Tips Mengajarkan Anak Puasa agar Siap dan Paham Maknanya

2 comments

Ramadan tinggal hitungan hari. Berbeda dari tahun-tahun sebelumnya, anak pertama saya akan belajar berpuasa untuk pertama kalinya di tahun ini. Tidak ingin pemahamannya hanya sebatas menahan lapar dan haus, saya terus mengedukasi agar anak-anak mengerti konsep dan manfaat sebenarnya dari berpuasa. 


Tips mengajarkan anak puasa

Sebenarnya, sudah dari tahun lalu Si Sulung minta puasa. Namun, dengan berbagai pertimbangan, yang nantinya akan dibahas lebih detail juga dalam artikel ini, saya memilih untuk menundanya dulu. Tentu dibantu berbagai referensi yang saya baca dan pelajari, plus berdiskusi dengan suami. 


Baca juga: Cara Mengajarkan Anak Balita Mengaji di Rumah, Orang Tua Juga Bisa!


Nah, sekarang usianya sudah 6,5 tahun. Rasanya ini waktu yang tepat untuk mulai praktik. Kalau memberi pengetahuan tentang puasanya sih sudah sejak lama. Tapi demi lebih mempersiapkan, sejak awal tahun, frekuensi obrolan kami terkait ini semakin meningkat. Saya sangat berharap anak-anak bisa memahami ibadah puasa dalam konsep yang tepat.


Jadi, seberat apa pun usaha mereka menahan lapar dan haus, tidak dianggap sebagai sebuah beban yang memberatkan. Malah banyak memberi manfaat, baik untuk iman, jiwa dan kesehatan. 


Beberapa hal yang saya terapkan untuk mewujudkan harapan tersebut, direferensikan oleh berbagai informasi di internet. Untuk apa Wifi Rumah selalu aktif kalau tidak dimanfaatkan? Kalau internet IndiHome dari Telkom Indonesia yang terpasang di rumah saya memfasilitasi, masak iya dianggurin? Iya, kan? Semakin banyak yang saya baca, dibantu dengan bertanya pada orang-orang yang sudah berpengalaman dan berpengetahuan lebih, saya bisa menyimpulkan dan memilih metode yang paling tepat.


Berikut tips ala saya untuk mengajarkan anak berpuasa agar dapat memahami konsep dan makna di baliknya.


  • Perhatikan Kesiapan Fisik Anak

Ini poin pertama yang saya cari di internet. Mungkin sudah beratus kalinya Wifi Rumah membantu saya menemukan referensi terkait perenting. Ternyata, dari sisi kesehatan, anak-anak diajarkan mulai berpuasa saat memasuki usia 7 tahun agar terhindar dari hipoglikemia. Sedangkan patokan usia dari para ulama lebih bervariasi, yaitu paling muda 7 tahun, lalu 10 tahun, dan 12 tahun. Makanya, saya memutuskan untuk mengizinkan anak belajar berpuasa di tahun ini karena usianya hampir 7 tahun.


Selain menjaga kesehatan tubuh dan tumbuh kembang anak, saya juga hendak meminimalisir trauma andai (amit-amit) anak terserang penyakit selama berpuasa. Kalau risikonya masih besar untuk puasa, tentu saja intaian masalah kesehatan akan lebih tinggi. Walau belum tentu terjadi, saya hanya tidak ingin anak-anak menganggap puasa sebagai sesuatu yang membuat mereka sakit.


Oiya, rangkuman hasil saya searching dengan Wifi Rumah mengenai usia ideal anak puasa ini bisa dibaca di sini. Mana tahu bermanfaat buat teman-teman sesama orang tua.


  • Ceritakan Alasan Allah SWT Mewajibkan Kita Berpuasa

Ini yang terus saya jelaskan ke anak agar lelah dan letih saat puasa itu memberi berjuta kebaikan dari Allah SWT. Lagi-lagi dengan menggunakan Wifi Rumah, agar tidak keliru, saya pun mencari sumber terpercaya untuk hal ini. Memilih waktu sesaat sebelum tidur sebagai momen favorit kami berbagi banyak hal, saya bercerita (dengan gaya bertutur, bukan mendikte) bahwa Allah menyuruh kita berpuasa untuk mendapatkan pahala yang berlipat dan semakin dekat dengan surga-Nya, memahami bagaimana penderitaan saudara-saudara kita yang dilanda musibah kelaparan, sehingga tergerak untuk membantu, hingga rasa sayang Allah atas kenikmatan berkah makanan yang diberikan. Tidak ada yang menandingi kenikmatan menyantap makanan selain saat berbuka puasa. Betul?


Selain itu, jangan ketinggalan bahwa puasa juga terbukti membuat tubuh semakin sehat. Mengeluarkan racun di tubuh karena organ-organ pencernaan dapat beristirahat, menyehatkan otak atau lain sebagainya. Artikel tentang ini sangat banyak ditulis dalam website kesehatan. Tinggal diolah saja kata-katanya agar dapat dipahami anak. Bisa sekali memanfaatkan buku-buku anak tentang anatomi tubuh manusia untuk menunjukkan organ-organ tersebut.


  • Penting Menjelaskan Perubahan Jadwal Keseharian Selama Berpuasa

Anak saya sempat kaget saat diberi tahu bahwa harus makan nasi di pagi buta. Langit masih gelap, harus bangun dan menyantap apa yang saya hidangkan. Pastinya dengan mengorbankan waktu tidur dan menahan rasa kantuk tiada tara. 


Sebelumnya yang anak saya tahu tentang puasa hanya sekadar tidak boleh makan dan minum. Di sinilah tugas saya, memberi tahu mereka bahwa jadwal keseharian, seperti waktu tidur dengan adanya sahur, waktu makan, hingga melaksanakan salat Tarawih berjamaah di masjid kalau bisa, akan menjadi kebiasaan selama Ramadan. Harapannya, dengan mengetahui ini sebelum praktik, terutama untuk anak yang baru pertama puasa, akan membuat mereka lebih siap.


  • Sebaiknya Praktik Puasa Dilakukan Secara Bertahap

Berproses. Saya akan memulai dari setengah hari dulu selama seminggu. Kalau anak dirasa kuat dan tidak ada masalah berarti, baru dilanjutkan sampai Ashar. Begitu seterusnya sampai anak mampu puasa penuh seharian. Meski nanti realitanya bisa saja tidak sesuai rencana, anak tidak sahur atau menyatakan tidak sanggup lagi misalnya, saya tidak akan memaksakan. Bagaimanapun, paksaan bukanlah sesuatu yang baik. 


  • Berempati dan Mengapresiasi

Menyambung dari tidak memaksa tadi, saya selalu mewanti-wanti diri sendiri agar jangan sampai terlalu berambisi untuk segera melihat keberhasilan anak puasa penuh seharian. Saya harus lebih berempati karena anak memiliki daya tahan yang tidak sekuat orang dewasa. Apalagi mereka belum baligh, belum ada kewajiban yang mengikat. Tidak alasan untuk terburu-buru.


Satu lagi yang tidak boleh terlupakan, yaitu memberi apresiasi bila anak berhasil menuntaskan puasa. Saya sudah berencana untuk memberi anak apresiasi per harinya. Tidak perlu bermewah-mewah, yang sederhana saja sudah membahagiakan kok. Saya akan menempelkan kertas dengan tabel jadwal puasa, ketika berhasil melaksanakan sahur, maka digambar satu bintang warna biru. Kalau berhasil sampai siang, tambah satu bintang warna kuning. Begitu juga dengan melaksanakan salat, melakukan kebaikan dan menolong, tetap ada cantuman bintangnya. Apresiasi ini bisa disesuaikan dengan kesukaan anak, ya.


***


Tidak ada jaminan bahwa saya dan anak-anak akan mencapai keberhasilan di Ramadan tahun ini. Tapi, saya akan terus berusaha untuk mendampingi proses mereka sampai dapat menunaikan puasa dari terbit fajar sampai terbenam matahari. Dengan ikhlas, tanpa paksaan dan mengerti konsep serta manfaat yang akan didapatkan. 


Baca juga: 5 Sikap Anak Saat Lebaran yang Sebaiknya Diajarkan Orang Tua


Memang sebagai orang tua, kita mesti terus belajar agar dapat memberi yang terbaik untuk anak. Maksimalkan apa yang kita miliki, seperti jaringan internet atau Wifi Rumah untuk mencari informasi dari sumber tepercaya. Karena saya tahu, bahwa keterbatasan gerak bisa saja menghambat. Digitalisasi inilah yang akan menjadi solusi praktis agar orang tua dapat terus meningkatkan ilmunya.


Selamat menjalankan ibadah puasa.

Selalu semangat mendampingi anak kita yang masih berproses untuk bisa menuntaskan puasa sampai Magrib.

2 comments

  1. Harus prlan2 memang menyiapkan anak utk bisa berpuasa. Aku juga dulu startingnya pas anak usia 6 tahun mba. Tp masih setengah hari puasanya. Si adek malah sampe jam 9 dulu di awal2 🤣. Baru seminggu kemudian jam 12. Lalu dinaikin dikit2 waktunya. Supaya pas usianya 7 THN skr ini udah siap utk full day puasa 😄. Tapi mereka pun pernah tanya kenapa hrs puasa. Di situ baru aku jelasin manfaat nya apa. Kalo cuma dibilang perintah Allah, yg ada ga puas ntr 😁. Anak skr hrs detil memang

    ReplyDelete
    Replies
    1. Sama berarti kita, Mbak. Start mulai ngajarin puasanya. Dan perlahan juga, biar nggak kaget anaknya hehe

      Delete

Sebelum komentar, login ke akun Google dulu ya teman-teman. Jangan ada "unknown" diantara kita. Pastikan ada namanya, biar bisa saling kenal :)