Pelita Asa Penderita Kusta

2 comments

Stigma kental masyarakat terhadap kusta, mendorong semangat Ratna Indah Kurniawati membuka pintu kesembuhan dan pemberdayaan untuk para penderitanya. Besar di daerah endemik kusta, menjadikan penyakit yang kerap diangggap momok ini bukan lagi sesuatu yang asing bagi Ratna. Berbekal profesi sebagai perawat di Puskesmas Grati, penderita kusta dirangkul, diobati, serta diberi kesiapan diri untuk kembali bersosial dan mandiri secara ekonomi.


Ratna terus memberi edukasi terkait kusta
Ratna terus memberi edukasi terkait kusta demi menumpas stigma (Foto: Channel YouTube Michael Tjandra Luar Biasa RTV)

Ia tak peduli anggapan orang yang mengatakan bahwa kusta berbahaya. Malah ia ingin dipertemukan dengan lebih banyak lagi penderita kusta agar dapat menurunkan penyebaran dengan mengobati pengidapnya. Realita bahwa masih banyak yang takut berobat akibat mendapat "cap" negatif dari sekitar, serta kurangnya pemahaman, membuat sebagian kasus kusta tidak mendapat penanganan medis.


Stigma dan Diskriminasi Terhadap Penderita Kusta

Konsultasi dan pengobatan penderita kusta
Konsultasi dan pengobatan penderita kusta  (Foto: Channel YouTube WARTABROMO TV)

Banyak yang salah paham dengan kusta. Penyakit ini memang menular, tapi tidak semudah itu menular. Butuh masa inkubasi minimal 2 tahun dan dapat ditumbangkan oleh daya tahan tubuh yang baik. Lagi pula, penderita kusta yang sudah diobati, bakteri yang ada di dalam tubuhnya akan mati dan tidak bisa lagi menjangkiti. Sayangnya, cacat yang diakibatkan oleh terlambatnya penanganan, membuat penyakit kusta seolah tampak abadi. 


Perempuan inspiratif yang lahir di Pasuruan, Jawa Timur, 23 April 1980 ini, menangani penderita kusta sejak tahun 2009 di tanah kelahirannya tersebut. Di mana setiap tahunnya, bertambah sekitar 20-30 penderita baru. "Banyak penderita kusta yang dikucilkan di masyarakat. Stigma dan diskriminasi itu masih ada," ungkap Ratna. Inilah yang membuat ia tergerak berjuang agar para penderita kusta dapat sembuh, sekaligus memutus mata rantai penularannya. Sedangkan bagi yang sudah sembuh, bagaimana caranya agar dapat hidup mandiri, berdaya, dan bisa diterima baik di masyarakat.


Intinya, mengangkat derajat para penderita kusta dengan kondisi ekonomi dan sosial yang lebih baik. Karena tidak mudah bagi mereka mencari nafkah dengan kondisi yang tidak lagi sempurna. Meskipun kusta tidak sampai menghilangkan bagian tubuh, stigma akan kusta juga mempersulit mereka mencari pekerjaan.


Ratna melakukan pendekatan dari rumah ke rumah, mendatangi satu per satu penderita kusta, untuk mengajak berkumpul dalam Kelompok Perawatan Diri (KPD) yang dibinanya. Awal-awal hanya satu atau dua saja yang mau datang, tetapi lama kelamaan karena melihat sesama penderita bisa berbaur lagi dengan masyarakat, makin banyak yang bergabung dan melakukan berbagai aktivitas pemberdayaan bersama. 


Pemberdayaan Ekonomi Sosial

Pemberian pelatihan menjahit
Pemberdayaan melalui pemberian pelatihan menjahit (Foto: Channel YouTube Michael Tjandra Luar Biasa RTV)

Pemberdayaan yang diberikan beragam, seperti pelatihan menjahit, menyulam jilbab, membuat bros, usaha ternak jangkrik, kambing atau ayam, hingga membuat kerajinan rotan. Ini disesuaikan dengan apa yang diminati dan disanggupi. Dengan memiliki keterampilan dan kemampuan berdaya, penderita atau penyintas kusta akan lebih percaya diri untuk bangkit dari keterpurukan. Karena sebenarnya yang mereka hadapi bukan hanya melawan penyakit fisik saja, namun juga berjibaku dengan masalah mental akibat penilaian miring orang sekitar. 


Amat, salah seorang warga Desa Rebalas, Kecamatan Grati, kehilangan jari-jari tanggannya akibat kusta tahun 1997 silam. Tanpa jari tangan, Amat sempat kerja serabutan dan bergantung hidup pada orang tuanya. Pelatihan yang diikuti Amat dalam program pemberdayaan yang dijalankan Ratna, berhasil membuatnya sukses dengan usaha ternak jangkrik sendiri. Dalam sebulan, bisa memanen 26 kilogram jangkrik dengan harga jual per kilonya antara 20 ribu sampai 30 ribu rupiah. 


Ada lagi mantan penderita kusta bernama Alfan berusia 45 tahun, yang sekarang memiliki beberapa pom bensin mini. Serta penyintas lain yang membuka usaha menjahit dan sudah menerima jahitan dari tetangganya. Padahal sebelumnya, dia sempat dikucilkan. 


Penolakan Tak Pernah Mematahkan Semangat

Ratna tetap gigih mendatangi rumah ke rumah dan memberi pemahaman terkait kusta
Ratna tetap gigih mendatangi rumah ke rumah dan memberi pemahaman terkait kusta  (Foto: Channel YouTube WARTABROMO TV)

Buah manis perjuangan yang Ratna rasakan kini, tentu tidak serta merta mulus tanpa tantangan. Penolakan demi penolakan mewarnai perjalanannya. Ada penderita yang menolak untuk diobati karena merasa malu atau membantah diagnosa dengan dalih tidak memiliki keturunan kusta. Diminta datang dan berobat ke Puskesmas pun tidak mau. Keluarga penderita juga terkadang enggan mengurusi karena takut tertular. Bahkan merasa jijik bila kusta sudah membuat bagian tubuh tertentu membusuk. 


Pernah pula Ratna diusir dari balai desa sesaat sebelum kegiatan pertemuan dimulai. "Masak sih penyakit dibawa-bawa ke sini. Kasihan anak-anak." Begitu kata salah seorang pemimpin warga di sana. Kebetulan di dekat balai desa tersebut ada sekolah. Anak-anak pun banyak yang bermain di sekitar balai. Makanya kegiatan yang menyertakan penderita kusta ini ditolak karena takut menjadi sumber penularan.


Penolakan tersulit justru datang dari suami Ratna. Pernah suatu hari pasien kusta bertamu ke rumahnya. Kekhawatiran berlebih membuat Ratna langsung diwanti-wanti sang suami agar tidak lagi membawa penderita kusta datang ke rumah. Ada dua anak mereka yang masih kecil dan seharusnya dijauhkan dari penyakit menular. Sampai-sampai gelas yang digunakan langsung dibuang dan kursi yang diduduki juga dijemur. Bahkan Ratna disuruh memilih antara pekerjaannya atau keluarga. 


Namun, penolakan-penolakan ini tidak sedikit pun menyurutkan semangat. Ratna tidak menyerah. Tanpa lelah, ia terus mendekati dan mengedukasi. Sampai akhirnya, penderita mau menerima dan membuka diri melakukan pengobatan hingga tuntas. Suami pun perlahan mulai memberi dukungan walau butuh waktu yang tidak sebentar untuk meyakinkan.


Ratna juga melakukan pendekatan kepada stakeholder, seperti kepala desa dan tokoh masyarakat, untuk memberikan pemahaman mengenai penyakit kusta. Bahwa penderita yang sudah diobati, tidak akan menularkan lagi. Berbagai penyuluhan pun tak henti digelar demi memperkecil angka penyebaran dan jumlah kasus kusta, serta pencegahannya sedini mungkin.


Berkat keyakinan dan perjuangan yang tak pernah putus, perlahan tapi pasti, masyarakat mulai memperlihatkan dukungannya, stigma dan diskriminasi juga mulai menurun, serta penderita kusta mulai sadar akan penyakitnya dan segera melakukan pengobatan. Lalu bangkit dan berdaya setelah kesembuhanya. 


Dinas Sosial setempat pun turut memberi bantuan berupa alat-alat yang dibutuhkan dalam pemberdayaan. Tapi lagi-lagi masalah baru muncul mengiringi sebuah pencapaian. Alatnya ada, tapi pengajarnya tidak ada. Mencari pengajar penyintas kusta ternyata sangat sulit. Jarang yang mau berbaur karena masih takut ketularan. Untungnya, dengan terus mencari dan diikuti edukasi, ada saja orang baik yang turut peduli dan bersedia mengajar. 


Ratna menerima penghargaan Satu Indonesia Award 2011
Ratna menerima penghargaan SATU Indonesia Awards 2011 (Foto: E-Booklet Penerima Apresiasi SATU Indonesia Awards 2023)

Pengabdian sosial Ratna ini dianugerahi penghargaan SATU Indonesia Awards pada tahun 2011. Besar harapan Ratna agar jangan ada lagi stigma atau pelabelan yang buruk bagi penderita kusta. Mengubah suatu yang sudah terlanjur melekat pasti berat. Setidaknya, dengan mengetahui kebenaran akan penyakit kusta, stigma dan diskriminasi pada penderitanya dapat perlahan dikurangi.


"Kusta itu bisa dicegah dan diobati. Jangan jauhi penderita kusta, mari lebih peduli pada mereka. Dan untuk para penderita kusta, tunjukkkan bahwa kalian mampu, bisa berdaya, dan berwirausaha." 

- Ratna Indah Kurniawati


_______


Referensi

E-Booklet Penerima Apresiasi SATU Indonesia Awards 2023

Indah, Pemberdaya Penderita Kusta. Tautan: https://www.liputan6.com/news/read/394098/indah-pemberdaya-penderita-kusta

Pantang Menyerah Menghapus Stigma Negatif Pengidap Kusta. Tautan: https://www.suara.com/bisnis/2014/03/05/174158/pantang-menyerah-menghapus-stigma-negatif-pengidap-kusta

Ratna Indah Kurniawati, Berjuang Melawan Stigma Kusta. Tautan: https://www.wartabromo.com/2020/01/29/ratna-indah-kurniawati-berjuang-melawan-stigma-kusta/

Video Ibu Kaum Marjinal (4/4) - Ratna Indah Kurniawati, Melawan Dusta Kusta di channel YouTube Michael Tjandra Luar Biasa RTV. Tautan: https://www.youtube.com/watch?v=aCsTeKy1qKQ

Video Ratna Indah Kurniawati : Perempuan Pejuang Kusta di channel YouTube WARTABROMO TV. Tautan: https://www.youtube.com/watch?v=pBCkJOUzOyE&t=2s

2 comments

  1. perjuangan mbak Ratna nggak sia-sia sampai mendapatkan anugerah dari Satu Indonesia Awards.
    Memang perlu sosialisasi ke masyarakat lainnya juga mengenai kusta ini, karena kalau mendengar namanya aja, masyarakat udah kayak "jijik" dan menjauh.
    Padahal mereka penderita kusta juga ingin diperlakukan yang sama seperti manusia yang lainnya

    ReplyDelete
    Replies
    1. Betul, Mbak. Perjuangan orang-orang baik ini yang sangat dibutuhkan oleh para penderita atau penyintas kusta. Aku pun belum tentu mampu melakukan apa yang beliau lakukan. Salut.

      Delete

Sebelum komentar, login ke akun Google dulu ya teman-teman. Jangan ada "unknown" diantara kita. Pastikan ada namanya, biar bisa saling kenal :)