Sehat Alami dengan Jamu

No comments

Siapa yang punya pengalaman kesehatan bersama jamu? Pengalaman masa kecil saya dengan batuk yang tidak sembuh-sembuh, bahkan sampai disarankan operasi oleh dokter, memperkenalkan saya dengan jamu pahit dari daun sambiloto. Mama rutin memberikan ini. Ibu jamu gendong yang setiap hari lewat di depan rumah, akhirnya menjadi langganan.


Sehat Alami dengan Jamu

Meski jamu sambiloto rasanya pahit dan berwarna hitam pekat, saya saja mesti menahan nafas dan buru-buru meneguk habis biar pahitnya tidak lama-lama menempel di lidah, tapi batuk tahunan itu berangsur membaik dan sembuh. Mama saya sering menceritakan ini sampai sekarang. Betapa membantunya jamu hitam tersebut untuk menyehatkan tubuh secara alami. Maklum, karena masih kecil, orang tua saya khawatir kalau terlalu banyak memberikan obat kimia.


Benar, mengutip dari Alodokter, Sambiloto memang memiliki khasiat baik untuk tubuh. Mulai dari meringankan gejala flu, memperkuat daya tahan tubuh, meredakan peradangan, meredakan demam, menurunkan tekanan darah, menurunkan kadar gula darah, hingga menghambat pertumbuhan sel kanker. Berkat khasiatnya tersebut, ampuh pula meredakan batuk anaknya, mama dan papa saya jadi ikutan deh minum jamu sambiloto.



Kebiasaan Keluarga Saya Minum Jamu


Saya sudah akrab dengan rutinitas minum jamu di pagi hari sejak dari kecil. Tidak tahu kapan mulainya, tapi saya ingat saat-saat meminum jamu beras kencur, lalu setelahnya diberi lagi sedikit "penutup" dengan air jahe bercampur gula aren nan manis. Selain sambiloto yang memang diharapkan dapat menghilangkan batuk, beras kencur ini seperti suplemen herbal untuk kebugaran. Kata mama saya begitu, biar badannya sehat. Untungnya, saya suka dan tidak masalah bila disuruh minum jamu beras kencur sering-sering.


Berlanjut terus sampai dewasa. Kalau masih kecil minumnya beras kencur, selepas remaja minumnya dicampur kunyit. Tetap enak! Setelah pindah rumah beberapa kali ke daerah berbeda pun, saya bersyukur masih dipertemukan dengan penjual jamu gendong. "Ekaaaa, minum jamu." Kalau jamu langganan lewat, pasti Mama memanggil dari teras agar saya segera ikutan bergabung minum jamu bersama. Pokoknya Mama, saya, dan adik bungsu saya, sesekali Papa, terbiasa dengan agenda minum jamu. 


Jamu tidak semuanya pahit, lo. Banyak juga racikannya yang bikin nagih. Mungkin karena terbiasa meminumnya dari kecil, saya selalu tertarik membeli jamu ketika melihatnya di mana pun. 


Sampai sekarang, saya masih minum jamu. Di Pasar Bintaro tempat saya belanja bahan masak, ada yang jual jamu. Bukan jamu gendong sih, sudah pakai motor. Tapi rasanya tetap otentik dan enak. Agak berbeda racikannya, beras kencur dan kunyit dilengkapi juga dengan jamu serai. Diteguk pas masih hangat, serasa me time yang menyegarkan tubuh dan menenangkan pikiran. 


Saya pun sering menceritakan rutinitas minum jamu ini kepada anak-anak. Mereka penasaran, seenak apa sih jamu? Tidak ingin memaksa, saya ingin memperkenalkan jamu dengan cara yang lebih santai. "Besok kalau Bunda ke pasar, beliin jamu, ya!" akhirnya mereka meminta sendiri.


Seperti saat saya kecil, saya juga ingin menurunkan kebiasaan minum jamu pada anak-anak. Saya merasakan khasiatnya, saya harap anak-anak juga begitu. Dalam ilmu kesehatan, jamu termasuk herbal yang terbukti memiliki manfaat baik untuk tubuh sesuai dengan bahan-bahan alami pembuatnya. Secara medis saja diakui, rasanya sayang sekali bila budaya mahal milik Indonesia ini tidak dikenalkan dan diterapkan dalam keluarga. 



Jamu, Kekuatan Bahan Alam yang Mendunia

Jamu, Kekuatan Bahan Alam yang Mendunia

Ketika membeli jamu tradisional di Pasar Bintaro dengan harga 4 ribu saja per gelas, saya tidak pernah berpikir lebih mengenai sejarah dan kabar perkembangan terbarunya. Sebatas tahu bahwa jamu minuman kesehatan tradisional yang sudah ada sejak dulu. Alasan saya masih setia minum jamu adalah karena khasiat dan rasanya yang enak. Alami pula. Tapi ternyata, setelah akhirnya saya membaca juga, jamu ini sudah mendunia!


Jamu terbuat dari bahan-bahan alami tumbuhan, seperti rimpang (akar-akaran), bunga, daun-daunan, kulit batang, dan buah. Ada juga yang menambahkan bahan dari hewan, seperti telur ayam kampung atau telur bebek. 


Indonesia yang kaya hasil alam dan banyak rempah tumbuh subur di tanahnya, adalah sumber berlimpah bahan-bahan jamu.

  • Data Riset Tumbuhan Obat dan Jamu (RISTOJA) dari Kementerian Kesehatan RI, mencatat adanya ramuan obat tradisional sebanyak 33.000 ramuan yang secara empiris terbukti dapat menjaga kesehatan masyarakat, yang terdiri dari 2.800 spesies tumbuhan obat
  • Balai Besar Litbang Tanaman Obat dan Obat Tradisional juga sudah menghasilkan 12 formula jamu teruji klinis yaitu antara lain formula jamu untuk asam urat, tekanan darah tinggi, wasir, radang sendi, kolesterol tinggi, gangguan lambung, batu saluran kencing, kencing manis, penurun berat badan, dan pelancar ASI.


Luar biasa kekayaan jamu di negeri kita tercinta ini. Soalnya, beda daerah, bisa berbeda pula ramuan jamunya. Ini tergantung dengan bahan apa yang tumbuh di daerah tersebut. Tapi tetap ada bahan jamu yang bisa ada di mana-mana seperti kencur atau kunyit.


Sedikit ungkapan menyentuh dari Direktur Jenderal Kebudayaan, Kemdikbudristek, Hilmar Farid, "Kita pernah mengalami momen saat kehidupan seperti berada pada titik terendah ketika pandemi melanda. Tapi ternyata, produk kebudayaan bernama jamu, menjadi salah satu resep yang menyembuhkan, menguatkan, dan menyatukan kita." 

Betul, saya pernah bersyukur dengan adanya jamu saat pandemi Covid-19 lalu. Jahe dan rempah-rempah lain menjadi andalan untuk menguatkan imun ketika vitamin langka di pasaran atau khawatir terlalu banyak mengonsumsi kimia.


Hebatnya, budaya sehat jamu telah resmi ditetapkan sebagai Warisan Budaya Takbenda (WBTb) oleh UNESCO. Dibahas dalam sidang ke-18 Intergovernmental Committee for the Safeguarding of the Intangible Cultural Heritage di Kasane, Republik Botswana pada Rabu, 6 Desember 2023 lalu. UNESCO menilai bahwa budaya sehat jamu merupakan salah satu sarana ekspresi budaya dan sejalan dengan sustainable development goals (SDG’s). Kurang bangga apa lagi kita? 


Budaya sehat jamu, Warisan Budaya Takbenda (WBTb) oleh UNESCO

Sejarah kehadiran jamu di Indonesia hingga bisa dikenal dunia, tentu tidak singkat. Kementerian Kebudayaan, Riset dan Teknologi menyatakan bahwa jamu sudah ada sejak zaman Kerajaan Mataram. Dibuktikan melalui ilustrasi yang mirip dengan proses pembuatan jamu di situs arkeologi Liyangan, relief candi-candi, serta prasasti Madhawapura. Jamu, salah satu warisan ilmu pengetahuan dari nenek moyang bangsa Indonesia yang sudah disebutkan dalam relief, primbon, prasasti, dan kitab-kitab lama Nusantara.


Saat ini, masyarakat Indonesia masih menikmati khasiat jamu. Semakin banyak pula variannya. Yang paling populer tentu saja jamu gendong,  yang konon pelopornya berasal dari daerah Nguter, Sukoharjo, Jawa Tengah. Namun, inovasi jamu lainnya juga tak mau kalah untuk menyehatkan masyarakat. Bahkan ada yang menyasar generasi muda dengan menghadirkan kemasan inovatif dan kreatif. Pasti di antara kita ada yang pernah melihat atau membeli jamu yang kemasannya begitu menarik atau penyajiannya tidak sesederhana pakai gelas kecil, kan?



Gimana Sih Proses Pembuatan Jamu?

Gimana Sih Proses Pembuatan Jamu?

Bukan hanya meminum saja, tapi sebaiknya kita juga mesti tahu proses pembuatan jamu agar bisa membedakannya dengan jenis obat tradisional yang lain. Karena Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) membagi obat tradisional dalam 3 kelompok, yaitu jamu, Obat Herbal Terstandar (OHT), dan Fotofarmaka.  Tentu ada perbedaan yang signifikan di antara ketiganya. 


Nah, sekarang kita fokuskan dulu ke jamu. Saya pernah bertetangga dengan penjual jamu gendong. Setiap hari terdengar bunyi alu dan lesung sebagai pertanda bahwa jamu sedang dalam proses penumbukan. Inilah proses pembuatan jamu sebenarnya, menggunakan cara tradisional dan juga menghasilkan racikan yang sepenuhnya berkomposisi bahan pembuat jamu tersebut. Tanpa adanya penambahan bahan lain, apalagi bahan kimia. Palingan campurannya air agar bisa menyajikan hasil tumbukan itu dalam segelas minuman hangat.


Selain itu, ada unsur budaya dan tradisi dalam sebuah ramuan jamu. Di turunkan dari generasi ke generasi, berdasarkan pengalaman dan lingkungan sekitarnya selama puluhan atau mungkin selama ratusan tahun. Dengan waktu selama itu, keamanan dan manfaat jamu sudah teruji dengan baik. 


Tapi sekarang jamu sudah diolah secara modern, berarti tidak tradisional lagi dong? 

Vermint, kemasan jamu dalam kapsul
Vermint, kemasan jamu dalam kapsul tanpa mengurangi unsur tradisonalnya
Maksud tradisional di sini lebih kepada hasil akhirnya yang masih mengutamakan komposisi 100% dari bahan baku. Walau sudah ada jamu yang dikemas dalam bentuk bubuk, tapi tetaplah hasil dari pengeringan untuk menghilangkan kandungan air agar dapat memperpanjang masa simpan. Atau alu dan lesung itu diganti dengan alat yang lebih praktis dan cepat. Makanya banyak jamu kemasan yang cara penyajiannya tetap diseduh. Ada juga yang dimasukkan kapsul agar bisa langsung diminum.

Pernah dengar Vermint? Salah satu produk jamu yang diolah modern ini mengemas ekstrak Lumbrecus Rubellus dalam kapsul untuk membantu menurunkan demam. Jadi lebih praktis dikonsumsi. Ada yang tahu atau pernah meminum jamu ini? Cukup terkenal, lo. 


Sedangkan obat herbal atau OHT, sudah ada pengekstrakan senyawa aktif dari bahan-bahan herbal tersebut. Senyawa apa yang paling aktif dan berkhasiat, itu saja yang diambil. Fotofarmaka lebih panjang lagi prosesnya, sudah sangat mirip dengan obat modern dengan proses pembuatan yang terstandar. Ada proses uji klinis yang didukung bukti-bukti ilmiah.


Jadi jelas bedanya, kan? Kalau saya tetap lebih suka meminum jamu gendong dan meneguknya selagi hangat. Tapi jamu bubuk pun kalau racikannya mantap, juga tak kalah nikmat dan berkhasiat. Soalnya saya pernah dibelikan mertua racikan jamu bubuk yang dicampur telur dan beberapa bahan lain saat pulang ke kampung suami. Diminum malam-malam, badan yang meriang jadi terasa lebih segar.  



Tip Memilih Jamu untuk Keluarga

Tip Memilih Jamu untuk Keluarga

Sebagai ibu, saya tidak mau merasakan kenikmatan dan khasiat jamu sendirian. Keluarga saya juga harus, dong. Seperti mama saya dulu yang mengajak anak-anak dan suaminya minum jamu. Secara tidak langsung, itu menggerakkan saya untuk mewarisi kebiasaan ini pada anak-anak, dan semoga juga dipraktikkan di keluarga mereka kelak.


Tapi, tidak semua jamu langsung dikenalkan dan langsung disuruh minum. Tetap ada pilah-pilihnya dan ketentuan ala saya. Berikut beberapa tip memilih jamu untuk keluarga agar tepat dan semua suka.


🌸 Pastikan penjualnya tepercaya.

Bila membeli jamu gendong, perhatikan kebersihan penjual jamunya. Ini yang paling utama bagi saya. Bisa juga dengan melihat apakah ia punya langganan atau tidak. Kalau kita belum pernah membeli sama sekali, ini dapat menjadi acuan akan kualitas jamu yang dijualnya.

Kalau jamu kemasan, seperti jamu bubuk yang banyak ditemukan di pasaran, pastikan diproduksi oleh perusahaan yang bereputasi baik. Sudah terdaftar BPOM dan bagi umat Islam, sertifikasi halal dari MUI juga perlu dilihat. Setidaknya ada izin usahanya bila skala produksi masih kecil dan menengah, seperti PIRT.


🌸 Bila ada anak kecil yang ikut minum jamu, pastikan jenis jamunya aman untuk anak.

Secara ilmu kesehatan, sebenarnya jamu tidak masalah diberikan pada anak-anak. Asal sesuai usia yang disarankan, yaitu lebih dari 1 tahun.  Selain itu, perlu jadi perhatian juga bahwa beberapa bahan jamu dinilai belum "ramah" pada anak, seperti jamu dengan kandungan jahe yang berpotensi menimbulkan nyeri ulu hati, serta kunyit yang dapat mencegah penyerapan zat besi di usus sehingga anak berisiko mengalami anemia defisiensi besi, apalagi kalau ia susah makan.

Lebih baik meminum jamu yang bisa untuk semua usia. Misalnya beras kencur atau temulawak yang lebih aman buat anak. Seiring bertambahnya usia anak, baru memperkenalkan racikan jamu dengan kandungan bahan lain sedikit demi sedikit. Tapi kalau anak tidak masalah meminum jamu yang berbeda, silakan disesuikan dengan kebutuhan masing-masing anggota keluarga, ya.  


🌸 Jangan ragu mencari tahu khasiat jenis jamu bila ada khasiat tertentu yang diharapkan.

Ada yang menjadikan jamu sebagai pengobatan tradisional untuk keluhan penyakit tertentu, dan ada juga yang  meminumnya untuk menjaga kebugaran tubuh. Saking banyaknya ragam bahan baku jamu yang tersedia di bumi pertiwi kita, tentunya dengan khasiat masing-masing, alangkah lebih baik mencari informasinya terlebih dahulu. Banyak kok yang membahas khasiat jamu di internet, tinggal searching. Sedangkan jamu kemasan, khasiat ini umumnya ditulisakan di bungkusnya, tinggal dibaca. Kalau pilihan jamunya tepat sesuai keluhan, tentu hasilnya lebih baik.
Misalnya untuk saya sebagai wanita, jamu kunyit asam menjadi yang direkomendasikan. Dapat melancarkan siklus haid dan menyuburkan kandungan, serta kandungan vitamin A dan C-nya juga membantu membuat kulit bersih, bercahaya, dan bebas dari jerawat. Atau seperti saya kecil dulu yang minum jamu sambiloto untuk mengobati batuk berkepanjangan. 


🌸 Pastikan rasanya baik dan tidak ada yang aneh. 

Jamu yang masih segar, pasti tergambar dari rasanya. Bagi yang biasa minum jamu, akan lebih peka. Jamu yang baik pun tidak akan terlalu manis dan rempahnya terasa. Misal yang mengandung kunyit, warnanya kuning cerah agak jingga serta rasa dan aromanya pun benar-benar kunyit asli. Sebaiknya jamu tidak encer, jadi kandungan bahan baku tidak sekadarnya.


🌸 Segera minum jamu, jangan disimpan lama. 

Melansir dari Hellosehat, jamu segar harus langsung diminum dalam waktu 24 jam. Jika tidak bisa menghabiskannya, boleh disimpan di kulkas maksimal 3 hari. Tapi kalau jamu kemasan, pastikan penyimpanannya baik, kemasan tidak rusak, dan dikonsumsi sebelum tanggal kedaluarsa.


🌸 Waktu mengonsumsi jamu. 

Masih dari Hellosehat, jamu segar akan lebih baik dikonsumsi sebelum makan karena mayoritas memiliki khasiat melancarkan proses pencernaan. Tapi jika memiliki masalah pencernaan, misal sakit maag, maka minum jamu sesudah makan saja. 


Sebenarnya, bila ada waktu dan ingin membuat mandiri jamu di rumah, banyak sekali petunjuk pembuatannnya di mesin pencari. Kita bisa memilih bahan sendiri dan memastikan kesegarannya, higienitas proses pembuatannya, hingga cara penyimpanannya. 


Tanggal 27 Mei 2024 ini, diperingati sebagai Hari Jamu Nasional, lo. Ada harinya sendiri karena jamu sudah menjadi budaya dan indentitas bangsa kita. Semoga langkah kecil saya dengan rutin minum jamu dan perlahan memperkenalkannya pada anak-ana, dapat menjadi upaya untuk melestarikan budaya minum jamu di Nusantara. Khasiatnya dapat, nikmatnya dapat, tradisi turun temurun pun terus dijalankan.


Suatu saat kita akan pasti jadi leluhur. Berharap apa yang diciptakan dan dipertahankan, tetap dilanjutkan. Sama seperti harapan leluhur pada kita sekarang. 

Selamat Hari Jamu Nasional!


Referensi

https://www.alodokter.com/sambiloto-dan-penyakit-pilek

https://kemenparekraf.go.id/ragam-ekonomi-kreatif/jamu-ramuan-herbal-khas-indonesia-yang-mendunia

https://www.kemdikbud.go.id/main/blog/2023/12/budaya-sehat-jamu-warisan-budaya-takbenda-wbtb-indonesia-diinskripsi-ke-dalam-daftar-wbtb-unesco

https://ayosehat.kemkes.go.id/sehat-dengan-jamu-ayo-minum-jamu

https://www.klikdokter.com/ibu-anak/kesehatan-anak/anak-minum-jamu-apakah-diperbolehkan-secara-medis

https://www.halodoc.com/artikel/5-rekomendasi-jamu-yang-baik-untuk-kesehatan-wanita

https://hellosehat.com/herbal-alternatif/tips-konsumsi-jamu/

https://www.liputan6.com/lifestyle/read/5275133/simak-beda-jamu-dan-obat-tradisional-lain-berdasarkan-klaimnya

No comments

Sebelum komentar, login ke akun Google dulu ya teman-teman. Jangan ada "unknown" diantara kita. Pastikan ada namanya, biar bisa saling kenal :)