Andai saya tahu beliau menanggung sakit di kali terakhir kami bertemu, akan saya peluk seerat mungkin dan berada di sisinya sampai malam. Bukan langsung pulang ketika Buk e bilang, "Nov, kamu pulang aja. Anak-anakmu menunggu di rumah." Sedih sekali rasanya, menyadari bahwa itu kalimat terakhir yang saya dengar langsung dari beliau.
Ya, kami memanggil Kirana Kejora, pengampu Elang Nuswantara, dengan sebutan Buk e. Bagi saya, itu bukan sekadar panggilan. Nyatanya, beliau memang menjadi sosok ibu yang begitu banyak mencurahkan ilmu, serta sosok ibu yang memberi apresiasi terbesar pada aktivitas menulis dan buku yang saya tulisa. Ah, bahkan sekarang saya sudah rindu dimarahi lagi seperti ketika ada kesalahan kaidah penulisan di unggahan media sosial atau lupa mencantumkan pemilik dari sebuah karya yang saya pakai.
Baca juga: Peluncuran 3 Buku Prosa Budaya Elang Nuswantara, Dikemas Elegan Di Perpustakaan Nasional RI
Kini, ibu menulis saya sudah kembali ke pangkuan yang Maha Kuasa, Allah Subhanahu Wa Ta'ala. Rabu dini hari, 7 Mei 2025, di Rumah Sakit Pusat Angkatan Laut (RSPAL) Surabaya, di usia 53 tahun. Sama seperti kebanyakan pihak yang menganggap ini mendadak, meski beberapa kali saya melihat unggahan beliau tengah dirawat, tubuh saya serasa hilang pijakan saat mendengar kabar duka itu. Ingin menolak untuk percaya, tapi Sang Penentu Takdir sudah memutuskan.
Di momen ini, untuk pertama kalinya saya menangis mendengar lagu Gala Bunga Matahari oleh Sal Priadi saat menjadikannya backsound dalam unggahan foto saya bersama Buk e di media sosial pada hari yang sama, dengan menyertakan ungkapan terima kasih yang sudah tak bisa lagi dilihatnya.
Ceritakan padaku
Bagaimana tempat tinggalmu yang baru
Adakah sungai-sungai itu benar-benar
Dilintasi dengan air susu?
Juga badanmu tak sakit-sakit lagi
Kau dan orang-orang di sana muda lagi
Semua pertanyaan, temukan jawaban
Hati yang gembira, sering kau tertawa
Benarkah orang bilang
Dunia memang suka bercanda
Andai Buk e bisa cerita sekarang, kepada kami anak-anak Elang (istilah untuk anggota Elang Nuswantara) pasti sudah panjang sekali cerita yang disampaikannya dengan pola pikir filosofis. Di mana semua hal di dunia ini saling terkait dan kita mesti peka dengan hal sekecil apa pun di Semesta. Buk e memang suka bercerita.
Pertemuan Pertama dengan Kirana Kejora
Meski hanya tatap muka daring, semangat Kirana Kejora sudah membuat saya jatuh cinta. Saya masih ingat cerita beliau ketika baru-baru menjadi penulis dan menawarkan buku yang masih dicetak sendiri ke toko-toko buku satu per satu. Benar-benar semanual itu! Tak kenal kata menyerah, meski tentu saja tak mudah.
Hingga akhirnya buku-buku beliau kini banyak yang best seller dan beberapa telah diangkat ke film layar lebar. Diperankan oleh artis-artis besar pula, seperti Vino G. Bastian di film Air Mata Terakhir Bunda dan Fedi Nuril di film Ayah Menyayangi Tanpa Akhir. Memang kualitas tulisan, permainan diksi, hingga ide yang dituangkan dalam setiap buku seorang Kirana Kejora, mencerminkan kemampuan dan upaya yang tidak setengah-setengah.
Dari sana, saya sudah berniat mengikuti langkah beliau.
Saya kembali mengikuti kelas-kelas dari penyelenggara lain yang beliau isi, bergabung dengan komunitas Elang Nuswantara, serta menjadikan pencapaian beliau sebagai tujuan saya kelak di masa depan. Siapa yang tidak ingin menjadi penulis ternama dengan karya luar biasa, dipercaya sebagai pembicara oleh instansi pemerintah, serta memiliki wadah komunitas untuk mewarisi ilmu dan melahirkan generasi penulis baru?
Intinya, Buk e Kirana Kejora adalah panutan dan inspirasi saya dalam dunia menulis. Serta IBU yang senantiasa merangkul, memarahi kalau salah, dan mengapresiasi paling besar atas karya anaknya. Makanya kepergian beliau membuat saya merasa sangat kehilangan. Layaknya anak yang kehilangan ibu.
Buk e Kirana Kejora Memberikan Panggung Besar untuk Buku Saya Blogging for Moms
"Bukumu memang nonfiksi. Cuma, ini kan menceritakan kisah perjalananmu." Itu yang beliau katakan. Diulang kembali ketika sesi bincang di depan ratusan penonton. Merinding.
Tanpa meragukan apakah saya bisa atau tidak, malah saya sendiri yang ragu dengan kapasitas diri, Buk e memberikan panggung sebesar dan semegah itu di auditorium Perpustakaan Nasional RI Jakarta untuk saya memperkenalkan buku Blogging for Moms. Saya bernyanyi, bernarasi, dan memang ternyata saya bisa! MasyaAllah. Itu karena sokongan ibu saya, Kirana Kejora.
Bahkan ini menjadi apresiasi terbesar yang saya rasakan selama 8 tahun aktif menulis. Di mata beliau, semua karya tulis itu bernilai dan tak ada satu pun yang tak layak mendapat penghargaan. Tak peduli apakah dari ketikan penulis pemula atau penulis emak-emak yang masih perlu banyak belajar seperti saya. Terima kasih, Buk e. Terima kasih. Walau saya berharap masih ada waktu untuk saya merasakan hal yang sama berkali-kali lagi.
Pesan yang Tak Akan Pernah Saya Lupa
Misalnya, "Jangan pernah hitung-hitungan sama Semesta."
Jleb. Ini ngena banget di saya. Sebelumnya saya masih banyak berpikir soal untung-rugi ketika hendak berbuat sesuatu. Dihajar habis-habisan oleh satu kalimat saja. Semesta tak pernah tak adil. Bagaimana kita berperilaku, bertindak, beraktivitas, atau apa pun itu, begitu pula lah Semesta akan membalasnya. Tak melulu dengan kebaikan serupa. Hanya saja, kita terkadang tidak peka.
Ada lagi. "Aku orangnya enggak mau rugi."
Dalam tanda kutip, ini tentang menulis, ya. Saat itu beliau menceritakan bahwa perjalanan yang dilakukan, selalu ditulis supaya tidak hilang begitu saja. Contohnya mengunjungi cagar budaya apa, nah, itu mesti ditulis. Jadi tidak menguap begitu saja. Ada jejak kenangannya dan bisa pula menjadi ide naskah buku baru. Ini yang menjadi penggerak saya membuat blog kedua tripalakita.com yang menampung perjalanan saya dan keluarga ke mana-mana. Walau masih butuh waktu untuk berkembang, setelah hampir setahun, sekarang pengunjung blog "bayi" ini sudah hampir 200 per hari.
Kalau diingat lagi, bisa tidak ada ujungnya artikel ini. Banyak sekali kata-kata Buk e Kirana Kejora yang penuh makna. Baik itu dalam menulis, maupun untuk dipraktikkan dalam keseharian. Yang jelas, semuanya baik dan Buk e tak pernah pelit berbagi hal baik.
Ya Allah, kangennya.
Baca juga: Antologi Cerpen Filmis Wastra Grantha Asmaraloka: Kain Nuswantara dalam Kisah
Saya yakin, Buk e tidak ingin kesedihan mengiringi kehidupan barunya. "Jangan mau diamuk rasa." Melalui tulisan yang tidak seberapa ini, saya ingin mengucapkan jutaan terima kasih untuk Ibu yang telah mengajarkan limpahan ilmu perihal menulis dan hidup. InsyaAllah akan selalu saya upayakan untuk melanjutkan semangat literasi yang telah Buk e warisi, dengan cara saya sendiri. Semoga semua ilmu yang telah diturunkan, menjadi amal jariyah yang memberikan lampu terang.
Selamat jalan Kirana Kejora.
Selamat jalan, Ibu. Sampai ketemu lagi di Semesta yang lain dengan izin-Nya. Aamiin.
No comments
Sebelum komentar, login ke akun Google dulu ya teman-teman. Jangan ada "unknown" diantara kita. Pastikan ada namanya, biar bisa saling kenal :)