Membuka Gerbang Perjalanan Literasi

No comments

Di timur Indonesia, Bhrisco Jordy Dudi Padatu menggagas Papua Future Project untuk memperjuangkan kesetaraan di Pulau Mansinam, Papua Barat. Sebagai salah satu pulau terluar dengan keindahan alam surgawi, nyatanya pendidikan tak utuh menyentuh anak-anak yang seharusnya berhak atas itu. Bahkan di kelas 6 SD, masih banyak yang belum bisa membaca. 


Membuka Gerbang Perjalanan Literasi

Proses belajar mengajar dan program pemerintah dihadang tantangan kesulitan akses, hingga berbuntut pada minimnya tenaga pendidik dan kurangnya bangunan sekolah. Latar belakang inilah yang mengukuhkan langkah Kak Jordy untuk membawa hak literasi langsung ke pantai-pantai berpasir putih Pulau Mansinam. Sekarang, anak-anak di sana selalu menunggu setiap minggu dengan binar semangat karena cita-cita mereka tak lagi sebatas angan. 


Pahlawan literasi untuk generasi, rasanya tepat untuk disematkan. Meski belum pernah bertatap muka, saya dipertemukan dengan Kak Jordy dan kisah perjuangannya melalui wawancara by chatting untuk keperluan menulis. Kehadirannya bisa sangat berarti bagi banyak orang, bahkan memperbaiki masa depan.


Saya becermin, apakah saya juga bisa menjadi pahlawan literasi seperti Kak Jordy? Apa keberadaan saya bisa menjadi gerbang untuk menanamkan kemampuan literasi? Ketika sibuk memikirkan gebrakan yang serupa, saya tersadar bahwa ternyata kesempatan itu terbuka lebar di depan mata. Tak harus sama, karena saya bisa menjadi pahlawan versi diri saya sendiri.


Saya ibu, sayalah pahlawan literasi bagi anak-anak saya. 



Realita Kebutuhan Literasi Anak 

Realita Kebutuhan Literasi Anak

Meski tes calistung sudah dihapuskan dari persyaratan Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) tingkat Sekolah Dasar (SD), nyatanya tidak mengurangi realita kebutuhan akan kemampuan baca tulis dalam mendukung proses belajar anak di jenjang dasar. Saya melihat betul buku-buku pelajaran anak sulung saya tahun lalu, yang menjadi tahun pertamanya sebagai siswa SD. Bukan berisi latihan mengeja suku kata seperti yang saya bayangkan, melainkan sudah dihadapkan dengan ragam soal cerita yang butuh solusi logika. 

Kehidupan ini dinamis. Pasti ada pergeseran yang terjadi, termasuk dalam dunia pendidikan. Saya rasa, wajar apa yang kita pelajari 30 tahun lalu di kelas 1 SD misalnya, berbeda dengan apa yang dipelajari anak kelas 1 SD sekarang. Malah bagus kalau memang lebih maju dari dulu, menggambarkan bahwa generasi sekarang lebih hebat. Namun, ini juga menyiratkan kebutuhan zaman yang terus berkembang dengan pesat.


Saya bersyukur ia sudah mampu membaca sejak TK, sehingga bisa mengikuti pelajaran dengan lebih baik. Ketika ada ulangan atau ujian, tak masalah dilepas belajar sendiri dan hanya bertanya bila ada yang dia tidak mengerti atau membutuhkan teman untuk menghafal. Perjuangan saya mendekatkan anak-anak sejak dini pada aktivitas membaca dan menulis, memberikan manfaat yang begitu besar secepat ini.


Mungkin ada yang menilai saya terlalu terburu-buru mengajarkan. Ya, memang anak-anak sudah saya perkenalkan dengan huruf sejak usia mereka 1 tahun. Tapi, yang saya lakukan bukanlah menyuruh anak duduk, lalu mendengarkan pelafalan alfabet yang saya ucapkan. Apalagi sampai memaksa dan menargetkan mereka untuk menguasai. Saya sadar betul bahwa ada tahapan tumbuh kembang yang mesti dijadikan acuan. 


Namun, pengalaman saya membuktikan bahwa mendekatkan anak usia pra sekolah dengan dunia literasi sangat bisa dilakukan melalui cara-cara yang menyenangkan bagi mereka. Karena meraih kemampuan literasi adalah perjalanan, prosesnya membutuhkan upaya dan tidak bisa diraih secara instan. 


Gerbang perjalanan literasi tersebut mesti dibuka untuk memulai, dan bagaimana cara gerbang itu dibuka, akan menentukan kelancaran perjalanan ke depannya.



Tidak Ada Kemampuan yang Datang Tiba-Tiba

Piramida Belajar

Saya sangat percaya bahwa sebesar apa pun bakat dan kecerdasan yang dianugerahi Sang Pencipta, tetap membutuhkan dorongan dan latihan agar dapat menguasai sebuah kemampuan. Justru proses berlatih inilah yang akan melahirkannya, termasuk kemampuan literasi.


Saya pernah membaca satu postingan di akun Instagram Vidya Dwina Paramita, penulis buku Montessori: Keajaiban Membaca Tanpa Mengeja terbitan Bentang Pustaka, tentang betapa pentingnya mengukuhkan pondasi literasi anak di awal kehidupannya. Ia menuliskan bahwa jika ingin di usia 6-7 tahun anak mampu memahami bacaan, upayanya harus dimulai bahkan sejak bayi. Benar, sejak bayi!


Mari kita hubungkan dengan Piramida Belajar yang dirancang oleh Williams dan Shellenberger pada tahun 1996. Piramida ini masih sering digunakan untuk membuat metode pembelajaran yang sesuai dengan usia atau perkembang anak. Bak anak tangga, tanpa melewati yang di bawahnya, maka tak akan bisa naik ke atas. Bila tahapan di piramida terbawah belum tercapai, maka tidak bisa melanjutkan ke tahap di atasnya. Mari kita bahas satu per satu.

  • Sistem sensori menjadi tahap pertama yang harus dibangkitkan dengan memberikan stimulasi visual, suara, rasa, sentuhan, atau gerakan.
  • Tahap kedua bertanggung jawab terhadap pengembangan sensori motor seperti kesadaran diri akan fungsi tubuh, bagaimana agar tetap aman, atau mencerna apa yang dilihat. 
  • Tahap ketiga terdapat pengembangan perceptual motor, misal mampu mengkoordinasikan mata dan tangan, berbicara di depan umum, dan kemampuan untuk fokus. 
  • Tahap keempat dan paling puncak, barulah bertemu dengan kemampuan kognitif atau intelek di mana kemampuan akademik dapat tercapai.


Permasalahannya, orang tua terkadang hanya terpaku pada pencapaian akademik di posisi tertinggi, tentu saja membaca dan menulis menjadi salah satunya, tanpa memberi stimulasi optimal untuk tahapan di bawahnya. Malah ada yang terlewatkan atau diberikan acak secara tidak tepat. 


Sederhananya begini. Anak dituntut untuk langsung bisa membaca dan menulis tanpa memberi stimulasi literasi sebelumnya. Tidak adil, bukan?


Vidya melanjutkan penjelasan dengan membagi pengajaran membaca menjadi dua, yaitu Tahap Pra Membaca dan Tahap Teknis Membaca. Keliru bila terlalu menekan pada tahap teknik membaca, padahal kunci anak mampu membaca dengan mudah dan menyenangkan tergantung pada Tahap Pra Membacanya. 


Saya memahami itu sebagai penentuan waktu yang pas untuk mendekatkan anak dengan literasi. Sedikit menambahkan, bagi saya bukan hanya kemampuan membaca, tapi juga kemampuan menulis karena keduanya saling terkait. Sebuah perjalanan yang sah-sah saja bila dimulai sejak bayi. Atau memang sudah seharusnya dimulai sedini itu? Bila iya, saya setuju. Karena saya menerapkannya pada kedua anak saya dan itu bekerja. 



Pengalaman Mengenalkan Anak dengan Literasi Sejak Dini

Pengalaman Mengenalkan Anak dengan Literasi Sejak Dini

Orang tua adalah madrasah pertama bagi anaknya. Meski terdengar mainstream, nyatanya inilah yang memotivasi saya untuk tergerak mengajarkan secara mandiri ilmu-ilmu dasar kepada anak, agar kelak menjadi bekal mereka ketika sudah sekolah. Harapannya, dia bisa menyesuaikan diri dan belajar dengan lebih baik. Mungkin karena tekad dan konsistensi yang terjaga, apa yang saya usahakan, mewujudkan apa yang menjadi harapan.


Di usianya yang keempat, anak pertama dan kedua saya sudah bisa membaca kalimat sederhana meski masih butuh waktu untuk mengeja. Sudah bisa menulis walau masih ada huruf yang terbalik. Barulah setelah itu perlahan semakin mahir serta jadi cepat sadar dan paham untuk mengubah ketika ada bacaan yang salah mereka ucapkan atau rangkaian huruf yang keliru mereka tuliskan. 


Sebagai sharing pengalaman untuk sesama orang tua atau yang akan menjadi orang tua, berikut yang saya lakukan untuk mengajari anak membaca dan menulis. Bisa dikatakan ini semacam tip dan ada tahapan ala saya. Semoga bisa menjadi referensi.


✅ Kenalkan Kapan Saja

Memperkenalkan berbeda dengan mengajarkan. Memperkenalkan yang saya maksud di sini hanya sebatas memberi tahu tanpa harus mendapat respon tertentu. Inilah gerbang yang saya buka untuk memulai perjalanan literasi anak-anak saya.


Jadi, saya sudah mulai memperkenalkan huruf kepada anak ketika umurnya memasuki 1 tahun. Tidak mengharuskan anak langsung paham dan mengerti tentang huruf apa yang saya kenalkan. "Ini namanya huruf D. Perutnya besar banget. Kekenyangan habis makan siang kayak Adek." Seperti itulah kira-kira. Melalui percakapan ringan saja. Tidak perlu mendikte, mengulang terlalu sering dalam sehari, atau mengharapkan anak segera bisa meniru apa yang diucapkan. Anggap saja ini seperti mendongeng, anak hanya mendengarkan dan melihat.


Atau bisa juga memanfaatkan berbagai media yang sesuai usia, misal buku-buku empuk yang terbuat dari kain dan bergambar huruf warna-warni, buku yang dilengkapi dengan suara, tekstur, atau aktivitas tertentu, serta membelikan mainan berkonsep alfabet, dan sebagainya. Tak apa bila hanya dipukul-pukul, dilempar, atau sekadar dipegang. Di usia awal pertumbuhannya, anak akan menyerap informasi dengan caranya, bukan seperti cara orang dewasa.


✅ Ajarkan Disaat yang Tepat

Melansir dari Halodoc, website kesehatan yang sering saya baca-baca, waktu tepat untuk mengajarkan anak membaca tergantung kepada kematangan sistem proprioseptif, yaitu kemampuan anak untuk mengetahui keberadaan dan posisinya, dapat duduk tenang serta memusatkan perhatian. Biasanya diusia 2 tahun anak sudah mulai tertarik dengan huruf dan angka, dan jika dilengkapi dengan rasa ingin tahunya yang tinggi, dapat dijadikan waktu emas bagi orang tua untuk mengajarkan banyak hal, termasuk literasi.


Jadi, orang tua harus bisa menilai terlebih dahulu kesiapan anak itu sendiri. Jika dirasa sudah bisa fokus dan terlihat rasa ingin tahunya akan susunan atau rupa huruf, maka disaat itulah tahap perkenalan yang sebelumnya dilakukan,  bisa ditingkatkan kepada tahap pengajaran. Mengajarkan berarti sudah ada respon yang sebaiknya diberikan anak. Tidak harus dalam satu kali ajar, karena anak butuh waktu untuk menyerap, mencerna, dan mengingat. Biasanya saya mengajarkan huruf dan membaca hanya ketika anak mau fokus mendengarkan. 


Misalnya saya memancing dengan membaca satu suku kata, jika anak merespon dan menjawab dengan semangat, maka saya akan melanjutkan. Tapi jika ternyata fokusnya malah lebih kepada hal lain dan tidak terlalu mengindahkan, maka saya akan mencoba di kesempatan lain. Seringnya, memaksa anak belajar di saat tidak fokus, hanya akan membuat kita capek sendiri. Apa yang diajarkan tidak terserap, efeknya juga akan meninggalkan trauma yang mungkin menyebabkan anak malas menerima ajaran yang berulang.


✅ Gunakan Media Menarik

Gunakan Media Menarik

Ini adalah hal yang paling mujarab untuk mengajarkan sesuatu kepada anak. Apa yang menarik bagi mereka, pasti akan didekati, dicermati, bahkan bisa tidak dilepaskan dalam waktu lama. Berikut ini adalah media yang saya pakai dan sejauh ini sangat disukai anak-anak untuk menemani mereka belajar membaca dan menulis.


🌸 Mainan

Hal paling identik dengan dunia anak yang dapat memenuhi kebutuhan bermainnya ini adalah salah satu media yang dapat dimanfaatkan. Beberapa mainan huruf yang saya belikan adalah puzzle warna-warni, papan magnet yang lengkap dengan huruf alfabet yang bisa ditempel, huruf-hurufan plastik, hingga playmate susun yang bergambar huruf. 


🌸 Poster

Poster huruf yang menarik sangat banyak dijual di pasaran. Bahkan sekarang sudah lebih bervariasi desain, warna, dan gambar yang disertakan. Ini juga dapat dijadikan salah satu cara mendekatkan anak dengan huruf. Jika ingin lebih hemat, cari saja gambarnya di internet dan print dalam ukuran besar. Jangan lupa selipkan gambar-gambar kecil dan beri warna cerah. Tempel di tempat yang bisa dijangkau anak, mudah terlihat, dan di area di mana anak sering bermain.


🌸 Buku

Cara terbaik di tahap awal dengan membacakan buku untuk anak sangat disarankan bahkan semenjak masih di dalam kandungan. Bukan hanya meningkatkan ikatan antara orang tua dan anak, membaca buku ternyata juga berperan besar dalam kemampuan literasinya kelak. Bila dilanjutkan hingga setelah lahir, rasa penasaran akan memancing keingintahuan anak untuk melihat, mempelajari, dan berharap bisa melakukan hal yang sama seperti apa yang dilakukan orang tuanya.


Nah, selain membeli buku untuk dibaca bersama anak, beli pula buku khusus anak yang terdapat huruf atau kata-kata singkat. Semakin sering anak melihat huruf, maka semakin cepat pula tersimpan dalam memorinya.  Kuncinya, buku-buku ini mesti sesuai dengan usia anak. Buku untuk balita, tentu berbeda dengan buku untuk usia anak-anak, 'kan? 


🌸 Mewarnai Huruf atau Gambar Berhuruf

Anak suka coret-coret? Beri buku mewarnai saja. Belilah buku dengan pola huruf atau pilihlah buku mewarnai yang dilengkapi dengan huruf. Contohnya buku mewarnai alat-alat transportasi. Selain berisi pola kereta api, mobil, motor, pesawat atau kapal, di bagian bawahnya juga terdapat tulisan nama dari masing-masing alat transportasi tersebut. Jadi, selain mewarnai, visual anak juga tetap terisi dengan huruf-huruf yang tertera.


🌸 Memanfaatkan Teknologi

Jika usia anak lebih besar dan penggunaan gadget sudah menjadi bagian dari permainannya, maka pilihlah game dan media yang tepat agar manfaat positifnya bisa didapat. Saya bukan tipe orang tua yang anti gadget. Nyatanya, gadget sangat membantu anak dalam mempelajari banyak hal. Tentukan aplikasi permainan dan video yang boleh dimainkan anak. Terkait dengan mengajarkan kemampuan literasi, sebaiknya instal aplikasi permainan huruf khusus anak. Jika menonton video daring, pilihlah channel yang mengedukasi huruf dan disukai anak. Jangan lupa batasi juga waktu penggunaan gadgetnya, ya.


Tak ketinggalan, orang tua juga perlu memahami tipe kecerdasan anak agar dapat menentukan metode dan media yang sesuai. Setiap anak belum tentu memiliki tipe kecerdasan yang sama. Saya mengacu pada 9 Tipe Kecerdasan Manusia menurut Howard Gardner sebagai pegangan. Di mana ia mengatakan bahwa semua manusia itu cerdas sesuai dengan tipe kecerdasan masing-masing. Seperti kata Albert Einstein, “Everybody is a genius. But, if you judge a fish by its ability to climb a tree, it will live its whole life believing that it is stupid”. 


9 Tipe Kecerdasan Manusia menurut Howard Gardner

Anak pertama saya lebih mengarah kepada kecerdasan logis-matematis dan kecerdasan verbal-linguistik. Dia lebih mudah menangkap pelajaran atau informasi yang berhubungan dengan angka dan bahasa. Sedangkan anak kedua, terlihat memiliki kecerdasan visual-spasial yang saya simpulkan dari aktivitas menggambarnya setiap hari. Dia bisa mengingat dan menuangkan dalam gambar apa yang dia lihat. Bahkan sangat detail, mulai dari jumlah, warna, hingga printilan yang terkadang saya saja tidak menyadarinya. 


Saya menjadikan ini sebagai dasar untuk memilih media dan cara berinterksi saat mengajari anak membaca dan menulis. Si sulung tak masalah bila hanya menggunakan poster seadanya, tulisan tangan dengan spidol hitam, serta kalimat singkat dan padat. Ia bisa dengan cepat menangkap. Tapi, ini tidak berlaku pada adiknya. Saya mesti menggambarkan huruf C seperti pisang, huruf S seperti ular, atau P seperti bendera berkibar di tiang. Pemilihan medianya pun mesti full gambar dan warna. 


Cara yang sesuai dengan kecerdasan ini jauh lebih efektif. Karena setiap anak itu unik.


✅ Beri Ruang pada Anak untuk Belajar Sendiri

Kenyataan yang sering terjadi pada anak saya adalah menolak ketika diajarkan, namun mampu belajar sendiri di saat tidak ada yang memperhatikan. Misalnya malam ini saya mengajarkan mengeja dengan menggunakan huruf vokal U, ternyata dia hanya melihat sekilas lalu kembali sibuk dengan mainan mobil-mobilannya. Besok siangnya, tanpa diminta, ia akan membaca sendiri tulisan yang tertempel di dinding rumah dengan vokal U ketika saya sibuk memasak. Ini membuktikan bahwa anak butuh waktu untuk belajar sendiri dengan cara mereka. Sebaiknya orang tua tidak melulu memaksa anak mendengarkan, namun beri pula ruang untuk anak berusaha mengembangkan apa yang sudah dia dengar tersebut.


Melakukannya mandiri di rumah, tentu membutuhkan kesabaran ekstra. Menghilangkan pemaksaan dan lebih mengutamakan mood atau ketertarikan anak, tidak bisa memastikan anak menangkapnya dalam sekali coba. Intinya kembali lagi bahwa tidak ada kemampuan yang datang tiba-tiba. Anak dapat menerima apa yang sering didengar dan dilihatnya. 



KUMON Dukung Kemampuan Literasi Anak dengan Cara Menyenangkan dan Tepat

KUMON Dukung Kemampuan Literasi Anak dengan Menyenangkan dan Tepat

Sekarang sudah banyak metode belajar yang begitu menghargai tahapan perkembangan anak. Karena anak memang membutuhkan apa yang sesuai dengannya alih-alih disamaratakan. Seperti Kumon yang menerapkan metode belajar perseorangan, memungkinkan anak dapat belajar pada tingkatan yang tepat.  Anak didampingi belajar sesuai dengan kemampuan dan kecerdasannya, sehingga kemampuan belajar mandiri akan berkembang, melatih cara berpikir, problem solving, dan kepercayaan diri yang akan memaksimalkan potensi belajar mereka.


Kumon yang lahir dari ikatan antara orang tua dan anak, percaya akan potensi siswa yang sangat besar dan ingin mengembangkan kemampuan siswa lebih tinggi lagi.

- Kumon -


Senangnya, Kumon mendukung untuk mendekatkan anak dengan literasi dengan segera karena terbuka mulai dari usia 3 tahun. Tujuannya disesuaikan pula dengan tahapan perkembangan anak. 

  • Usia 3 sampai 4 tahun untuk meningkatkan kepercayaan diri. 
  • Usia 5 tahun sampai 12 tahun untuk membentuk kemandirian dengan kebiasaan belajar secara mandiri.
  • Usia 13 tahun ke atas untuk mendapatkan life skills, seperti disiplin, manajemen waktu yang baik, percaya diri terhadap kemampuan diri, dan tekad untuk menghadapi tantangan.


Les membaca anak akan terasa menyenangkan dan tak membebani. Seperti yang diungkapkan Fidele, salah satu siswa yang les membaca di Kumon dan masih duduk di Kelas TK B, "Aku jadi lancar membaca dan menulis kata-kata pendek. Belajar Bahasa Indonesia sangat menyenangkan!"


Dengan cabang yang sudah tersebar di 60 negara, kursus membaca di Kumon bisa dijadikan orang tua sebagai "sahabat" tepercaya dan tepat untuk menemani perjalanan literasi anak. Malah bagi saya pribadi, sangat sejalan dengan apa yang selalu saya terapkan pada anak-anak, yaitu sesuai tahap perkembangan dan kecerdasan. Upaya mandiri tentu mesti terus diupayakan, tapi dengan adanya tambahan peran dari profesional, tentu hasilnya akan semakin maksimal. Betul, kan?


Program Bahasa Indonesia Kumon mengembangkan kemampuan membaca bacaan tingkat lanjut yang mencakup keterampilan siswa dalam memahami isi bacaan, berpikir kritis terhadap isi buku, membaca buku dalam berbagai genre, dan memiliki kecepatan membaca yang baik. Jika kemampuan membaca bacaan tingkat lanjut telah terbentuk pada diri anak, mereka akan dapat mengembangkan diri mereka sendiri sambil mempelajari banyak hal dari buku.


Keistimewaan program Bahasa Indonesia Kumon adalah belajar membaca dan menulis dengan cara menyenangkan, memperbaiki kecepatan dan ketepatan membaca, meningkatkan minat baca terhadap buku, dan meningkatkan kemampuan pemahaman bacaan tingkat lanjut pada anak. 


Literasi tentu belum cukup bila hanya sekadar lancar membaca dan menulis, tetapi mesti paham apa yang dibaca dan ditulis tersebut. Bisa jadi membacanya sudah fasih, menulisnya sudah jago, apakah sudah yakin bahwa anak-anak kita memahaminya? Inilah yang saya tangkap sebagai "tingkat lanjut" yang dikembangkan di program ini. Membaca, memahami, dan mengolah informasinya. Jadi, kemampuan literasi anak menjadi sempurna.


Meski namanya tingkat lanjut, les membaca dan menulis di Kumon ini benar-benar memperhatikan dari kebutuhan yang sangat dasar. Seperti pengembangan motorik halus yang diperlukan untuk belajar menulis. Saya jadi ingat anak pertama saya yang dulu sulit sekali memegang pensil dengan benar untuk menghasilkan guratan yang kuat. Saya diminta gurunya untuk sering meremas kertas agar bisa lebih menekan pensil. Ternyata, Kumon juga memiliki strategi untuk membantu keterampilan tulisan tangan anak. Misalnya menggunakan pensil yang lebih pendek dan sesuai dengan ukuran tangan agar anak dapat memegangnya dengan lebih stabil untuk hasil tulisan yang juga stabil. Atau mengembangkan keterampilan pra-membaca dengan menautkan kata dan menghubungkan petunjuk arah ke ilustrasi warna-warni di lembar kerja. Sebagai orang tua, strategi-strategi macam ini yang terkadang belum diketahui.


Sekali lagi, kemampuan literasi adalah perjalanan. Setiap anak pasti melalui gerbang yang memulai langkahnya untuk sampai di titik sekarang. Saya merasakan betul besarnya peran orang tua untuk membuka gerbang perjalanan literasi tersebut. Dengan berlimpahnya referensi yang bisa dijadikan sumber belajar, serta tersedianya tempat kursus membaca anak yang memperhatikan tahap kebutuhan belajar anak seperti Kumon, rasanya menjadi pahlawan literasi untuk anak-anak sendiri sangat difasilitasi.


Membacalah untuk mendapatkan pengetahuan tak terbatas.

Menulislah untuk meluaskan pengetahuan tanpa batas.


Mari para orang tua, jadi pahlawan yang membuka gerbang perjalanan literasi menyenangkan bagi anak-anak kita!

Semoga bermanfaat.


Referensi

  • https://id.kumonglobal.com/
  • Instagram @vidyadparamita
  • Kapan Waktu yang Tepat Anak Mulai Belajar Membaca?. Tautan: https://www.halodoc.com/artikel/kapan-waktu-yang-tepat-anak-mulai-belajar-membaca
  • Howard Gardner's Theory of Multiple Intelligences. Tautan: https://www.niu.edu/citl/resources/guides/instructional-guide/gardners-theory-of-multiple-intelligences.shtml

No comments

Sebelum komentar, login ke akun Google dulu ya teman-teman. Jangan ada "unknown" diantara kita. Pastikan ada namanya, biar bisa saling kenal :)