Isu lingkungan dan perubahan iklim, dengan segala dampak mengkhawatirkan yang
saat ini sudah sama-sama kita rasa, bisa dibilang bukan lagi sebuah pembahasan
baru. Saya sangat sering mendengar dan membacanya. Banyak sekali informasi
yang tersedia dan begitu mudahnya diakses. Mulai dari efek rumah kaca,
prediksi kepunahan populasi di planet ini, hingga rekomendasi aksi yang bisa
dilakukan agar dapat turut berkontribusi dalam pelestarian lingkungan. Bahkan
itu semua sudah terekam baik dalam ingatan saya.
Buku Dalam Dekapan Zaman Memoar Pegiat Harmoni Bumi mengisahkan
perjalanan Ibu Amanda Katili Niode Ph. D. selama 50 tahun bertualang dalam
bidang lingkungan hidup, perubahan iklim, dan berkelanjutan, memberi kesan
yang berbeda dari bacaan lain yang pernah saya baca. Saya mengambil kata
"bertualang" karena itu yang saya rasa paling pas menggambarkan langkah Ibu
Amanda yang tak putus mempelajari dan memperjuangkan keberlanjutan rumah kita
satu-satunya ini, yakni Bumi, yang menjejaki banyak negara, kegiatan,
sosialisasi, webinar, hingga keterlibatan yang begitu bermakna dalam instansi
pemerintahan, organisasi skala dunia, dan masih banyak lagi.
Membaca banyak sekali ulasan dari orang-orang hebat tentang buku ini di
halaman-halaman awal, yang mewakili berbagai latar belakang, membuat saya
penasaran dengan isinya. Semua begitu mengagumi sosok Ibu Amanda yang sangat
menginspirasi. Ternyata benar, meski hanya bertatap melalui tulisan-tulisan
beliau, saya ikut kagum dengan fokus yang terus terjaga, yaitu menghadirkan
diri untuk menjaga kelestarian dan keberlanjutan.
Ibu Amanda membuktikan bahwa terus memperkaya diri dengan ilmu, akan menjadi
landasan kuat untuk bergerak dan berkontribusi dalam mencapai tujuan yang
jelas. Dalam hal ini, kentara sekali bahwa memang tujuan Ibu Amanda adalah
menciptakan keharmonian di Bumi. Bagaimana manusia dan Bumi dapat hidup
berdampingan tanpa saling merugikan satu sama lain. Karena Ibu Amanda
memosisikan bumi bukanlah sebagai sebuah benda mati, melainkan sama-sama
"hidup" seperti kita, manusia.
Kaya Sudut Pandang
Menarik. Buku ini memberikan beragam sudut pandang di setiap babnya, yang
berhasil membawa saya ke sudut pandang yang paling sesuai. Kita diajak dulu
untuk mengenali Bumi dan pentingnya menjaga keutuhan Bumi sebagai sumber
kehidupan. Kemudian perlahan digiring ke perjalanan pendidikan, karier,
hingga gerakan Ibu Amanda yang kalau dideretkan menjadi sebuah list,
pasti akan panjang sekali untuk menuliskan keseluruhannya. Diambil juga
sorotan dari betapa kata-kata memiliki kekuatan untuk menggerakkan,
mengaitkan dengan filsafat, ilmu, teknologi, kuliner lokal, hingga
power pemuda yang tak kalah penting untuk diajak
berkolaborasi.
Entah kenapa, memoar yang dasarnya menceritakan kisah kehidupan seseorang,
mengalirkan pesan yang membuka pikiran saya akan peran diri yang tidak mesti
sama dengan yang lain. Setiap orang bisa memilih cara masing-masing untuk
menjaga Bumi.
Buku Dalam Dekapan Zaman berhasil mengemas informasi terkait perubahan iklim dan keberlanjutan menjadi lebih mudah dipahami, bahkan oleh saya yang tidak memiliki ilmu mendalam di bidang ini. Saya bisa mengerti setiap penjelasannya dengan baik, karena ditulis dengan menuturkan, bukan dengan gaya tulisan ilmiah yang serius.
Selama ini saya hanya sebatas tahu bahwa Bumi kita sedang tidak baik-baik saja
dan dampak mengerikan di baliknya. Tapi, masih bingung menerapkan saran-saran
yang berseliweran tentang bagaimana menunjukkan rasa peduli dan terlibat aktif
dalam pencegahan dampak-dampak tersebut. Nah, buku
Dalam Dekapan Zaman sukses memberi manfaat yang memecah kebingugan saya
ini. Saya mengelompokkannya dalam dua poin, yaitu:
- Orang tua berperan besar dalam menentukan pilihan hidup anak-anaknya. Dalam hal ini, tentu yang berhubungan dengan lingkungan, perubahan iklim, dan keberlanjutan;
- Aksi menjaga Bumi bukan hanya sebatas membawa botol minum, tas belanja, atau ikut menanam mangrove di pesisir pantai. Tapi, jauh lebih beragam cara yang bisa dilakukan. Saya akhirnya menemukan apa yang bisa saya lakukan sesuai dengan kemampuan.
Sebagai seorang ibu, saya jelas memiliki kecenderungan untuk menangkap
pesan-pesan yang juga akrab dengan tanggung jawab ini. Ibu Amanda mampu
merangkul anak-anaknya untuk turut hadir dalam menjaga kelestarian alam
tanpa perlu memaksa harus menempuh jalur yang sama. Saya garis bawahi betul
bahwa anak beliau Terzian Ayuba Niode yang merupakan seorang bankir,
ternyata juga bisa menerapkan apa yang dinamakan keuangan berkelanjutan.
Kemudian anak pertama beliau almarhum Omar Taraki Niode yang menyandang
gelar MSc. dalam Food Science & Technology, menjadi gerbang
lahirnya Omar Niode Foundation yang mengangkat citra kuliner tradisional
Nusantara dan lagi-lagi mengaitkannya pada upaya menjaga Bumi.
Tentu saja hal ini sangat bisa saya jadikan contoh dalam mendampingi tumbuh
kembang anak-anak hingga nanti mereka bisa menyadari perannya untuk
kelestarian, meski berbeda pilihan bidang pendidikan dan pekerjaan. Karena
sejatinya, apa pun latar belakangnya, semua memiliki peran yang sama
bermanfaatnya.
Selanjutnya, sebagai seseorang yang aktif menulis, baik di blog, maupun
buku, saya pun mendapat pencerahan bahwa tulisan dapat menjadi pilihan cara
untuk mendukung keberlanjutan. Seperti Ibu Amanda yang juga aktif menulis,
kenapa saya tidak melakukan hal serupa? Betapa banyak hasil karya beliau
yang mendapat apresiasi dan tentunya sangat bermanfaat. Termasuk buku
Dalam Dekapan Zaman ini.
Mengarahkan Pola Pikir Anak untuk Peduli dengan Bumi
Ibu Amanda menceritakan bahwa sang ayah yang sudah lebih dulu akrab dengan
lingkungan, khususnya dalam cabang ilmu geologi, sedikit banyaknya telah
memperkenalkan beliau dari kecil dengan Bumi dan lingkungan. "Mungkin saja
kata Bumi dan lingkungan yang berseliweran sejak saya kecil membuat topik
ini menarik."
Dilanjut pula dengan keterlibatan anak-anak Ibu Amanda dalam aksi
keberlanjutan yang disesuaikan dengan latar belakang masing-masing, seperti
yang sudah saya tulis sebelumnya. Sebagai ibu, saya menyimpulkan bahwa begitu
besar pengaruh orang tua terhadap langkah dan pilihan anak-anak ketika dewasa
nanti.
Saya semakin yakin untuk memulai, walau sebenarnya sudah memulai, untuk lebih
sering lagi mendekatkan anak-anak dengan alam, sehingga menumbuhkan kecintaan
mereka untuk turut melindungi. Mungkin sekarang belum terlihat gebrakannya,
karena mereka masih kecil. Tapi, kisah Ibu Amanda sudah memberi perwujudan
bahwa ketika manusia terus didekatkan dengan sesuatu, maka akan terbawa hingga
jangka panjang. Saya ingin anak-anak saya juga dapat menyadari perannya untuk
menjaga kelestarian bumi. Saya lah yang bisa mendukungnya dari sekarang.
Tertulis satu bagian paragraf dalam Bab 2 - Menggalang Memoar Untuk
Bumi, begitu menancap di hati saya. Juliana Jobim Navarro, ibu muda dari
Brazil yang turut membagi ceritanya dalam buku
Menjalin Ikhtiar Merawat Bumi. Memoirs by Climate Reality Leaders?, di
mana Ibu Amanda juga menjadi salah satu penulis di buku ini, bertanya pada
dirinya, "Bagaimana mungkin saya bisa merencanakan mempunyai anak lagi di
dunia yang mungkin tidak akan ada lagi dalam waktu dekat?" Menyaksikan dampak
perubahan iklim membulatkan tekad Juliana untuk menjadi aktivis.
Mungkin saya belum bisa sehebat Juliana atau Ibu Amanda. Tapi, sebagai ibu,
saya memiliki kesempatan untuk setidaknya memulai dari lingkup terkecil, yaitu
keluarga, untuk memupuk rasa cinta terhadap Bumi dan melakukan aksi-aksi
simpel seperti mengajarkan untuk menghabiskan makanan dan membiasakan membuang
sampah pada tempatnya di mana pun berada.
Tulisan Tak Kalah Menggetarkan
Saya senang menulis. Aktivitas produktif selain mengurus anak dan rumah yang
konsisten saya lakukan adalah menulis. Buku
Dalam Dekapan Zaman memampangkan tepat di depan saya bahwa kekuatan
sebuah tulisan tidak main-main. Bahkan bisa menggetarkan hati banyak orang
untuk merasakan betapa mengkhawatirnya keadaan Bumi kita saat ini. Mana tahu
bisa diteruskan dengan gerakan untuk memulai menjaganya dengan cara-cara
sederhana yang bisa dilakukan.
Siang malam berganti ...aku bertanya, apa ...salahku?
Teganya dirimu membiarkan diriku
Terperangkap ...dalam timbunan lautan sampah
Berjuta lembaran plastik yang menggunung
Membenamkan dan ...menyeret diriku hingga ke dasar laut yang terancam mati
direnggut hidupnya ....
Oleh onggokan sampah plastikmu
Yang ganas !! membuta tanpa iba
Menjadi pembunuh perkasa ...yang sempurna
- Puisi berjudul Namaku Bumi oleh Erros Djarot dalam buku
Antologi Bumi Bercerita
Ibu Amanda tepat sekali memilih puisi ini untuk disertakan. Saya pribadi
tersentuh, sangat tersentuh dengan puisi tersebut. Inilah kekuatan tulisan.
Pemilihan kata yang tepat dan dirajut indah, berkesempatan membuahkan
perubahan.
Saya baru tahu ternyata ada ilmu komunikasi khusus yang dinamakan Komunikasi
Lingkungan dan Komunikasi Iklim. Sesuai dengan istilahnya, jenis komunikasi
ini memang berfokus pada lingkungan dan iklim Bumi. Komunikasi ini pun tidak
mesti harus bertatapan langsung orang dengan orang, namun juga dapat
memanfaatkan berbagai platform. Yang penting, fokus pesannya tetap terjaga.
Sebagai seorang blogger, kenapa saya harus memikirkan hal besar bila
bisa menuliskannya perlahan di wadah yang saya miliki. Tidak perlu langsung
pengalaman yang luar biasa, upaya kecil seperti tip menghabiskan bahan makanan
di kulkas saja dulu. Atau bisa juga dengan menyelipkan pesan-pesan tersirat
tentang isu lingkungan di naskah buku yang saya tulis. Sangat mememungkinkan
untuk dilakukan. Apalagi saya membaca juga nama beberapa teman sesama
blogger yang tidak asing tertulis di buku ini, di mana mereka ikut
menulis tentang sambal roa khas Manado. Wah, semangat saya jadi terpacu.
Ibu Amanda mengungkapkan pula bahwa metode storytelling atau bertutur
sangat membantu komunikasi krisis iklim. Fakta dan data saja tidak cukup untuk
membuahkan kesadaran masyarakat, melainkan perlu penuturan kisah yang
menggugah. Ya, blogger punya kelebihan di sini, dengan segala sudut
pandang dan pengalaman unik dari setiap pemiliknya. Tentu itu bisa
diceritakan.
Saya berterima kasih kepada Ibu Amanda yang menuangkan kisah perjalanannya
sebagai Pegiat Harmoni Bumi di buku Dalam Dekapan Zaman. Saya menemukan
arti keberadaan saya untuk terlibat dalam perjuangan keberlanjutan yang sangat
bisa disesuaikan dengan kemampuan diri. Tidak harus sama dengan orang lain,
sehingga tidak membebani dan lebih enjoy untuk dilakukan.
Saya pun jadi tahu bahwa ternyata banyak sekali pihak yang berjuang keras
untuk mengupayakan kesehatan Bumi, dan sedetail itu lini ilmu pengetahuan yang
ada untuk menunjangnya.
Rekomendasi bacaan bagi yang ingin mengetahui lebih banyak tentang
lingkungan dan keberlanjutan. Bahkan untuk yang masih awam sekali pun.
O iya, buku Dalam Dekapan Zaman ini bisa teman-teman dapatkan dengan menghubungi langsung penerbit Diomedia di nomor 0856-4376-2005. Untuk harganya, Rp. 145.000,- (belum termasuk ongkos kirim ke alamat). Semoga juga mendapatkan pesan bermakna setelah membacanya, ya.
Terus menginspirasi, Ibu Amanda!
Setuju mba..aksi menjaga bumi tak harus sama, yang terpenting adalah 'action'nya ya..sekecil apapun pasti sangat berarti untuk bumi. Ini buku benar-benar keren dan memberi banyak pencerahan!
ReplyDeleteAku baru baca 50 halaman pertama tapi sudah mendapatkan banyak sekali insight tentang kita dan Bumi. Pengalaman Ibu Amanda sudah meninggalkan kesan yang begitu mendalam ya Nov. Kita tak hanya diajak untuk tak hanya memahami tentang makna climate chage tapi juga perihal penyebab, cara mengatasi, dan himbauan serta tindakan-tindakan nyata yang bisa kita lakukan secara pribadi.
ReplyDelete