita bahagia. Apalagi sang istri sudah menjadi seorang ibu, maka akan banyak energi positif yang tersalurkan kepada anaknya. Seorang anak tidak membutuhkan ibu yang sempurna, tapi dia hanya butuh ibu yang bahagia.

Tapi bagaimana jika istri mendapatkan perlakuan kasar, suami yang tidak mau peduli, tidak mau mendengarkan, tidak mau membantu, hanya tau beres saja, sudah pasti akan merusak kepribadian dan kebahagiaan sang istri. Untuk sekedar menyampaikan pendapat pun akan sulit dilakukan istri karena rasa takut dan dosa yang menghantui. Jadinya apa? Perasaan marah, sedih, benci dan tertekan ini hanya bisa dipendam. Apakah nyaman rasanya? Tentu saja tidak. Depresi? Sudah pasti. Efeknya apa? Pekerjaan rumah berantakan, anak terabaikan. Bisa jadi juga semua perasaan tidak enak yang terpendam akan diluapkan kepada anak. Kasihan bukan?

Maka jika kita sebagai ibu sudah mulai sering marah-marah kepada anak, sudah malas mengerjakan pekerjaan rumah tangga, lebih sering diam dan tidak fokus, maka tanyakanlah kepada diri sendiri
"Apakah hubungan kita dengan suami baik?"
"Apakah ada rasa marah yang terpendam"
"Apakah ada perilaku suami yang tidak mengenakkan?"
Selesaikanlah. Hanya itu solusinya.

Memang kebahagiaan itu berasal dari diri kita sendiri. Tapi itu dulu sebelum menikah. Setelah memilki suami, kita telah memiliki pasangan, bahagia itu bukan hanya berasal dari diri sendiri lagi tapi juga dari pasangan kita.

Jadilah suami yang baik dan ayah yang baik bagi anak-anakmu karena sang anak hanya ingin ibu mereka bahagia.

Semoga bermanfaat :)

Sumber : snapWA Mba Fitri Nurul yang diposting ulang akun FB Toko Clodi Murah


2 comments

Sebelum komentar, login ke akun Google dulu ya teman-teman. Jangan ada "unknown" diantara kita. Pastikan ada namanya, biar bisa saling kenal :)