KEBerpihakan Perempuan pada Literasi Digital

No comments
Kenapa sih aku nggak boleh main TikTok?
Kenapa Bunda nggak beliin aku handphone? Padahal Bunda dan Ayah pakai handphone.
Kenapa aku cuma boleh lihat video di YouTube Kids? Kan channel yang mau aku tonton nggak ada di situ, Bun.
Ayo, siapa yang anaknya juga punya seribu pertanyaan mendekati protes serupa ini? Kalau ada, tos problematika keseharian kita sama. 

KEBerpihakan Perempuan pada Literasi Digital

Setelah menjadi ibu, saya semakin sadar bahwa meningkatkan literasi digital bukan lagi untuk kepentingan diri sendiri, melainkan juga demi keluarga dan anak-anak. 

Dulu, saat masih gadis, walau upayanya masih tak seberapa, saya berusaha menambah pengetahuan mengenai dunia digital agar bisa mengikuti perkembangan gaya hidup di ibu kota. Jujur, ketika pertama kali merantau ke Jakarta sekitar awal tahun 2014, jauh sekali perbedaan penggunaan teknologi digitalnya dengan di kampung halaman saya. Sehingga mau atau tidak, saya harus bisa mengikuti arus agar "nyambung" dalam bersosial dan bekerja. 

Apalagi ketika pernah menjadi korban penipuan online (ya, selugu itu saya dulu), saya semakin intens mengikuti berbagai informasi kejahatan digital melalui portal berita. Setidaknya, dengan mengetahui kejahatan digital yang sedang marak terjadi, ketika ada yang mencoba metode serupa ke saya, saya bisa segera sadar. Amit-amit jangan sampai terulang kembali dan menimbulkan kerugian yang lebih besar..

Sekarang, saya tak lagi berjalan sendiri. Aktivitas digital saya bisa saja sangat mempengaruhi keluarga kecil kami. Apalagi anak-anak pun sudah semakin dekat dengan aktivitas digital, ada saja game yang ingin mereka instal atau video baru yang ingin mereka tonton. Kalau saya tak membekali diri dengan literasi digital sebaik mungkin, bagaimana saya bisa mendampingi mereka dengan bijak?

Perempuan harus tahu bahwa dirinya punya peran yang sangat penting untuk menciptakan payung aman dalam berteknologi digital. Baik bagi dirinya saat masih single, hingga jangka panjang setelah menikah dan menjadi ibu. 


Tentang Literasi Digital

Tentang Literasi Digital

Sebelumnya, mari samakan dulu sudut pandang mengenai literasi digital. Apakah mahir menggunakan gadget? Mengikuti unggahan FYP di media sosial? Update dengan aplikasi baru? Lekat dengan penggunaan internet? Atau ada lagi yang lain?

Sebenarnya, literasi digital bukan hanya mahir menggunakan gawai atau up to date dengan sesuatu yang baru dan viral di internet. Kementerian Komunikasi dan Digital (Komdigi) menyatakan bahwa literasi digital mencakup kemampuan untuk mengaskses, memahami, membuat, mengomunikasikan, dan mengevaluasi informasi melalui teknologi digital yang bisa diterapkan dalam kehidupan ekonomi dan sosial

Lebih rincinya, literasi digital memiliki 4 pilar yang menjadi pendekatan agar masyarakat dapat beraktivitas digital dengan positif, produktif, dan kreatif. Siberkreasi memudahkan kita untuk mengingat keempat pilar ini dengan singkatan CABE, yaitu Cakap Digital, Aman Digital, Budaya Digital, dan Etika Digital.

🌸 Cakap Digital

Merupakan kemampuan untuk memahami, menggunakan, serta mengelola perangkat dan platform digital. Sederhananya, ini keterampilan dasar untuk mengoperasikan perangkat keras dan lunak, serta di level yang lebih lanjut bisa berupa skill bahasa pemrograman (coding), desain,  analisis data dan sebagainya. Dengan kemampuan ini, masyarakat dapat beradaptasi dan memanfaatkan digitalisasi dengan lebih optimal.

🌸 Aman Digital

Merupakan kemampuan untuk melindungi diri dan informasi pribadi dari risiko atau kejahatan di dunia digital. Misalnya penipuan, peretasan, pelecehan online, atau cyberbullying. Sehingga masyarakat dapat lebih aman dan bijak menggunakan fasilitas digital.

🌸 Budaya Digital

Merupakan kemampuan untuk memahami norma, nilai, dan budaya yang berkembang di ranah digital. Seperti bagaimana berinteraksi dalam platform digital atau berpartisipasi aktif dan positif dalam masyarakat digital. Ya, layaknya dunia nyata, dunia digital pun punya masyarakat dan kehidupan sosial juga. Sehingga kita butuh kemampuan untuk beradaptasi dan memahami konteks sosialnya. 

🌸 Etika Digital

Bersosial perlu etika agar tidak menyebabkan masalah. Kurang lebih masih sama dengan di dunia nyata, dalam menggunakan teknologi digital pun perlu memperhatikan perilaku dan moral. Seperti  pemahaman tentang privasi, keamanan data, hak cipta, dan tanggung jawab. Jadi, tak bisa asal dan sembarangan bertindak meski sifatnya digital karena rekam jejaknya pasti ada.

Sudah terbayang kan apa itu literasi digital? Kira-kira dari keempat pilar tersebut, mana yang sudah kita miliki? Baru satu, dua, atau sudah semuanya? Saya pun masih terus berusaha agar dapat mengikuti perkembangan keempat kemampuan tersebut. Soalnya dunia digital juga terus berkembang, pasti ada saja yang baru.

Indeks Literasi Digital Nasional berdasarkan gender

By the way, tahu enggak, berdasarkan data APJII, 79,50% penduduk Indonesia sudah terkoneksi internet di tahun 2024, lo. Kalau dikonversi, sekitar 221.563.479 jiwa dari total populasi 278.696.200 jiwa. Banyak banget, kan? Namun, Indeks Literasi Digital Nasional pada 2022 membuktikan bahwa literasi digital belum menyentuh menyeluruh, yaitu di angka 3,54 dari skala 1-5. Dan laki-laki memiliki Indeks Literasi Digital lebih tinggi di semua pilar dibandingkan perempuan, kecuali di pilar Digital Culture yang menunjukkan nilai indeks yang sama.

Meski saya tidak menemukan data terbarunya, ini sudah cukup menjadi dasar bahwa masih banyak masyarakat Indonesia yang belum terliterasi digital. Jangan sampai kita menjadi salah satunya karena dampak dan risiko yang mungkin terjadi tidak bisa lagi dianggap sepele. Digitalisasi sudah memasuki segala lini dan menjadi gaya hidup masa kini.


Saya Alami Sendiri, Ini Pentingnya Literasi Digital untuk Perempuan

Saya Alami Sendiri, Ini Pentingnya Literasi Digital untuk Perempuan

Pertanyaan anak-anak saya di awal tadi, baru satu alasan. Bila ditarik ke pengalaman saya jauh ke 10 tahun lalu, terdapat beberapa kejadian lagi yang menjadi alasan saya untuk mengajak seluruh perempuan agar tak lagi acuh dengan pentingnya literasi digital. Buruknya mari kita jadikan pelajaran bersama, dan semoga baiknya bisa diaplikasikan untuk mewujudkan lebih banyak kebermanfaatan. 

✅ Perempuan Termasuk Kelompok Rentan terhadap Kejahatan Digital

Saya pernah menjadi korban penipuan melalui media sosial. Rugi lima juta rupiah yang nominalnya tak kecil bagi seorang perantauan yang baru bekerja beberapa bulan. Karena tidak sering berkontak lagi dengan salah seorang sahabat lama, saya tidak tahu kalau akun media sosialnya dibajak. Saya tidak curiga sama sekali. Gaya bahasanya sama persis, pakai bahasa minang pula. Bahkan menceritakan tentang anggota keluarganya yang saya kenali. Si pembajak juga tahu domisili saya sekarang, pekerjaan saya, serta keluarga saya. 

Ketika tawaran membuka usaha bersama ia luncurkan, tanpa pikir panjang saya setujui. Soalnya kami pernah membuka usaha bersama saat kuliah. Lagi pula saya sudah bekerja waktu itu, bisa mengambil modal dari tabungan sendiri. 

Hingga saya sadar ketika akun itu menghilang seketika, tepat setelah transferan yang ke lima juta dinyatakan berhasil. Saya bisa apa? Hanya bisa pasrah dan mengevaluasi diri. Andai saya mengikuti berita penipuan lewat media sosial yang sedang marak terjadi, mungkin lima juta saya tidak hilang percuma. 

Perempuan Termasuk Kelompok Rentan terhadap Kejahatan Digital

Bukan karena kebetulan saya perempuan dan menjadi korban penipuan. Menteri Komdigi Meutya Hafid mengungkapkan bahwa perempuan memang kerap menjadi korban utama berbagai kasus kejahatan di dunia maya, seperti penipuan transaksi keuangan, deepfake, dan menjurus ke arah eksploitasi pornografi.  

Data pun turut membuktikan. Seperti pada laporan SAFEnet, mencatat 480 aduan kekerasan berbasis gender online (KBGO) pada triwulan I tahun 2024, di mana lebih dari setengahnya diadukan oleh perempuan dengan jumlah 293 aduan. 

Begitu pula sorotan Direktur Literasi dan Edukasi Keuangan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Horas V.M Tari terhadap perempuan, khususnya ibu rumah tangga, yang rentan terkena jebakan pinjaman online ilegal dan penipuan uang.  Di mana yang kerap terjadi adalah jebakan investasi bodong, money scam, social engineering, hingga penipuan PIN atau kode One Time Password (OTP). 

Selain itu, perbedaan penggunaan otak sangat memengaruhi perilaku perempuan yang cenderung lebih baik dalam merasakan pesan emosional dalam percakapan, gerak tubuh, dan ekspresi wajah, yang membuatnya lebih sensitif. Sementara, laki-laki cenderung bertindak berdasar fakta dan logika. 
Pada akhirnya, perilaku perempuan ini dimanfaatkan oleh pelaku kejahatan untuk melancarkan aksinya. Belum lagi maraknya love scamming, penipuan berkedok cinta yang korbannya tetap lebih banyak perempuan. 

Namun, segala kerentanan tersebut akan bisa diatasi ketika perempuan mau membuka diri untuk terus meningkatkan literasi digitalnya. Meski perempuan lebih unggul dalam merasakan emosional dan perasaan, bukan berarti tidak dapat berlogika. Literasi yang baiklah yang berperan besar didalamnya. Sehingga bisa lebih waspada terhadap gerak-gerik kejahatan digital agar tak menjadi korban. Ataupun bila terlanjur menjadi korban, tahu harus melakukan apa setelahnya agar dampak yang ditimbulkan bisa diminimalkan.

Meski perasaan lebih unggul, jangan sampai terlalu jomplang dengan penggunaan logika. Setidaknya bisa diusahakan mendekati imbang, 50% perasaan : 50 % logika. Jangan membiarkan di 90% perasaan : 10% logika. Bahaya!


✅ Literasi Ibu Dukung Aktivitas Digital Anak yang Aman dan Positif

Literasi Ibu Dukung Aktivitas Digital Anak yang Aman dan Positif

Yang bisa menjadi ibu tentu hanya perempuan. Dan ibu punya andil besar untuk mendampingi aktivitas digital anaknya.

Selain perempuan, anak juga termasuk kelompok rentan terhadap kejahatan digital. Namun, perlu diperhatikan juga bahwa anak-anak zaman sekarang juga menjadi generasi yang berpotensi mendapat banyak hal positif dari aktivitas digital. Saya melihat buktinya dari anak-anak saya sendiri.

Bukan bermaksud membandingkan, saya adalah orang tua yang membuka akses digital pada anak-anak. Tentu ada alasannya. Anak-anak bisa belajar banyak hal baru dari aktivitas digital mereka, bahkan untuk sesuatu yang saya sendiri saja belum tahu. Misal belajar berhitung, membaca, berbahasa asing, hingga mengenal antariksa, tubuh manusia, atlas dunia, dan fakta-fakta tentang keseharian.

Misalnya, ketika tangan saya menempel dan tidak bisa dilepas ketika terkena lem Korea, si sulung memberi tahu bahwa larutan garam bisa membantu melepaskan rekatannya. Ternyata benar! Dan itu ia ketahui dari video YouTube di channel Sisi Terang. Begitu pula dari game yang mereka mainkan, entah sudah berapa kata dalam Bahasa Inggris yang mereka dapatkan. Sekalian melatih pronunciation. Sedangkan si bungsu, malah bisa mengeksplor kemampuan menggambar melalui segala jenis visual yang ia lihat di gawainya.  Karena ia memang berbakat menggambar. Pokoknya, banyak sekali hal positif yang didapatkan anak-anak.

Tapi, kalau tidak diawasi dan didampingi, bisa-bisa kerentanan terhadap dampak buruk digitalisasi akan lebih membahayakan. Di usia mereka, tentu belum bisa mencari literasi digital secara mandiri. Orang tualah yang paling tepat memberikan literasi itu. 

Berhubung saya lebih sering bersama anak-anak, saya paham betul bahwa literasi digital saya akan sangat menentukan kemanan dan kenyamanan aktivitas digital anak-anak. Misal ketika mereka bertanya kenapa tidak boleh menggunakan TikTok, saya bisa menjelaskan dengan lebih baik karena sudah tahu bahwa beragamnya jenis konten dapat berdampak buruk pada mereka. Saya contohkan konten-konten horor, bikin takut, kan? Padahal itu belum tentu nyata.

Untuk penggunaan handphone, selain anak-anak belum membutuhkannya, saya jelaskan pula risiko penipuan atau penculikan yang mungkin saja menyasar mereka. Saya contohkan dengan telepon yang mengaku-ngaku sebagai bunda atau ayah, serta sedikit tentang kemajuan AI yang telah mampu meniru suara bahkan video. Mereka pun bisa memahami.

Begitu pula dengan pembatasan penggunaan aplikasi tertentu dan waktu bersama gadget. Saya selalu mempertimbangkan banyak hal berdasarkan pengetahuan yang saya miliki. Kalau aplikasi yang hendak mereka instal masih asing di telinga, minimal saya searching dulu dan melihat batas usia pengguna yang biasanya disertakan di AppStore atau Google Play. 

Termasuk juga ketika ada tautan aneh yang disuruh klik, pengisian data diri atau pesan-pesan yang mencurigakan, saya beri pula edukasi agar mengabaikannya saja dengan memberi alasan dalam bahasa sederhana. 

Dampak positif dan negatif penggunaan teknologi digital pada anak

Untungnya digitalisasi juga mempermudah saya untuk mencari segala informasi yang dibutuhkan. Soalnya berbeda dengan kita dulu, anak sekarang tak akan mau dilarang atau dibatasi kalau tidak jelas alasannya. Pasti ditanya "kenapa?"

Jangan sampai membebaskan anak-anak beraktivitas digital tanpa pendampingan, ya. Apalagi menyematkannya "gaptek" ke diri sendiri dan menormalisasinya. Ingat, tak bijak bergawai, bisa sangat riskan terhadap psikologis, tumbuh kembang, cara berpikir, hingga bagaimana anak berinteraksi dan bersosial. Lagi-lagi, literasi digital ibu sebagai orang tualah yang bisa mengarahkannya. Sehingga digitalisasi dapat memberikan sebaik-baiknya manfaat dalam proses belajar dan kreativitas mereka.

✅ Kesetaraan untuk Berdaya

Kesetaraan untuk Berdaya

Saya sungguh berterima kasih pada perkembangan digital yang membuka kesempatan berdaya pada ibu rumah tangga seperti saya. Produktivitas, mengembangkan diri, berlaku kreatif, hingga mencari cuan, menjadi memungkinkan dilakukan siapa saja bahkan bagi mereka yang terbatas secara mobilitas. 

Bila di dunia nyata masih ada saja kesenjangan yang terjadi antara perempuan dan laki-laki untuk berdaya, seperti budaya patriarki, pandangan sosial yang menganggap laki-laki lebih mampu dari perempuan untuk melakukan tugas/pekerjaan tertentu, atau tugas rumah tangga dan pengasuhan yang masih dibeban hanya pada ibu, di dunia digital, kesenjangan ini tak lagi berlaku. Perempuan yang bahkan kesehariannya disibukkan oleh anak dan tumpukan cucian, tetap bisa berdaya berkat adanya teknologi digital.

Saya bisa aktif menjadi bloger, melatih kemampuan menulis, menerbitkan buku, hingga memperoleh kemampuan dan relasi yang tak pernah terbayangkan sebelumnya akan saya dapatkan, adalah berkat digitalisasi. 

Begitu pula teman-teman saya sesama ibu rumah tangga yang akhirnya bisa sukses berjualan online, mendapatkan pekerjaan yang bersifat Work from Anywhere (WFH), berhasil meraup penghasilan besar, dan melanjutkan pendidikan di mana kini sudah mulai banyak universitas memfasilitasi proses belajar mengajar secara daring. Terserah mau di desa atau di kota, selama internet masih menghubungkan, kesetaraan dalam berdaya akan tetap bisa dirasakan semua perempuan di belahan di dunia ini.

Tentu tidak langsung bisa, tetap didukung dengan literasi digital. Mana mungkin saya tahu cara mengelola blog dan memanfaatkan peluang dari sini kalau tidak diimbangi dengan literasi digital yang terus diperbarui. Mana mungkin pula produk yang dijual secara online itu akan laku di pasaran kalau tidak meningkatkan literasi digital. 

Berkat digitalisasi, kesetaraan untuk berdaya tak lagi sebatas angan.

Dari sini, sudah terbayang bukan betapa pentingnya literasi digital bagi perempuan? Bisa saja pengalaman perempuan lain di luar sana tentang literasi digital jauh lebih beragam. Apa pun itu, saya yakin, tak ada satu pun yang akan memungkiri pentingnya memiliki literasi yang memadai agar bisa beradaptasi serta beraktivitas dengan aman dan positif di dunia digital.

Mewujudkan literasi digital yang menyeluruh bagi semua perempuan memang butuh gandengan banyak pihak. Namun, yang paling menentukan keberhasilannya adalah kemauan dan kesadaran dari perempuan itu sendiri.


13 Tahun KEB, #KEBerpihakan pada Literasi Digital

13 Tahun KEB, #KEBerpihakan pada Literasi Digital

Menyadari akan pentingnya literasi digital dan berupaya untuk meningkatkannya, bisa dikatakan bahwa ada keberpihakan yang tumbuh dalam diri kita. Lebih tepatnya, keberpihakan pada literasi digital. Bila merujuk pada pengertiannya, keberpihakan ini tentu tidak terbatas pada kemauan belajar saja, namun juga bagaimana mengimplementasikannya dalam kehidupan dan turut aktif dalam penyebarluasannya. Menurut saya begitu.

Meski sebenarnya keberpihakan pada literasi digital ini bisa diupayakan sendiri, tetap akan jauh lebih maksimal bila kita bergabung dalam circle yang mengupayakan hal sejalan. Prosesnya akan lebih menyenangkan. Aliran semangatnya pasti selalu memotivasi.

Di ulang tahun komunitas Kumpulan Emak Blogger (KEB) yang ke-13 Januari 2025 ini, pas sekali mengangkat tema #KEBerpihakan pada Literasi Digital. Tapi bukan berarti KEB baru akan memulai, karena sudah sejak tahun-tahun sebelumnya KEB sudah aktif mengajak para anggotanya untuk membekali diri dengan literasi digital. Apalagi bloger juga termasuk dalam aktivitas digital, tentu sangat membutuhkan bekal ini agar lebih produktif dan kreatif lagi. 

Sejak memutuskan menjadi bloger, KEB menjadi komunitas blogger pertama yang saya masuki. Kira-kira 6 tahun lalu. Di KEB pula untuk pertama kalinya saya merasakan bagaimana euforianya memenangkan kompetisi blog. Dan tanpa sadar, itu seakan menjadi batu pijakan saya untuk tak lagi meragukan kemampuan diri. Akan ada saatnya karya kita diapresiasi bila terus memberi yang terbaik dan mau berlatih.

Meski masa bergabungnya saya tak lebih dari setengah usia KEB sekarang, pengalaman seru dan padat ilmu sudah saya rasakan di sini. Terutama dalam literasi digital, yang memang tengah menjadi fokus KEB.

Ditambah pula Mak Mira Sahid, Founder KEB, merupakan Wakil Ketua Umum Siberkreasi. Tentu jalan untuk lebih dekat dengan informasi atau edukasi terkait literasi digital semakin terbuka. Tidak heran bila sudah banyak kegiatan KEB yang berkolaborasi dengan berbagai pihak dalam upaya peningkatan literasi digital, terutama untuk perempuan dan emak-emak seperti saya. 

Terdekat yang paling berkesan karena bersykur bisa hadir, adalah di ulang tahun KEB ke-12 tahun lalu. Tema yang diusung adalah Peran Perempuan di Ruang Digital. Sebagai perempuan yang produktivitasnya tak akan menyala kalau bukan karena digitalisasi, tentu tema seperti ini selalu menarik. 
  • Mak Mira Sahid menggaungkan bagaimana perempuan dapat berinovasi dalam dunia digital dengan kesempatan yang sangat terbuka. Semua perempuan bisa mengembangkan ide, gagasan, atau kreativitasnya dengan lebih bebas.
  • Ibu Thata Apriatin, Manager Security Operation Center Telkomsel, menjelaskan bagaimana perempuan dapat mengakses fasilitas digital dengan aman dan terhindar dari kejahatan. Jangan asal share informasi pribadi. Kita mesti tahu informasi apa saja yang bisa dipublikasikan dan yang tidak.
  • Mbak Zaitun Hamid, Profesional Host Streaming, menunjukkan bagaimana cara menjadi streamer yang mampu menarik pembeli dan menghasilkan cuan. Ini pertama kalinya saya mendapat ilmu tentang live di Shopee yang sebelumnya hanya sekadar menjadi penonton saja. Malah saya bagikan juga ilmu dan semangatnya ke suami yang kebetulan memiliki online shop di e-commerce.
  • Terakhir, Mbak Zata Ligouw yang entah sudah berapa kali saya mengikuti kelasnya. Sebagai Digital Personal Branding Practitioner, tentu yang diajarkan tentang bagaimana membangun personal branding sesuai dengan aktivitas digital yang dilakukan.

Pulang-pulang langsung nambah banyak ilmunya. Acara besar tahun lalu ini bisa menjadi gambaran akan fokus KEB terhadap literasi digital. Makanya saja jabarkan satu-satu pembicaranya dan ilmu yang diberikannya. KEBerpihakan untuk literasi digitalnya tidak setengah-setengah dan intens. Semoga saya bisa merasakan hujanan ilmu seperti ini terus bersama KEB. 

Masih banyak lagi kegiatan KEB yang berpihak pada penguatan literasi digital

Tentu masih banyak lagi kegiatan KEB yang berpihak pada penguatan literasi digital. Seperti keikutsertaan dalam acara "Gemilang Indonesia Emas" Gerakan Meningkatkan Literasi Kesehatan Secara Digital bersama Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM), serta Ibu Cerdas Digital: Bersama Lindungi Keluarga dari Ancaman Digital bersama Komdigi di Desembar 2024 lalu. KEB pasti selalu terbuka untuk mengajak seluruh anggotanya.

Penguatan ilmu terkait blogging dan kepenulisan yang menjadi latar belakang utama para member KEB juga tak pernah putus dibagikan. Spesialnya, diimbangi pula dengan pengangkatan isu-isu terkini yang tak kalah dibutuhkan, misalnya kesehatan mental, bisnis produk digital, parenting, hingga urusan keuangan dan dapur. Bahkan juga bisa saling sharing tulisan blog sesuai tema di Facebook Grup KEB. Biar bisa sama-sama belajar dan berbagi ilmu.

Mewadahi untuk belajar dan saling berbagi, itulah KEB di mata saya. Kekuatan perempuan diakui dan dihargai di sini. Perempuan pun didorong menyadari hak yang sama untuk ambil bagian dalam dunia digital agar dapat memberi kebermanfaatan bagi dirinya, keluarga, dan sekitar. 

Saya sangat berharap KEB bisa terus peduli dan merangkul seluruh perempuan agar dapat terus berkembang tanpa batas di era digitalisasi dengan positif dan kreatif. Kegiatan-kegiatan peningkatan literasi digital, pasti akan semakin membuka mata dan pikiran bahwa perempuan memiliki kekuatan dan potensi yang sama besarnya untuk tetap berdaya dan sukses dengan caranya.

Selamat ulang tahun yang ke-13, KEB. Jalan ke depannya tentu akan lebih panjang. Jangan pernah putus membersamai kami para perempuan dan emak-emak ini untuk terus berdaya. Terutama di limpahan potensi dan kesempatan dalam dunia digital.

Panjang umur dan terima kasih!


Referensi:

  • Status Literasi Digital di Indonesia 2022
  • Survei Penetrasi Internet Indonesia 2024 oleh APJII
  • 4 Pilar Literasi Digital – CABE (Cakap Aman Budaya Etika). Tautan: https://gnld.siberkreasi.id/modul/
  • 5 Alasan Ilmiah Wanita Lebih Mengutamakan Perasaan daripada Logika. Tautan: https://www.idntimes.com/science/discovery/eka-amira/alasan-ilmiah-wanita-mengutamakan-perasaan-daripada-logika-exp-c1c2
  • Komdigi: Perempuan Jadi Korban Terbanyak Kejahatan Digital. Tautan: https://www.bloombergtechnoz.com/detail-news/55238/komdigi-perempuan-jadi-korban-terbanyak-kejahatan-digital
  • Literasi Digital Indonesia. Tautan: https://data.komdigi.go.id/article/literasi-digital-indonesia
  • OJK Ungkap Penyebab Ibu Rumah Tangga Kerap Terjebak Pinjol Ilegal. Tautan: https://finansial.bisnis.com/read/20230831/563/1690152/ojk-ungkap-penyebab-ibu-rumah-tangga-kerap-terjebak-pinjol-ilegal
  • SAFEnet: Kekerasan Berbasis Gender Naik, Terbanyak Usia 18-25 Tahun. Tautan: https://www.cnnindonesia.com/teknologi/20240509094321-192-1095678/safenet-kekerasan-berbasis-gender-naik-terbanyak-usia-18-25-tahun

No comments

Sebelum komentar, login ke akun Google dulu ya teman-teman. Jangan ada "unknown" diantara kita. Pastikan ada namanya, biar bisa saling kenal :)