Saya Belajar dari Anak Tentang Hal Penting Ini

7 comments

Baru saja dimarahi bertubi-tubi, eh lima menit kemudian sudah meluk-meluk saya lagi.

Kelakuan My Bocils yang selalu membuat rasa bersalah saya meningkat berkali lipat. Bahkan yang awalnya tidak ada bayangan rasa bersalah, jadi patah hati sendiri dan menganggap diri sebagai ibu yang gagal.


Belajar dari anak


Kalau dipikir-pikir, bukan hanya anak saja lo yang belajar dari orang tua, tapi orang tua juga bisa belajar banyak dari anak. Meski secara ukuran fisik dan pengalaman hidup bagai langit dan bumi, namun bila diperhatikan dan diresapi, kepolosan anak-anak dan tingkah mereka yang ceria mengandung pelajaran tentang dasar-dasar kehidupan.


Membersamai anak-anak 24 jam non-stop, tentu membuat saya terus berinteraksi dengan mereka. Apa saja yang anak-anak lakukan, inginkan dan rasakan, saya tahu. Saat ini saya memang masih menjadi leader dalam tumbuh kembang mereka. Namun, dibalik itu semua, saya sering kali dibangkitkan, ditampar, disanjung atau dinasehati secara tersirat oleh sikap anak-anak.


Bagi saya, ada sisi dewasa yang layak dijadikan contoh pada diri mereka.


Tidak heran banyak yang ingin kembali menjadi anak-anak yang hidupnya terlihat tanpa beban. Terutama saat hidup sedang berat-beratnya. Padahal anak juga punya masalah, lo. Hanya saja bagi kita yang sudah dewasa, tidak lagi memandang itu sebagai masalah. Tapi tetap saja, ada masalah yang meraka alami.


Terus, kok bisa sih anak-anak tampak selalu ceria?

Karena mereka menghadapi masalah dengan sederhana. Sangat sederhana.


Baca juga: 5 Kebiasaan Sederhana Bersama Anak dengan Segudang Manfaat


Saya mencoba merangkum pelajaran-pelajaran yang berhasil saya petik dari anak-anak selama lima tahun belakangan. Bahkan dari saat mereka dalam kandungan, saya sudah begitu takjub dengan manusia-manusia mungil ini.


1. Memaafkan

Teringat kejadian masa kecil dulu, dua teman saya bertengkar sampai orang tua mereka pun juga ikut. Besoknya, teman-teman saya ini sudah akrab lagi, sedangkan orang tuanya tidak saling menyapa sampai berbulan-bulan. Anak saya pun juga sama, baru saja bertengkar sampai nangis-nangis karena rebutan mainan, eh habis itu langsung ketawa main bareng lagi. 


Mungkin bagi orang tua, penyebab pertengkaran anak-anak terkesan receh, tapi bagi anak ini sudah menjadi masalah besar. Kok bisa ya mereka secepat itu melupakan? Ya, karena hati mereka memafkan dan tidak membiarkan hari rusak karena hal tersebut. Lihatlah hasilnya, anak-anak tidak pernah dibebankan oleh dendam dan selalu ceria.


Ini mengajarkan bahwa mendendam hanya akan membuat kita "sakit" sendiri. Andai bisa memaafkan setelah masalah selesai, tentu membuat kita jauh lebih tenang. Coba deh ingat-ingat, kalau kita marah sampai berlarut-larut, adakah hal positif yang kita dapatkan? Tidak. Hanya dampak buruknya saja. 


2. Berani dan Pantang Menyerah

Bayangkan, dalam 1 tahun saja, anak-anak berkembang secepat itu! Dari yang tidak bisa apa-apa, tak terasa sudah mampu berjalan mandiri. Hal ini bukan semata-mata dikarenakan perkembangan normal manusia yang pasti terjadi secara alami, namun harus dilihat juga bagaimana usaha mereka untuk sampai di titik itu.


Misalnya saat belajar berjalan, tidak peduli mau jatuh berkali-kali, mereka tetap kembali berdiri dan terus mencoba lagi. Tidak ada kata menyerah sampai kemampuan berjalan itu berhasil mereka raih. Padahal orang tua sudah dag dig dug setiap kali melihat anak tersungkur, terjengkang atau mungkin terluka. Tapi anaknya mah gaspol terus.


Begitu pula saat saya merasakan gerakan janin dalam kandungan. Di dalam ruang yang sesempit itu, ia bisa terus berkembang, menggerakkan anggota tubuhnya yang masih belum sempurna, bahkan merespon sentuhan di perut saya. Sejak masih janin pun, ia tidak pernah menganggap keterbatasan sebagai hambatan. Banyak hal yang masih bisa mereka lakukan di dalam sana. 


Andai saya berani dan tak kenal menyerah seperti anak-anak, bukan mustahil bila suatu saat nanti saya bisa menggapai impian. Walau berat dan harus menghadapi beragam tantangan, namun dengan bangkit dan terus mencoba, perjuangan itu pasti akan berbuah keberhasilan.


Tidak ada kondisi yang pantas disalahkan. Selagi ada kemauan, di keadaan tersempit, tersulit atau terberat sekali pun, masih ada usaha yang bisa dilakukan, masih ada peluang untuk tetap berkembang dan bertumbuh. Anak kecil aja tangguh, masak saya enggak?


3. Cinta Tanpa Syarat

Anak-anak tidak pernah meminta saya untuk mengubah penampilan atau menuntut untuk bisa seperti ibu-ibu lainnya. Padahal kalau di rumah, saya malas sekali mandi dan bentuknya tak karuan. Saya pun ibu pemarah, sering kesulitan mengendalikan emosi saat mereka lagi banyak tingkah. Tapi sampai detik ini, tetap saja mereka selalu mengungkapkan rasa sayang. 


Inilah cinta yang sebenar-benarnya cinta. Saya malu karena pernah menilai bahwa kasih orang tua kepada anaknya lah satu-satunya cinta paling murni di dunia. Tapi nyatanya, saya saja terkadang masih menuntut banyak hal kepada anak-anak untuk memenuhi ambisi. Sedangkan mereka, tak pernah mengajukan persyaratan apa pun.


Bila disinkronkan dengan kehidupan manusia dewasa, mungkin kita pernah meminta pasangan atau orang yang kita cintai untuk mengubah kebiasaan buruk. Ini memang salah satu bukti perhatian dan kasih sayang. Namun caranya jangan sampai melukai dan menghakimi. Tapi gunakanlan cara anak-anak, yang dengan cinta murninya akan membuat kita sadar sendiri untuk menjadi pribadi yang lebih baik demi mereka. 


4. Upaya Mencari Tahu dan Belajar

Bun, kok kalau jatuh ke bawah? Kenapa siang terang dan malam gelap? Surga itu di mana?

Pertanyaan unik yang sering diajukan anak, kerap membuat orang tua bingung harus menjawab seperti apa. Mau ilmiah, mereka tidak mengerti. Mau jawab sesukanya, takut mereka salah paham dan membawa jawaban yang belum tentu benar itu sampai besar. Tapi satu yang pasti, anak-anak selalu berupaya mencari tahu apa yang ingin mereka tahu dan pasti selalu bersemangat mempelajari itu sampai benar-benar mengerti. 


Dibandingakan dengan saya yang juga memiliki keterbatasan pengetahuan, sering kali malas mencari tahu, walau sebenarnya ingin tahu. Ah malas, enggak diperlukan juga untuk ibu rumah tangga macam saya, dan berbagai alasan lain. Sedangkam anak-anak, tak peduli berhubungan atau tidak dengan keseharian mereka, kalau penasaran, pasti dicari tahu.


Sebenarnya dengan menjadi orang yang selalu ingin tahu (dalam konotasi positif), tentu wawasan semakin meningkat. Apa pun aktivitas dan status kita, orang-orang yang berwawasan luas dan terus berkembang, pasti dipandang "lebih" serta memiliki peluang lebih besar untuk maju dan sukses.


5. Menghargai Diri Sendiri

Kalau capek, ya tidur. Kalau lapar, ya makan. Kalau lelah, ya istirahat. Kalau benar-benar tidak bisa, ya ditinggalkan atau meminta bantuan. Anak-anak tidak pernah kejam pada diri mereka sendiri. Seolah tahu kalau tubuhnya memiliki batas dan kebutuhan yang mesti dipenuhi. Sekalinya telat makan atau kekurangan tidur, pasti emosi anak akan memburuk dan bisa saja tiba-tiba demam.


Padahal, tubuh kita yang dewasa pun juga begitu. Kebutuhan untuk beristirahat yang cukup, makan tepat waktu dan batasan kemampuan yang mesti diperhatikan. Namun, berdalih dengan berbagai alasan, kita sering membenarkan kebiasaan yang salah. Memaksakan diri mengerjakan banyak tugas di saat tubuh sudah tak baik-baik saja. Imbasnya apa? Penyakit fisik dan mental menjadi ancaman.


Menurut saya pribadi, ini adalah tindakan yang tak menghargai diri sendiri. Selama kita berupaya memenuhi kebutuhan dasar tubuh kita, seperti tidur, makan atau istirahat sesuai dengan porsinya, tentu banyak hal buruk yang dapat dihindari terkait kondisi fisik dan mental.


6. Apa Adanya

Anak tidak kenal yang namanya pura-pura tersenyum saat hati menangis. Mereka memperlihatkan diri mereka sesuai dengan apa yang dirasa saat itu. Tanpa ragu mengungkapkan apa yang diinginkan. Tidak peduli respon seperti apa yang akan didapatkan nanti. Jadi orang disekitar dengan mudah mengetahui apa yang tengah terjadi pada diri mereka.


Coba kalau saya, misal kesal sama suami, malah milih diam seribu bahasa. Bilang tidak peka lah, tidak pengertian lah. Padahal kalau hanya dipendam, mana mungkin suami tahu apa yang saya rasakan?


Orang di sekitar kita tidak akan tahu apa yang sebenarnya terjadi bila kita berpura-pura. Tidak mungkin apa yang kita rasa tersampaikan dengan sendirinya tanpa berbicara. Komunikasi dengan jujur adalah kunci dari sebuah hubungan. 


***


Baca juga: 9 Perlakuan Orang Tua yang Dibenci Anak


Jujurly, enam poin ini masih sulit saya terapkan dengan tuntas. Masih saja suka egois dan berlagak benar. Betapa hebatnya anak-anak kita yang dengan respon sederhananya, berhasil mengajarkan orang dewasa tentang kehidupan. 


Ada juga cerita teman-teman sesama ibu yang pernah belajar untuk bersikap masa bodoh dari anak. Ada masa di mana kita tidak harus peduli dengan sekitar agar bisa fokus dengan diri sendiri. Beberapa juga ada yang bercerita bahwa anak-anak telah menyadarkan untuk lebih menikmati keadaan alih-alih banyak mengeluh. Ya, sudah jalani saja setiap hari, walau mungkin hanya berjibaku dengan mainan yang sama dan menonton acara yang sama. 


Tidak dengan menggurui, namun memberi contoh. Terus berulang sampai orang tua sadar untuk memetik pelajaran sendiri.


Kini anak sulung saya sudah berusia 5 tahun dan anak bungsu saya sudah 3 tahun. Masih panjang masa tumbuh kembang mereka. Entah pelajaran apa lagi yang akan mereka berikan pada saya. Apa pun itu, saya yakin, pasti sangat berharga.


Kalau teman-teman, pelajaran apa nih yang pernah didapatkan dari anak-anak? Enggak mesti harus anak sendiri, ya. Mungkin bisa keponakan, adik yang jarak usianya jauh atau anak tetangga juga boleh.

Share, dong.


Semoga bermanfaat.

7 comments

  1. Pelajaran yang paling diingat tapi sulit untuk dipraktekan. Bahwa segala sesuatu itu ga perlu pake urat alias marah2. Dengan tegas dan lembut justru lebih baik kok hasilnya 😊

    ReplyDelete
  2. Pelajaran yang paling diingat tapi sulit untuk dipraktekan. Bahwa segala sesuatu itu ga perlu pake urat alias marah2. Dengan tegas dan lembut justru lebih baik kok hasilnya 😊

    ReplyDelete
    Replies
    1. Bener banget, Mbaak. Tapi apalah aku yang masih keceplosan marah-marah ini huhuhuhu
      Masih kalah sama anak-anak

      Delete
  3. bener juga yang dibilang mbak Novarty, anak-anak mana bisa berpura-pura. Mereka lebih apa adanya.
    kalau baca ini jadi pengen balik ke masa kanak kanak, banyak memori indah soalnya

    ReplyDelete
    Replies
    1. Betul banget Mbak. Anak-anak mah selalu jujur apa adanya. Nggak pernah pake topeng 😅
      Memori indahnya bisa diturunin ke anak-anak Mbak aja nanti 🤗

      Delete

Sebelum komentar, login ke akun Google dulu ya teman-teman. Jangan ada "unknown" diantara kita. Pastikan ada namanya, biar bisa saling kenal :)