Menjadi Nasabah Bijak: Social Engineering (Soceng), Ketika Interaksi Menjembatani Kejahatan

No comments

25 juta raib!

Sang Ibu terduduk lemas. Menyaksikan rekeningnya kosong dalam sekejap. Tidak menyangka, komunikasi by phone dengan orang yang mengaku customer service bank langganannya, menjadi mala petaka.


Social Engineering

"Ada transaksi mencurigakan di rekening ibu. Senilai 10 juta rupiah." 

Inilah kalimat pemancing pertama yang membuat emosi Sang Ibu campur aduk. Siapa yang tidak panik, saat mengetahui ada transaksi yang tidak pernah dilakukan sendiri. 10 juta pula! Satu hal yang otomatis telintas sebagai solusi adalah bagaimana menyelamatkan uang tersebut. 


Tanpa ragu sedikit pun, Sang Ibu mengikuti setiap instruksi yang diberikan. Meyakinkan sekali, gaya berbahasanya sama persis dengan pegawai yang biasa beliau temui secara langsung di bank. Menawarkan bantuan untuk mengembalikan uang hasil transaksi mencurigakan itu dengan meminta beberapa data. Mulai dari data diri, hingga kode OTP (One Time Password).


Kelegaan singkat sempat menenangkan. Merasa bahwa tabungannya akan aman karena sudah ditangani pihak bank. Hingga akhirnya tak ada lagi kabar. Disusul dengan terkurasnya tabungan. Kosong, tak bersisa. 


_______


Ini bukan cerita fiksi, melainkan kisah nyata yang kini makin meresahkan. Aksi penipuan melalui telemarketing bank, yang meminta hingga kode OTP, saya dengar langsung dari salah seorang teman. Jangankan dia sebagai anak, saya saja geram. 


Dinamakan kejahatan siber Social Engineering (soceng), yang belakangan marak terjadi di tengah masyarakat. Lebih ekstrimnya, juga disebut dengan Begal Rekening. 


kerugian akibat soceng

Korbannya bukan hanya ibu teman saya, tetapi banyak sekali. Melalui penjelasan Deputi Komisioner Hubungan Masyarakat dan Logistik OJK, Anto Prabowo, per 16 Juni 2022, OJK mencatat ada 433 laporan dari total keseluruhan pengaduan sebanyak 5.940 laporan pengaduan terkait dengan Fraud Eksternal (penipuan, pembobolan rekening, skimming, cyber crime). - dikutip dari economy,okezone.com. 


Kerugian yang ditimbulkan akibat aksi ini bukan hanya ditanggung nasabah saja, namun pihak bank juga turut merasakan dampaknya. Prabowo mengungkapkan, berdasarkan Laporan Strategi Antifraud yang disampaikan oleh perbankan ke OJK sampai dengan semester I 2021, kerugian riil yang dialami bank umum sebesar Rp246,5 miliar, sedangkan kerugian riil yang dialami nasabah bank sebesar Rp11,8 miliar.  dikutip dari inews.id. 


Sudah saatnya kita mengetatkan kewaspadaan!



Social Engineering (Soceng), Metode Lama yang Terus Ter-upgrade

Kejahatan memanipulasi psikologi

Kalau boleh mengambil benang merah, pelaku soceng hanya bisa melancarkan aksinya ketika ada kesempatan, yaitu dengan memengaruhi kondisi psikologis seseorang, hingga interaksi terbuka. Apa yang membuka? Keterampilan berkomunikasi.


Sebenarnya, penipuan yang menguras emosi calon korban sudah ada sejak bertahun-tahun lalu. Ibu saya nyaris tertipu jutaan rupiah akibat aksi yang dilancarkan melalui sambungan telepon rumah. Masih ingat, skenario anak kecelakaan berdarah-darah, lalu pelaku berpura-pura bak dewa penyelamat yang melarikan Sang Anak kritis ke rumah sakit? Menjadikan operasi segera sebagai alasan meminta uang.


Ibu mana yang tidak kehilangan akal saat mendengar kabar bahwa anaknya sedang bergulat dengan maut? Ibu saya pernah nyaris menjadi korban. Untung saat itu ayah saya pulang salat Jumat dari masjid dan menyudahi percakapan. Baru sadar itu penipuan setelah mendengar suara adik saya yang masih sehat walafiat via telepon. 


Kejadian penipuan di jam salah Jumat yang menargetkan ibu-ibu ini juga dialami oleh teman dekat saya. Ibunya juga nyaris tertipu dengan skenario serupa. Malah lebih terkosep matang. Teman saya diminta mematikan handphone-nya oleh pihak yang mengaku sebagai operator telepon selular. Jadi tidak bisa dihubungi sama sekali. Lihai memainkan kata-kata sampai Sang Ibu mau memberikan berbagai informasi, termasuk nomor handphone anaknya. Syukur anak laki-laki beliau menyadarkan sekembalinya dari masjid.


contoh kasus soceng
Kasus pertama

Memanfaatkan kondisi psikologis wanita yang cenderung mengedepankan emosi. Didukung momen saat salat Jumat yang menandakan bahwa kemungkinan besar hanya wanita yang berada di rumah. Makanya menggunakan jaringan telepon rumah. Skenarionya pun dibuat sedramatis mungkin agar korban terpancing untuk berintraksi.


Kini dunia digital berkembang pesat. Praktik soceng pun tak mau tertinggal, seolah meng-upgrade tekniknya agar bisa merambah ranah ini.


Kali ini kisah saya sendiri. Kronologisnya begini. Akun media sosial sahabat saya diretas. Sama sekali tidak tahu, sudah lama kami tidak saling kontak. Paling hanya sebatas saling berkomentar dan menekan ikon like di sebuah unggahan. 


Sampai suatu hari, kami ngobrol lama di kolom chat. Masih tidak menaruh curiga, karena gaya berbahasanya pun sangat mirip. Saya orang Minang, sahabat saya juga orang Minang, sehingga kami berkomunikasi dengan bahasa Minang. Bahkan Si Peretas curhat sedang bertengkar dengan suaminya dan pusing mengurus anak yang masih balita. Pokoknya dia tahu kondisi terkini sahabat saya ini. 


Kenapa saya sampai tertipu? Disebabkan chat yang menyinggung perjuangan kami saat membuka usaha saat kuliah dulu. Bayangkan, dia tahu usaha apa yang pernah kami lakukan dengan detail! Entah dari mana sumbernya. Lalu memberi ide membuka usaha bersama kembali. Saya tinggal investasi saja, berdalih dia sudah ada pasar. Dikirimkan berbagai foto, penjelasan rinci dan sejuta skenario sempurna.


Sampai akhirnya saya tertipu 5 juta rupiah! Sebelum Si Peretas menghilang tak bisa lagi dihubungi.

Duh, mengingatnya saja membuat hati saya panas. Bukan karena penipunya, tapi karena  kelalaian saua. Andai dari awal saya menelepon sahabat saya dan berbicara secara langsung, serta banyak membaca informasi bahwa modus penipuan seperti ini sedang marak terjadi, mungkin saya tidak semudah itu mentransfer uang jutaan rupiah.


jadi korban soceng
Kasus kedua

Saya diyakinkan dengan percakapan intens selama berhari-hari untuk menjalin kedekatan. Pelaku menyamar, mempelajari cara menulis pesan ala sahabat saya, serta menggali informasi kami sedetail mungkin. Yang mungkin sebagiannya dia dapatkan dari saya juga selama chatting-an.


_______


Saking cerdasnya para pelaku soceng ini, saya sampai mengimajinasikan kesuksesan mereka bila bekerja di sebuah perusahaan. Mungkin bisa memberi kontribusi besar di dalamnya. Bukan hanya menguasai teknik berkomunikasi, psikologi seseorang pun dikuasai, serta lihai membaca situasi.


Inilah aksi soceng dari dua masa berbeda. Targetnya sama saja, hanya caranya yang berbeda. Seperti ter-upgrade sesuai kehidupan target.


Soceng mengandalkan keterampilan berkomunikasi dengan strategi yang memanipulasi psikologis, sehingga korban bisa tanpa sadar memberikan informasi/data/akses penting secara sukarela. Seperti dihipnotis, kata sebagian korbannya. Manut saja mengikuti instruksi. Lalu kemudian, informasi/data/akses inilah yang akan dimanfaatkan untuk menguras tabungan dan berbagai kejahatan lainnya.


Bila pelaku tidak dapat mengumpulkan informasi yang cukup dari satu sumber, maka informasi ini akan terus digali dari sumber lain dengan mengandalkan informasi yang didapatkan dari sumber-sumber sebelumnya. Seperti kasus teman saya yang diminta mematikan handphone karena ada perbaikan jaringan. Nomornya didapat dari mana? Dari Sang Ibu yang panik. Tujuannya, memastikan itu benar-benar anak korban, dan memutus sementara komunikasi agar keluarga korban tak bisa menghubungi. Skenario pun tampak semakin masuk akal.


Kenapa sih harus memanipulasi psikologis? Karena dalam keadaan normal, seseorang punya kecenderungan untuk berpikir secara rasional, yang pastinya tidak akan mau memberikan informasi penting sembarangan. 


Jangankan orang lain, ayah atau ibu kita saja kalau tiba-tiba meminta PIN ATM, apakah langsung diberikan? Tidak, bukan? Pasti ditanya dengan rinci alasannya sampai meminta nomor sandi segala. Ini dilakukan karena kita sadar bahwa PIN hanya boleh diketahui oleh diri sendiri. Beda ceritanya bila ada hal yang membuat panik atau sangat menarik, pikiran rasional ini tidak lagi bekerja dengan baik.


Penjelasan serupa juga diungkapkan oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK) sebagai awareness sekaligus warning bagi kita semua.

"Soceng menggunakan manipulasi psikologis, dengan memengaruhi pikiran korban melalui berbagai cara dan media yang persuasif dengan cara membuat korban senang atau panik, sehingga korban akan menjawab atau mengikuti instruksi pelaku."


Soceng bukan hanya sebatas penipuan dan pengurasan rekening, lalu selesai. Data-data pribadi yang berhasil dimiliki pelaku soceng bisa digunakan dalam jangka panjang untuk keuntungan sepihak, seperti menjualnya ke pasar gelap atau mungkin menipu orang-orang yang dikenali dengan melakukan penyamaran.


 

Intinya, karena Ada Interaksi

Media komunikasi pelaku soceng

Ya, karena ada interaksi yang terjadi antara pelaku dan korban. Ada aksi yang dilakukan kedua belah pihak. Sehingga korban semakin mudah "dituntun" untuk membocorkan informasi pribadinya. Di mana interaksi ini dimulai dengan sebuah komunikasi.


Pelaku soceng biasanya menghubungi calon korban melalui telepon, email, aplikasi chatting dan media sosial.


Bila saluran komunikasi yang digunakan, sudah jelas kalau komunikasi lah yang hendak mereka bangun dan berujung dengan terwujudnya sebuah interaksi. Makanya butuh manipulasi psikologi agar calon korban terpancing untuk menanggapi. Entah itu dengan menyusun skenario dramatis, iming-iming kemudahan, manfaat atau promo menarik. 


Tapi, mau bagaimanapun usaha pelaku soceng melancarkan aksinya, selama tidak terjalin interaksi dengan korban, tak akan jadi masalah. Data pribadi yang menjadi target, tidak akan pernah didapatkan pelaku apabila korban tidak memberikannya. Betul?


Seperti salah satu kejadian teman sesama blogger yang membagikan screen capture chatting-nya bersama pelaku soceng di media sosial. Kebetulan saya melihat dan membaca. Modus yang digunakan adalah perubahan tarif transfer bank. Karena sudah tahu modus ini adalah penipuan, langsung dipatahkan saat itu juga. Sehingga tidak ada lagi kelanjutan komunikasi yang terjadi.


Beda cerita dengan korban yang terus terbuai dengan kata-kata pancingan pelaku. Walau hanya sekadar merespon dengan mengklik tautan yang diberikan, tetap saja ini adalah sebuah keberhasilan komunikasi sehingga membuahkan interaksi. Di mana ada penyampai pesan dan penerima pesan yang dapat memahami pesan. Kalau pengiriman pesan klik tautan di terima dengan mengklik tautan tersebut, berarti interaksi berhasil.


Interaksi ini dapat dianalogikan sebagai sebuah jembatan yang menghubungkan pelaku soceng dengan korbannya. Tanpanya, aksi tak bisa dilancarkan.


Jembatan inilah yang mesti kita runtuhkan, kita lenyapkan. Bagaimana caranya? Dengan literasi dan aksi. 



Apa yang Harus Dilakukan untuk Melindungi Diri dari Soceng?


Waspada, jelas. Tapi mengucapkannya saja tentu tidak akan berdampak apa-apa. Harus ada upaya yang dilakukan untuk melindungi diri dari kejahatan. Aksi pelaku soceng yang lihai berkomunikasi, menyusun strategi dan memanipulasi psikologis korbannya, mesti dihadapi dengan cara-cara berikut ini. Perwujudan dari literasi dan aksi.


  • Literasi yang Up To Date

Setelah Anda membaca tulisan ini dari awal, hingga sampai di kalimat ini, kemudian tiba-tiba ada penelepon yang mengaku sebagai petugas bank dan mengatakan ada transaksi mencurigakan di rekening Anda, apakah akan langsung percaya? Atau ada pesan masuk melalui ruang chatting di media sosial dari salah seorang sahabat yang ujung-ujungnya mengarah pada transaksi keuangan, apakah tidak menaruh curiga? Saya yakin, pasti kesadaran bahwa kedua hal tersebut adalah sebuah penipuan sudah terbentuk sebagai tameng.


Inilah literasi itu. Setelah kita tahu, pasti otak otomatis membentuk pertahanan agar tidak menjadi korban di kasus serupa. 


Namun, literasi keuangan cakupannya sangat luas. Bisa pusing kalau harus mempelajari semuanya tanpa kecuali, apalagi dalam waktu singkat. Tipsnya, fokuslah dengan apa yang tengah terjadi di masyarakat saat ini agar lebih cepat menyadari dengan modus-modus kejahatan terkini ketika dialami sendiri. 


Macam-macam soceng

Tidak sulit menggali informasi di era internet. Untuk sesuatu yang viral saja, tanpa mencari, pasti akan hadir di depan mata. Manfaatkanlah sisi baik dari perkembangan teknologi yang satu ini untuk menyerap sebanyak-banyaknya informasi tentang soceng. Instansi terkait keuangan pun pasti menyadari kebutuhan masyarakat ini, sehingga konten-konten edukasi masif dibagikan.


Contohnya OJK dan bank-bank nasional terus membeberkan 4 modus soceng yang paling marak saat ini, yaitu:

  1. Info perubahan tarif transfer bank. Pelaku soceng bepura-pura menjadi pegawai bank lalu menginformasikan ada perubahan tarif transfer bank kepada korban. Selanjutnya korban diminta mengisi form dari sebuah tautan yang meminta data pribadi, PIN, password, nomor kartu debit/kredit dan OTP.
  2. Tawaran menjadi nasabah prioritas. Pelaku soceng menawarkan upgrade menjadi nasabah prioritas dengan teknik bujuk rayu yang membuai. Seolah korban akan mendapat keuntungan ekstra. Akhirnya tetap akan meminta data-data rahasia korban.
  3. Akun layanan konsumen palsu. Ketika ada nasabah yang menyampaikan keluhan, di sinilah akun bodong/palsu akan muncul. Menanggapi dan menawarkan bantuan agar masalah nasabah selesai. Setelah itu diarahkan ke website palsu atau meminta pelaku memberikan sejumlah data penting.
  4. Tawaran menjadi agen Laku Pandai. Program OJK yang satu ini juga menjadi celah kejahatan soceng. Menawarkan untuk menjadi agen Laku Pandai tanpa persyaratan yang rumit. Ujungnya, korban diminta mentransfer sejumlah uang untuk mendapatkan mesin EDC (Electronic Data Capture).


Dengan mengetahui modus-modus terkini seperti ini, tentu akan sangat membantu. Bila suatu saat nanti dihubungi oleh pelaku soceng, bisa langsung memblokirnya tanpa memberi kesempatan untuk berkomunikasi. Sekali lagi, kita melakukannya karena sudah tahu, sudah memiliki literasi keuangan yang cukup baik.


  • Ketahui Data-data yang Bersifat Rahasia

Selain melek dengan modus-modus soceng yang sedang marak, hal penting yang tak boleh diabaikan oleh nasabah adalah mengetahui data-data mana saja yang harus dijaga kerahasiaannya. Data tersebut adalah username dan password aplikasi, username dan password email, PIN, MPIN, kode OTP, nomor kartu debit/kredit, nomor CVV/CVC kartu debit/kredit, nama ibu kandung (sering dijadikan sebagai verifikasi data nasabah) dan data pribadi lainnya.


pencurian data

Beberapa data yang bahkan pihak bank saja tidak boleh tahu. Misalnya PIN mobile banking, saya masih ingat saat petugas melarang saya memberikannya kepada siapa pun. "Termasuk saya," tegasnya.


Selain itu, jangan sampai mengumbar data-data pribadi di media sosial. Seperti yang beberapa waktu sempat terjadi karena salah satu fitur "Add Yours" di salah satu platform media sosial. Ada yang membagikan nama ibu kandung, selfie dengan KTP, alamat rumah, teman dekat, nama keluarga, spill foto profil WhatsApp dan sebagainya. Hati-hati, satu dunia bisa melihat ini dan berpotensi disalahgunakan.


  • Pantau Rekening Tabungan

Secara berkala, cek histori rekening. Lebih mudah bila nasabah memiliki mobile/intenet banking. Jadi bisa dilihat kapan saja. Aktifkan juga notifikasi transaksi rekening melalui SMS dan email. Jadi, bila ada transaksi tanpa sepengetahuan kita, bisa segera diketahui.


  • Aktifkan Verifikasi Dua Langkah

Verifikasi dua langkah ini sama dengan memberi dua pagar bergembok yang harus dibuka sebelum masuk ke sebuah akun yang terhubung dengan internet. Misalnya dengan mengaktifkan sidik jari, face ID, atau verifikasi bila ada yang login dari perangkat lain. 


  • Pastikan Hanya Berkomunikasi dengan Pihak/Nomor/Akun Resmi

kontak resmi BRI

Pelaku soceng mungkin akan tampak bak seorang profesional, terhormat atau berwibawa. Mengaku sebagai karyawan bank atau perusahaan adalah yang paling sering, karena memang mengatasnamakan instansi tersebut. Jangan sekali-kali terkecoh. Lebih bijak bila nasabah hanya berkomunikasi dengan kontak resmi bank. Kontak resmi ini bisa dilihat di website official bank atau bisa juga ditanyakan langsung ke pegawai bank. Untuk akun-akun yang "bercentang", ini juga bisa dijadikan penanda bahwa akun tersebut adalah yang asli.


  • Teliti Membaca Pesan Masuk

Ketika ada pesan masuk dari pengirim yang tidak dikenal, kemudian menyodorkan link dengan berbagai alasan, abaikan saja. Ini sangat berbahaya karena ada sejuta hal yang tersembunyi di balik link tersebut. Bisa berupa form, mengarahkan ke website tertentu atau malah malware yang siap menjelajahi setiap informasi yang tersimpan di perangkat kita. 


contoh email soceng

Selain itu, pesan teks dari soceng juga sangat rentan dengan kesalahan pengetikan. Sebuah perusahaan atau instansi legal dan memiliki reputasi baik, pasti akan melakukan pengecekan berkali-kali setiap pesan teks yang akan dikirimkan atau dipublikasikan. Nah, bila ada typo dalam sebuah pesan yang mengaku dari sebuah bank, maka itu patut diwaspadai.


  • Jangan Takut Bertanya

Bila pihak yang menghubungi atau mengirim pesan dirasa mencurigakan, jangan takut untuk menanyakan informasi terkait pihak tersebut. Misal otoritasnya, jabatannya, lokasi kantornya atau apa pun yang dirasa dapat meyakinkan kita.


Begitu pula untuk bertanya kepada pihak bank terhadap sesuatu yang terkait dengan layanan, jaminan keamanan simpanan dan data nasabah, pemecahan keluhan atau upaya bank dalam melakukan pencegahan kejahatan siber. Tetap pastikan menghubungi kontak resminya. Ini juga akan meningkatkan literasi kita agar dapat menjadi nasabah bijak.


Bank yang memiliki kredibilitas baik tak akan lengah dengan segala hal yang memengaruhi kepercayaan pelanggan. Misalnya upaya Bank Rakyat Indonesia (BRI) yang berkolaborasi dengan Perhimpunan Bank Umum Nasional (Perbanas) dalam Komite Kerja Cyber Security. BRI juga menggunakan AI (artificial intelligence) untuk memahami pola fraud & threat yang terjadi, sehingga dapat merespons dengan cepat dan tepat atas risiko-risiko kejahatan siber seperti upaya pencurian data.


Bank saja sudah begitu peduli dengan keamanan data nasabah. Sayang sekali rasanya bila kita sebagai nasabah, yang notabenenya pemilik sah dari segala aset yang tersimpan di bank, tidak melindungi diri dari kejahatan yang mengancam aset tersebut. 



Lalu, Bagaimana Bila Terlanjur Menjadi Korban Soceng?

yang mesti dilakukan korban soceng

Tidak ada yang tahu kapan kemalangan akan menimpa. Siapa saja mungkin bisa menjadi target pelaku soceng. Bersyukur bila berhasil menyadari segera sebelum membocorkan data pribadi, sehingga interaksi bisa dihindari. Tetapi bagaimana dengan kejadian saya yang tertipu akun sahabat yang diretas, ibu yang kehilangan 25 juta dalam sekejap, atau ibu teman saya yang nyaris mentrasfer sejumlah uang karena tertipu skenario anak yang kritis akibat kecelakaan? 


Mengambil pelajaran, sudah pasti. Tapi apakah harus pasrah dan ikhlas saja ketika menyadari telah menjadi korban soceng? Walaupun amit-amit ini sampai terjadi, sikap bijak tetap diperlukan untuk menghentikan bahaya yang lebih besar lagi. Berikut beberapa hal yang bisa dilakukan.


  1. Menghubungi pihak bank. Segera jelaskan dengan detail kronologis kejadiannya, beserta data-data apa saja yang berhasil diperoleh pelaku soceng. Jadi bank bisa memberi solusi terbaik dan mengupayakan semaksimal mungkin apabila masih ada kesempatan untuk menyelamatkan tabungan nasabah. 
  2. Lakukan pemblokiran. Segera blokir akun atau kartu yang kemungkinan bisa diambil alih oleh pelaku soceng berdasarkan data-data yang diberikan. Misalnya memberi tahu nomor kartu debit, PIN dan passwordnya, maka segera blokir kartu tersebut. 
  3. Ganti password. Segera saat itu juga, ganti password yang sudah diketahui pelaku soceng. Pastikan jangan pernah menggunakan password tersebut kembali di kemudian hari. Berlaku juga untuk semua akun yang password-nya sama persis.
  4. Perhatikan terus histori transaksi. Bila ada tanda-tanda pencurian uang di rekening, seperti notifikasi debit melalui SMS banking, atau tagihan dari barang-barang yang tak pernah dibeli, maka segera laporkan ke pihak bank.
  5. Adukan. Ini bisa jadi pertimbangan. Mengadukannya ke polisi atau OJK.  Diharapkan kasus diusut, pelaku dijatuhi hukuman sesuai peraturan berlaku dan menghindari jatuhnya korban yang lebih banyak lagi.
  6. Sharing pengalaman. Pengalaman adalah guru terbaik. Biasanya, kalau sudah berupa pengalaman, lebih cepat melekat dalam otak seseorang. Jangan ragu atau malu untuk sharing karena akan banyak orang yang bisa belajar dari sana. 



BRI Hadirkan Penyuluh Digital, Semua Bisa Ambil Peran Bersama Gerakan #NasabahBijak

penyuluh digital

Semakin banyak transaksi keuangan yang terjadi secara digital, bahkan layanan keuangan pun sudah bisa didapatkan dari sentuhan layar, maka semakin menarik pula untuk dijadikan target kejahatan oleh oknum-oknum yang tidak bertanggung jawab.


Kelengkapan berbagai fasilitas digital ini mesti diimbangi dengan kesiapan masyarakat. Butuh edukasi agar masyarakat lebih melek digital, khususnya dalam digital perbankan. Tetapi, tidak akan cukup bila hanya diri sendiri saja yang membentuk banteng sekuat baja, atau lembaga keuangan saja yang menguras energi dan pikiran. Melainkan butuh peran serta secara menyeluruh.


Kejahatan siber hanya bisa diberantas bila semua pihak bergandengan tangan. Yang tahu memberi tahu, yang belum tahu pun punya akses mudah untuk mencari tahu. 


Hadirlah penyuluh digital dari BRI untuk mengoptimalkan layanan digital agar nasabah mendapat pendampingan dalam menggunakannya. Penyuluh digital ini adalah pegawai tetap yang diterjunkan langsung ke lapangan. Jadi sudah dapat dipastikan mampu memberikan informasi akurat sebagai edukasi yang berkualitas.


Penyuluh Digital BRI
Penyuluh Digital BRI | Foto: Dok. BRI

Disampaikan oleh Direktur Utama BRI, Sunarso, akhir Mei 2022 lalu, Penyuluh Digital ini memiliki 3 tugas.

Pertama, mengajak atau mengajari masyarakat agar lebih digital savvy. Misalnya bisa membuka rekening secara digital.

Kedua, mengajari masyarakat untuk melakukan transaksi secara digital.

Ketiga, mensosialisasikan dan mengajari masyarakat untuk mengamankan rekeningnya dari kejahatan-kejahatan digital. - dikutip dari bumn.go.id


Nah, kabar gembiranya, kini kita semua bisa lo menjadi penyuluh digital bersama gerakan #NasabahBijak.

Gerakan #NasabahBijak merupakan sebuah wadah komunitas yang bertujuan untuk memberikan literasi keuangan kepada masyarakat Indonesia mengenai bagaimana mengelola uang, melunasi hutang, suku bunga, asuransi, tabungan pensiun, pajak, serta produk keuangan seperti kredit dan pinjaman, serta memberikan edukasi tentang bermacam kejahatan siber di sektor perbankan dan bagaimana mencegahnya.


Yang terbaru, Gerakan #NasabahBijak bekerjasama dengan BRI mengajak teman-teman blogger untuk menjadi Penyuluh Digital melalui kompetisi blog. Sehingga makin banyak yang memberi edukasi kepada masyarakat terkait literasi keuangan agar semakin banyak pula nasabah bijak yang memiliki pengetahuan dan keterampilan mumpuni.


lomba blog

Eits, bukan berarti hanya blogger saja yang bisa menjadi Penyuluh Digital. Di mata saya, kompetisi blog ini hanya sebuah perwakilan saja. BRI dan Gerakan #NasabahBijak pasti hendak menyampaikan pesan bahwa sebenarnya semua orang bisa menjadi Penyuluh Digital dengan kemampuan/pengalaman yang dimilikinya. 


Just sharing, diimbangi dengan literasi yang memadai. Setidaknya mengenai sesuatu yang hendak disampaikan kepada orang lain. Mulailah dari keluarga terdekat, lalu manfaatkan juga berbagai media sosial yang dimiliki. Mungkin dari satu telinga yang mendengar cerita kita, akan ada jutaan telinga yang meneruskannya. 


Cukup menjadi Penyuluh Digital versi masing-masing, dengan informasi dan edukasi sesuai kemampuan masing-masing pula.


Saya percaya, tidak ada kata "kecil" dalam sebuah literasi. Karena semua yang dapat menambah pengetahuan baru, barang seujung kuku, tetap menjadi hal besar yang bisa membawa perubahan besar. 


_______


Aksi kejahatan itu bukan sesuatu yang bisa kita kendalikan secara pribadi. Yang bisa dikendalikan hanyalah bagaimana kita membekali diri agar terlindungi dari kejahatan tersebut. Jawabannya, dengan literasi keuangan yang baik dan diikuti dengan aksi.


Mari sama-sama menjadi #NasabahBijak! Bukan hanya cakap mengelola keuangan,   tapi juga waspada dengan segala tindak kejahatan yang mengancamnya. Jangan lupa, ambil  peran sebagai Penyuluh Digital agar tidak ada lagi "jembatan kejahatan" yang memakan korban, apa pun versinya.


_______


Referensi

Instagram @nasabahbijak

Twitter @ojkindonesia

https://bri.co.id/en/detail-news?urlTitle=kolaborasi-bri-perbanas-dan-bank-buku-iv-perangi-kejahatan-siber-di-industri-perbankan

https://www.nasabahbijak.id/

https://bumn.go.id/post/hadapi-era-digitalisasi-bri-optimalkan-peran-penyuluh-digital

https://economy.okezone.com/read/2022/06/22/320/2616233/kejahatan-soceng-semakin-marak-ratusan-nasabah-lapor-ke-ojk

https://www.inews.id/finance/keuangan/ojk-ungkap-total-kerugian-bank-dan-nasabah-akibat-soceng-tembus-ratusan-miliar

https://www.imperva.com/learn/application-security/social-engineering-attack/

https://www.republika.co.id/berita/rdohkt1117000/bri-manfaatkan-ai-untuk-antisipasi-kejahatan-siber

Semua gambar, ilustrasi, infografis dan foto, bersumber dari freepik.com, olahan Canva dan dokumentasi BRI.

No comments

Sebelum komentar, login ke akun Google dulu ya teman-teman. Jangan ada "unknown" diantara kita. Pastikan ada namanya, biar bisa saling kenal :)