Sekolah Inklusif untuk Kesetaraan Pendidikan Anak Disabilitas dan Kusta

No comments

Pengalaman saya saat menjadi guru PKL (Praktek Kerja Lapangan), sekitar 10 tahun lalu, menjadi pengalaman berharga yang membuktikan bahwa anak-anak berkebutuhan khusus (ABK), sangat bisa berbaur dengan anak-anak normal lain, dan mampu berprestasi dengan keunggulan mereka. Keunggulan yang tersamarkan oleh kekurangan.


Pendidikan untuk anak disabilitas dan kusta

Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) Seni, di sana saya menyaksikan anak-anak yang secara fisik tidak seberuntung yang lain, menjadi legih unggul dalam banyak mata pelajaran. Saya mengajar salah satu anak penyandang autisme. Kemampuannya belajar jauh melesat, bahkan rasanya melebihi ilmu yang saya miliki. Modul untuk satu semester, dilalap habis olehya hanya dalam waktu seminggu! Mengulik dan mencoba sendiri, tanpa sedikit pun saya ajari.


_______


Baca juga: Paradigma HAM, Berantas Diskriminasi terhadap OYPMK dan Disabilitas Di Dunia Kerja


Tentu kita semua tahu, dan tak perlu menutup mata, bahwa realita diskriminasi masih lekat dengan teman-teman disabilitas, baik yang disebabkan oleh kusta atau hal lainnya, termasuk anak-anak. Terutama dalam pendidikan, hak dan kebutuhan yang seolah "sulit" dijangkau. Entah itu karena masih terbatasnya sekolah yang menerima ABK, atau stigma masyarakat yang masih menjadi tembok pembatas. Terkadang, masih ada orang tua yang belum kunjung mendaftarkan anaknya sekolah di usia yang seharusnya sudah bersekolah, atau ada yang putus di tengah jalan.


Ruang Publik KBR

Terkait ini lah yang dibahas dalam live YouTube Ruang Publik KBR, bekerja sama dengan NLR Indonesia, bertajuk "Pendidikan Bagi Anak dengan Disabilitas dan Kusta", dengan menghadirkan pembicara lintas generasi:

  1. Anselmus Gabies Kartono - Yayasan Kita Juga (Sankita)
  2. Fransiskus Borgias Patut - Kepala Sekolah SDN Rangga Watu Manggarai Barat
  3. Ignas Carly- Siswa kelas 5, SDN Rangga Watu Manggarai Barat (Testimoni Disabilitas)


Bagaimana upaya pemenuhan hak pendidikan yang inklusi pada anak disabilitas dan kusta dapat segera terwujud? Apa saja upaya yang dilakukan oleh berbagai pihak dalam pemenuhan hak pendidikan tersebut sejauh ini?



Sekolah Inklusif Jadi Solusi

Fransiskus Borgias Patut

Fransiskus Borgias Patut - Kepala Sekolah SDN Rangga Watu Manggarai Barat

FYI, sekolah inklusif merupakan sekolah reguler yang menerima siswa ABK. Jadi, di sekolah ini, anak non disabilitas akan belajar berdampingan dengan teman-teman mereka yang disabilitas. Salah satu sekolah inklusif yang sampai saat ini masih terus berupaya memberi pendidikan adil adalah SDN Rangga Watu Manggarai Barat. Sekolah yang resmi menjadi sekolah inklusif pada tahun 2017 ini, memiliki 7 siswa ABK yang sekarang masih aktif bersekolah. 


Bapak Fransiskus Borgias Patut, sebagai Kepala Sekolah, menjelaskan bahwa alasan SDN Rangga Watu Manggarai Barat menjadi sekolah inklusif adalah karena masih terbatasnya Sekolah Luar Biasa (SLB) di Manggarai Barat. Akses ke sekolah tersebut juga sangat jauh, yang pastinya akan menyulitkan anak-anak untuk menuju ke sana setiap hari.


Adanya SLB yang sebenarnya sudah menjadi program pemerintah untuk memenuhi hak pendidikan anak Indonesia tanpa terkecuali sudah berlangsung lama, namun tetap saja di daerah tertentu, keberadaannya masih kurang. Makanya belum bisa memenuhi kebutuhan secara rata.


Bapak Fransiskus sangat mengapresiasi peran orang tua untuk turut mendukung sekolah inklusif ini. Sebenarnya, penerimaan ABK di sekolah, agak "dirahasiakan" alias tidak perlu digembar-gemborkan agar anak-anak lain tidak menganggap beda teman mereka yang memiliki kekurangan. Begitu pula dengan guru-gurunya, tidak ada yang membedakan, sehingga siswa ABK juga nyaman belajar dan tidak lagi terbebani dengan  diskriminasi.


Namun, kendala terbesarnya adalah jumlah tenaga pengajar yang mampu menangani anak-anak berkebutuhan khusus masih sangat kurang.

Fransiskus Borgias Patut, SDN Rangga Watu Manggarai Barat


Ini pun menjadi tantangan untuk lahirnya sekolah-sekolah inklusf lain, yaitu tidak tersedianya tenaga pengajar yang cukup, dengan kemampuan mumpuni untuk mendidik siswa ABK. Bagaimanapun, ABK membutuhkan cara belajar yang tidak mungkin disamakan dalam segala kondisi. Tetap dibutuhkan strategi agar pelajaran yang ditangkap oleh siswa ABK ini dapat diterima sama baiknya dengan anak yang lain.



Kolaborasi, Bantu Keberhasilan Sekolah Inklusif

Anselmus Gabies Kartono

Anselmus Gabies Kartono - Yayasan Kita Juga (Sankita)

Di zaman sekarang ini, kolaborasi sangat ampuh menjadi jalan keluar dari berbagai pemasalahan pelik. Tak terkecuali dalam mengatasi tantangan yang tadi sudah diungkapkan oleh Bapak Fransiskus, yang mengalami langsung bagaimana jalannya proses belajar mengajar di sekolah inklusif. Yaitu, kurangnya tenaga pengajar untuk siswa ABK.


Inilah yang menjadi fokus Yayasan Kita Juga (Sankita), di mana dalam live YouTube ini hadir Anselmus Gabies Kartono sebagai perwakilannya.  Organisasi sosial pemberdayaan disabilitas, juga resmi jadi yayasan pada tahun 2017, menjadi salah satu pihak yang telibat banyak dalam pembekalan tenaga pengajar di SDN Rangga Watu Manggarai Barat.


Pendidikan inklusif memberi kesempatan yang sama untuk semua anak mendapatkan pendidikan.

-Anselmus Gabies Kartono, Yayasan Kita Juga (Sankita)


Kurangnya sumber daya di sekolah inklusif adalah penggerak Sankita untuk meningkatkan kapasitas guru di sana, serta terus mensosialisasikan apa itu pendidikan inklusif. Karena pengajar yang sudah ada sekarang belum familiar dengan anak-anak berkebutuhan khusus. Berikut beberapa upaya yang telah dilakukan Sankita untuk membekali para guru tersebut.

  1. Pelatihan pengenalan dan assesment mengenai anak berkebutuhan khusus. Bagaimana kondisi, kebutuhan atau permasalahan yang dihadapi oleh ABK. Ini akan menjadi dasar para guru agar dapat memahami mereka.
  2. Membuat Perencanaan dan Strategi. Berdasarkan pengenalan terhadap ABK, guru dapat membuat perencanaan dan strategi pengajaran yang sesuai dengan kebutuhan anak-anak tersebut. Misalnya anak yang memiliki kekurangan dalam penglihatan, guru bisa membuat materi ajar dengan huruf yang lebih besar dan menempatkan untuk duduk di bangku paling depan.


Selain itu, Sankita juga memberikan motivasi kepada para orang tua untuk menyekolahkan anak-anak mereka yang memiliki kondisi spesial. Dengan mencontohkan dari staf Sankita yang juga terdapat para penyandang disabilitas. Melihat para staf ini mampu berbicara, bekerja dan beraktivitas normal, orang tua akan sadar bahwa anak-anak disabilitas juga punya masa depan yang layak diperjuangkan.


Sankita terus mengedukasi masyarakat dengan aktif melakukan kegiatan sosialisasi di kantor desa atau fasilitas kesehatan. Berdiskusi tentang peran disabilitas untuk pembangunan desa dan membicarakan hak-hak penyandang disabilitas.


Dengan kolaborasi ini, sekolah inklusif, orang tua dan masyarakat akan dapat sama-sama bergandengan tangan memberikan hak pendidikan yang rata bagi semua anak, dan menghapus diskriminasi yang selama ini menjadi batas. Tidak bisa hanya sekolah saja yang siap, tenaga pengajar juga harus memiliki kompetensi yang cukup untuk mendidik siswa ABK, serta lingkungan sosial juga tak kalah penting perannya dalam mendukung keberhasilan sekolah inklusif ini.



Semangat Siswa Sekolah Inklusif yang Tak Merasa Dibedakan

Ignas Carly
Ignas Carly-siswa kelas 5 SDN Rangga Watu Manggarai Barat

Ignas Carly, siswa kelas 5 di SDN Rangga Watu Manggarai Barat, turut berbagi cerita tentang pengalamannya bersekolah di sekolah inklusif. Dialah menjadi alasan saya mengatakan bahwa pembicara di live YouTube Ruang Publik KBR kali ini diisi oleh lintas generasi. Menarik, karena bisa mendengarkan langsung dari pihak yang menerima pendidikan.


Ignas tampak sangat bersemangat walau mungkin masih terbatas untuk berbicara panjang lebar. Tapi yang pasti, pemilik cita-cita menjadi pemain sepak bola dan guru ini, tidak pernah merasa diperlakuan berbeda selama bersekolah. Walau terkadang menerima ejekan, namun dia menaggapinya dengan "biasa" saja. 


Saya memiliki banyak teman dan tidak mendapat perlakuan berbeda di sekolah.

- Ignas Carly, siswa SDN Rangga Watu Manggarai


Guru dan teman-teman menjadi hal yang ia senangi di sekolah. Bisa bermain sepak bola dan voli. Ignas memiliki banyak teman dan circle sosial yang menyamankan. Tentu ini menjadi kebutuhan krusial bagi anak berkebutuhan khusus untuk tetap menatap masa dengan dengan positif.


_______


Baca juga: Kesetaraan dan Dukungan, Makna Kemerdekaan bagi OYPMK


Semangat Ignas untuk bersekolah, semestinya menjadi penyemangat pula bagi kita semua untuk mendukung kehadiran sekolah-sekolah yang menerima dan mendidik siswa ABK. SLB memang sudah disediakan pemerintah, namun penting juga bagi sekolah reguler untuk menerima anak-anak dengan kondisi khusus ini. Orang tua pun bisa langsung mendaftarakan anak sekolah ke lebih banyak instansi pendidikan, bukan hanya terbatas ke SLB saja.


Harapannya pemerintah dapat terus bergerak menyediakan akomodasi yang layak bagi anak-anak berkebutuhan khusus. Karena hak ini sudah diatur dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2016 yang didalmnya mencakup hak pendidikan anak disabilitas, serta Peraturan Pemerintah Nomor 13 Tahun 2020. 


Komitmen seluruh pihak dapat memastikan semua anak mendapatkan pengasuhan dan pendidikan yang baik, memastikan tumbuh kembangnya berjalan optimal dan menggenggam masa depan yang lebih baik. Tidak dibedakan dengan anak non disabilitas, serta mendapatkan hak pendidikan yang inklusif.


Semoga akan terus ada Ignas-Ignas lain yang semangat menempuh pendidikan tanpa perlu merasa dibedakan. 

No comments

Sebelum komentar, login ke akun Google dulu ya teman-teman. Jangan ada "unknown" diantara kita. Pastikan ada namanya, biar bisa saling kenal :)