Berhenti Kerja Demi Anak

4 comments
Source : freepik.com
Hai moms, adakah yang lagi merasakan hal yang sama? Yang lagi galau milih ngerawat anak sendiri atau tetap bekerja? Inilah yang kurasakan beberapa minggu yang lalu. 

Batin seorang ibu nggak bakalan bisa bohong, pasti ingin selalu dekat dengan anaknya dan bisa melihat setiap tumbuh kembangnya. Sebelum aku melahirkan anak pertamaku Byan, tak pernah sedetikpun aku berpikir untuk berhenti kerja. Mengingat betapa kerasnya perjuanganku agar bisa lulus seleksi CPNS di salah satu instansi pemerintah yang tergolong oke dan sampai akhirnya aku diangkat menjadi PNS di kantor pusat Jakarta. Aku sudah mempunyai pegangan hidup sampai aku tua nanti. Tak terkira kebahagiaan orang tuaku saat itu karena aku bisa menjadi anak yang membanggakan mereka. Yang pasti saat anakku lahir nanti, setelah 3 bulan dan masa cuti berakhir, Byan ditinggal di rumah bersama pengasuh. Simple. Begitulah yang kebanyakan ibu pekerja lakukan dan aku menganggapnya wajar. Apalagi aku PNS yang kerjanya lebih santai dari pada karyawan swasta. Masih bisa pulang lah kalau ada masalah yang mendesak.

Tapi semua itu berubah setelah Byan hadir. Aku mulai berubah pikiran.

Kok rasanya nggak tega ya ninggalin anak sama pengasuh? Nanti kalo pengasuhnya nggak sabar terus Byan diapa-apain gimana? Apalagi banyak berita pengasuh yang menganiaya anak bahkan ada yang sampai meninggal. Atau dititipkan di daycare aja? Kan pengasuhnya lebih berpengalaman? Tapi kok masih nggak yakin ya takut Byan diapa-apain juga, kan aku nggak ada disana buat ngawasin. Cari daycare yang ada cctv onlinenya aja biar bisa mantau dari kantor? Tapi kok ya batinku masih tetap nggak terima ya? Kok aku ibunya malah milih buat ngurusin berkas-berkas dikantor? Apalagi dengan beban kerja yang nggak begitu berat. Disaat aku santai begitu apakah Byan juga lagi ketawa? kalau dia lagi ketawa, malah ketawanya sama orang lain bukan sama aku. Atau malah lagi nangis? Aku malah nggak ada disana buat memeluknya. Aku merasa jadi orang yang egois. Byan lebih butuh aku sebagai ibunya, bukan orang lain.


Saya sebagai anak yang memiliki orang tua pekerja pernah merasakan bagaimana rasanya hidup bersama pengasuh. Nggak semua pengasuh itu baik. Jadi ya untung-untungan dapat pengasuh yang bener apa nggak. Jujur aku sangat membutuhkan kehadiran orang tua disisiku. Aku tau mereka bekerja demi mencukupi kebutuhanku nanti. Tapi tetap juga aku merasa iri dengan teman-teman yang selalu bisa bersama ibunya. Sepulang sekolah ada yang menyambut dirumah, bukan seperti aku yang harus membawa kunci rumah sendiri setiap hari. Melakukan apa-apa sendiri.

Ya nggak semua anak juga sih merasakan hal yang sama. Ada juga yang lebih bangga memiliki ibu pekerja dan nggak masalah ditinggal dirumah bersama pengasuh atau bahkan ditinggal sendiri. Mereka bisa lebih mandiri.

Pengalaman ini malah membuat kebingunganku bertambah.

Berminggu-minggu aku selalu dibayang-bayangi oleh pemikiran-pemikiran itu. Suamiku selalu menenangkan bahwa semua ibu pekerja awalnya pasti merasakan hal seperti itu. Pasti nggak mau pisah sama anaknya setelah 3 bulan bersama. Lama-lama juga udah santai kok. Okelah kalo keadaan yang memaksa untuk bekerja, tapi aku kan masih punya pilihan karena suami masih kerja dan rasanya masih bisa mencukupi kebutuhan keluarga. Terus nanti kalo aku berhenti kerja dirumah mau ngapain? Sekarang okelah masih sibuk ngurusin Byan, nanti kalo dia udah sekolah aku pasti bosan dirumah nggak ngapa-ngapain dan malah jadi stress. Stres itu kita yang nyiptain sendiri kok, kalo kita bisa menata hidup dengan baik nggak bakalan stress. Tergantung masing-masing orangnya.

Mungkin karena aku nggak sekuat ibu-ibu pekerja lainnya, aku malah semakin ketakutan berpisah dengan Byan. Di setiap waktu sholat aku selalu meminta petunjuk dan diberi ketenangan. Tapi tetap juga tak merubah apapun.


Seminggu sebelum waktu cuti berakhir, aku dan suami mengunjungi daycare didekat rumah. Sebelumnya kami sudah mencoba dua orang pengasuh, tapi ya kelakuannya aneh-aneh. Makin nggak percaya dong ninggalin Byan sama pengasuh berdua aja dirumah. Sedangkan ada aku dirumah aja mereka berani macem-macem, apalagi aku kerja nanti?. Kembali ke daycare, rencananya kami akan menitipkan Byan di sana dan kami yakin ini pilihan yang tepat karena dua anak tetangga kami dititipkan di daycare ini. Dan kami lihat pertumbuhan mereka baik dan sehat. Disepakatilah untuk trial satu hari agar lebih meyakinkanku menitipkan Byan disana. Namanya daycare pasti ngasih cerita yang bagus-bagus tentang kinerja mereka. Nggak mungkin kan mereka cerita saat anak-anak yang mereka asuh sering nangis dan rewel saat berada disana (saking nggak yakinnya malah berpikiran yang jelek-jelek, padahal belum tentu juga kayak gitu, banyak juga kok daycare yang bagus).

Pagi itu sangat berat rasanya aku mulai menitipkan Byan di daycare. Aku selalu mencoba menenangkan diri bahwa semuanya akan baik-baik saja. Semua perlengkapan Byan sudah masuk ke dalam tas. Aku pun sudah siap berangkat. Tapi tiba-tiba saja suamiku bilang mau ngobrol serius sebentar, aneh banget. Nggak nyangka aku mendengar sebuah pernyataan suami yang mungkin tak akan pernah aku lupakan seumur hidup. Suamiku bilang “Kok rasanya tega banget ya nitipin Byan ke orang lain? Padahal kita mampu buat mengasuhnya sendiri”. Aku langsung nangis-nangis bilang terima kasih, terima kasih buat Allah karena sudah menjawab doa-doaku, terima kasih buat suamiku yang akhirnya mengerti apa yang aku rasakan. Mulai detik itu juga tanpa ragu aku memutuskan untuk resign dan suami mendukung sepenuhnya.

Ini hanya menceritakan apa yang aku alami. Tidak ada maksud lain. Memilih bekerja atau tidak, itu hak masing-masing ibu dan tidak ada pilihan yang salah. Setiap ibu pasti akan melakukan apapun yang terbaik untuk anaknya.

Aku sadar pasti akan banyak yang tidak setuju dengan pilihan kami. Pasti akan ada perjuangan yang berat setelah ini. Tapi inilah pilihan. Mau memilih bekerja sambil mengasuh, atau mengasuh sambil bekerja? Dan aku memilih yang kedua. Banyak rencana yang akan aku dan suami jalankan setelah ini. Aku akan mencari sumber rezeki lain tanpa harus meninggalkan Byan. Selagi niatnya baik, InsyaAllah hasilnya akan baik. Rezeki masing-masing anak sudah dijamin sama Allah kok. Yakin, Berusaha dan Berdoa. Doakan ya moms.

Semoga bermanfaat.

4 comments

  1. Nyasar kesini, hiks... Makasih loh mbak nov saya jadi merasa bangkit lagi nih wkkwkwk.. semenjak full time jadi IRT saya sering merasa nggak berharga gitu terutama di depan orangtua hikss... Alhamdulillahnya suami selalu support dengan apa yang saya lakukan termasuk pelan2 aktif ngeblog lagi. Suami pun nggak melarang kalau suatu saat mau bekerja tapi kalau bisa jangan yang full time gitu kerjanya *kerjaapacoba :D

    ReplyDelete
    Replies
    1. Alhamdulillah suami selalu ada ya, Mbak. Aku juga gitu, suami yang paling menguatkan. Sekarang sudah biasa lagi, nggak sebaper dulu hehe.
      Ngeblog juga bisa jadi pekerjaan lo, Mbak 👍🏻

      Delete
  2. Stiap semalem nangis trs rasanya blm ikhlas utk resign dr kantor, msh ada rs bimbang dan keraguan, krn byk masukan dr kluarga sndri terutama orgtua utk ttp krj tp suami udh menyuruh utk resign ketika nti lahir, bingung ketika butuh suport system dr keluarga sndri namun malah nyuruh utk ttp krja:(

    ReplyDelete
    Replies
    1. Coba tanya kepada diri sendiri, Mbak. Lebih condong resign atau tetap bekerja. Bagaimanapun tetap ibu yang bakal menjalani, pasti ibu yang paling tahu apa yang dibutuhkan.
      Semangat, Mbak 💪🏼

      Delete

Sebelum komentar, login ke akun Google dulu ya teman-teman. Jangan ada "unknown" diantara kita. Pastikan ada namanya, biar bisa saling kenal :)