Baby Blues Syndrome

No comments
Source : freepik.com

Jika kebanyakan ibu yang baru melahirkan merasa bahagia, tidak denganku. Entah kenapa didalam kebahagiaan yang kurasakan, aku merasa terbebani dengan bayiku, Byan (aku merasa bersalah menulis ini sekarang, tapi ya itulah yang kurasakan). Saat pertama Byan diantar suster ke kamarku, aku sudah mulai merasakan perasaan yang tak enak. Mulai dari aku yang harus bangun setiap Byan menagis padahal bekas operasi masih terasa begitu nyeri, asi yang tidak keluar selama dua hari, dan banyak lagi hal lain yang saat itu kurasa begitu membebani. Aku merasa capek, tidak bisa tidur, kurang istirahat, tidak nafsu makan, perasaan tidak enak, tidak nyaman, duuh pokoknya campur aduk deh.
Selama di rumah sakit masih ada bel yang bisa aku pencet jika merasa panik. Bantuanpun akan segera datang. Tapi saat aku sudah pulang ke rumah, aku tidak lagi mempunyai bel itu. Aku merasa sendiri. Walaupun seminggu pertama ada mama dirumah yang menemani, tapi tetap juga aku merasa sendiri. Suamiku harus berangkat kerja.

Bahkan aku sampai di satu titik puncak yang membuatku benci dengan Byan (maafkan bunda nak), aku tidak mau punya anak lagi, cukup sekali ini saja aku merasakannya.

Tak terhitung lagi berapa kali aku menangis disetiap harinya. Apalagi malam hari saat Byan menangis ketika aku baru saja memejamkan mata. Rasanya kesal sekali. Ditambah lagi melihat suamiku yang masih nyenyak tertidur tanpa peduli sedikitpun (padahal ini cuma persaanku saja, kan dia juga capek kerja seharian). Saat Byan kuning terkena ruam popok, kulitnya terkelupas, menolak menyusu karena asi deras, aku makin merasa tertekan. Aku selalu merasa sendiri, benar-benar sendiri. Apakah semua ibu merasakan ini? Kok rasanya mereka yang punya bayi senang-senang aja, nggak tertekan seperti yang kurasakan? Apakah aku ibu yang jahat? 
Mungkin hal lain yang sebelumnya aku anggap sepele, sekarang malah menjadi hal besar. Contohnya saja aku merasa benci jika melihat suamiku saat melihat HP. Bahkan aku bisa teriak-teriak saking marahnya. Aku selalu merasa tak adil saat melihat suamiku tertidur pulas. Kan ini anak berdua? Kok malah enak-enaknya lepas tangan begitu. Yah begitulah yang kupikirkan. Padahal suamiku selalu berusaha pulang kerja tepat waktu, bahkan mau libur saat aku memintanya. (maafkan aku suamiku..).

Bebanku makin bertambah saat mamaku pulang ke Padang. Aku makin merasa sendiri. Untung saja saat itu masih ada yang bantu-bantu dirumah. Tapi dia hanya datang pagi dan pulang siang ketika kerjaan sudah selesai. Aku mau sholat juga belum bisa karena dalam masa nifas. Ya paling nggak kalo aku sholat bisa merasa lebih tenang. Aku hanya bisa berdoa biar bisa diberi ketenangan menghadapi ini dan berusaha sabar menjalaninya.

Hampir dua bulan aku merasakan hal ini. Akhirnya baby blues syndrome yang kurasakan berangsur membaik. Aku semakin menikmati hari-hariku bersama Byan. Sudah mulai santai jika terbangun malam saat Byan menangis sambil melihat suamiku tertidur dengan nyenyak. Aku sudah menyesuaikan diri dengan keadaan.

Sebenarnya yang dibutuhkan oleh ibu yang mengalami baby blues syndrome adalah dukungan dari keluarga terdekat, apalagi suami. Ikut berperan membantu mengerjakan pekerjaan rumah, mengganti popok bayi, kalau bisa memandikan bayi dan menemani atau memberi semangat saat ibu menyusui bayi diminggu-minggu pertama. Nanti makin lama juga akan hilang sendiri. Seperti aku sekarang yang sangat menikmati menjadi seorang ibu sehingga memutuskan untuk berhenti kerja.

Semangat Ibu! Baby blues syndrome ini wajar kok dialami oleh ibu baru. Tapi jangan lama-lama ya. Jalani aja dengan pikiran positif. Selalu ceritakan apa yang dirasakan kepada suami. Jadilah wanita tangguh! Rasakanlah betapa luar biasanya menjadi seorang Ibu. 

Semoga bermanfaat.

No comments

Sebelum komentar, login ke akun Google dulu ya teman-teman. Jangan ada "unknown" diantara kita. Pastikan ada namanya, biar bisa saling kenal :)