Penatausahaan Barang yang Dibeli dengan Uang Negara

No comments
Pernahkah teman-teman mengira bahwa barang yang dibeli dengan uang negara bisa dipakai seenaknya atau dimiliki cuma-cuma untuk pribadi? Bila berpedoman pada aturan, itu adalah pelanggaran dan ada sanksinya. Karena untuk membelanjakan uang negara, harus didahului dengan dokumen pengadaan yang jelas, dan setelah dibeli pun mesti dipantau terus keberadaannya.

Penatausahaan Barang Milik Negara

Semua barang yang dibeli dengan uang negara atau perolehan lainnya yang sah, disebut dengan Barang Milik Negara (BMN). Setiap instansi pemerintah, memiliki penanggung jawab khusus untuk penatausahaan BMN ini, yaitu Petugas BMN yang ada di setiap Satuan Kerja (Satker). Pelaporan dan pengawasannya berjenjang ke tingkat unit organisasi yang lebih tinggi, hingga semua pelaporan pada akhirnya bermuara pada Kementerian Keuangan. Ada Inspektorat Jenderal juga yang turut memeriksa berkala semua BMN ini. Jadi, tak bisa main-main.

Itulah tugas saya saat masih bekerja 7 tahun lalu. Menjabat sebagai Petugas BMN di Direktorat Bina Investasi Infrastruktur, Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR). Pencatatan BMN di direktorat saya, menjadi tanggung jawab yang menghadiahkan banyak pengalaman dan ilmu.


BMN Tak Boleh Kurang, Apalagi Hilang

Sebenarnya, pengelolaan BMN dilakukan dalam satu sistem informasi yang dibuat oleh Kementerian Keuangan, bernama Sistem Informasi Manajemen Akuntansi Barang Milik Negara atau familiar disingkat dengan SIMAK-BMN. Di SIMAK-BMN inilah Petugas BMN melakukan panatausahaan, mulai dari transaksi barang persediaan seperti Alat Tulis Kantor (ATK), dan transaksi BMN untuk barang-barang yang masa pakainya jauh lebih lama, seperti komputer, laptop, kendaraan, furnitur, bangunan atau tanah.

Transaksi di sini adalah berupa pembelian, perolehan, pemakaian, perubahan, penyusutan, penghapusan, usulan barang rusak, dan masih banyak lagi. Semua data yang tersimpan dapat difilter berdasarkan hasil pencarian tertentu. Bahkan untuk pelaporan per bulan, per semester, dan per tahun, semua berdasarkan data dari SIMAK-BMN, yang nantinya juga harus disinkronkan dengan sistem informasi keuangan lainnya. Karena bicara soal pembendaharaan, wajib seimbang neracanya. 

Selain mengelola SIMAK-BMN, saya juga harus memiliki data sendiri terkait pemakaian BMN yang ada di Satker. Misalnya laptop dipakai oleh siapa saja, komputer ditaruh di meja mana saja, sampai meja, kursi, lemari, rak, dan seluruh yang digunakan, harus jelas lokasinya di mana dan kondisinya bagaimana. Tak boleh ketinggalan, arsip persuratan masing-masing BMN yang menjadi bukti sah dari keberadaannya.

Untuk memudahkan, setiap BMN ditempelkan stiker nomor khusus dengan kode internal Satker. Berdasarkan nomor inilah BMN dapat diidentifikasi. Meski wujudnya sama persis, nomornya harus beda. Kira-kira seperti plat nomor pada mobil atau sidik jari manusia yang unik. Tidak ada nomor BMN yang boleh sama, baik di satu Satker, maupun dengan Satker lain.

Lebih menantang lagi bila sudah ada penghapusan. Prosesnya panjang, yang dimulai dari pengajuan. Bila masih bisa digunakan, BMN akan dilelang. Kalau sudah rusak berat, harus jelas pula barangnya seperti apa. Misal hilang, harus ada surat keterangan hilang dari pihak berwenang. Intinya, di pengajuan awal dan nanti akan ditindaklanjuti oleh pemangku yang lebih tinggi. 

Wah, kalau dituliskan semua, rasanya tak akan habis-habis. Poinnya di sini, saya yang pernah menjadi Petugas BMN, mengetahui betul bahwa setiap barang yang dibeli dengan uang negara, harus dipertanggungjawabkan hingga BMN tersebut dihapuskan. Tak ada cerita pembelian barang yang tak jelas wujudnya dan letaknya, karena semua harus terdata jelas dan pasti.


Inventarisasi Jadi Kunci

Tidak mulus-mulus saja. Saya juga sering dihadapkan dengan permasalahan yang cukup bikin pusing. Pernah pejabat yang memegang BMN laptop, sudah pindah ke direktorat lain, di luar kota pula. Tapi laptopnya belum dikembalikan dan belum tanda tangan surat pengembalian. Kan jadi bingung. Menyusul tidak bisa, menunggu beliau datang juga entah bila. Akhirnya, ya sudah, saya pasrahkan saja dan lapor pada pimpinan.

Pernah pula pejabatnya lupa kalau ada BMN tablet yang dipinjamkan. Padahal bukti suratnya ada. Lama sekali mengusahakan agar bisa mengingat. Saya sampai minta bantuan pada beberapa teman kerja yang pernah melihat tablet tersebut dipakai. Untungnya, si Bapak ingat! 

Memang menjadi Petugas BMN itu kuncinya inventarisasi yang akurat. Tidak boleh salah input jumlah, nilai, nomor, dan keterangan lainnya. Jangan sampai lupa pula melakukan pengecekan rutin akan keberadaan BMN tersebut. Salah besar bila ada BMN yang tidak tercatat dengan benar. 

Saya banyak belajar soal ketelitian. Salah ketik satu angka saja, total nilainya akan berbeda. Bahkan bisa memengaruhi angka-angka setelahnya dan keseluruhan laporan. Apalagi harus disamakan juga dengan laporan keuangan Satker. Beda 100 rupiah saja, saya bisa memelototi layar berhari-hari untuk mencari di mana letak salahnya.

Saya pun juga belajar bagaimana berkomunikasi dengan banyak pejabat. Dari mulanya takut sampai gemetar, lama kelamaan jadi santai dan malah ngobrol. Bayangkan, saya mesti menanyakan BMN yang dipegang oleh pejabat Eselon II, yang tingkat jabatannya perlu tiga kali lompatan dari posisi saya sebagai staf. Andai jadi Petugas BMN di Satker tingkat Eselon 1, wah, lebih tinggi lagi pejabat yang harus ditanya-tanya.

Ya, begitulah dunia kerja. Selagi masih sesuai dengan tugas dan fungsinya, mau pejabat tinggi sekalipun, harus berani dihadapi. Lagi pula, pejabat itu tak selalu menakutkan, kok. Pimpinan saya nyaris semuanya ramah. 

Menuliskan memori masa-masa bekerja saya yang tersimpan selama 7 tahun ini, serasa nostalgia. Dulu, saya berharap bisa ahli dalam BMN dan berkarir di jalur itu. Menarik saja, bisa mengetahui aset-aset negara. Apalagi kalau sudah di Direktorat ABC, istilah kami di Kementerian PUPR untuk direktorat teknis. A untuk Direktorat Sumber Daya Air, B untuk Direktorat Bina Marga, dan C untuk Direktorat Cipta Karya. Asetnya tersebar di seluruh Indonesia mulai dari jalan, jembatan, bendungan, perumahan, dan banyak lagi infrastruktur besar lainnya. Pasti akan lebih kompleks penatausahaan BMN-nya.

Tapi, saya sangat bersyukur pernah diberi kesempatan menjadi bagian dari pengelolaan BMN negeri ini. 

Artikel ini adalah bagian dari latihan komunitas LFI supported by BRI

No comments

Sebelum komentar, login ke akun Google dulu ya teman-teman. Jangan ada "unknown" diantara kita. Pastikan ada namanya, biar bisa saling kenal :)