Paradigma HAM: Berantas Diskriminasi terhadap OYPMK dan Disabilitas Di Dunia Kerja

No comments

"Ada seorang OYPMK yang memiliki kemampuan dan kinerja yang baik, lalu melamar pekerjaan ke sebuah perusahaan. Bagaimana jika pimpinannya menolak?"


OYPMK dan disabilitas identik dengan kemiskinan

Pertanyaan dari salah satu penelepon asal Papua, dalam acara Ruang Publik KBR didukung oleh NLR Indonesia, bertajuk "Kusta dan Disabilitas Identik dengan Kemiskinan, Benarkah?" yang disiarkan melalui live streaming YouTube hari ini, 28 September 2022, seketika nyantol di kepala dan hati saya. Stigma yang selama ini diterima oleh teman-teman disabilitas, termasuk OYPMK, tentu menjadi tantangan tersendiri. Keterbatasan itu pasti terbentuk, baik dalam kehidupan bersosial, maupun dalam dunia kerja.


Baca juga: Kesetaraan dan Dukungan, Makna Kemerdekaan bagi OYPMK


Akhirnya apa? Kemiskinan menjadi bayangan masa depan yang mengkhawatirkan. Sehingga, sedikit banyaknya, ini akan menurunkan kepercayaan diri untuk berdaya, produktif dan aktif dalam masyarakat. Padahal, bisa jadi ada kemampuan mumpuni yang mampu bersaing dan memberi dampak positif bagi pembangunan.


Hadir dua pembicara yang membahas mengenai kemiskinan yang identik dengan OYPMK dan disabilitas ini, yaitu:

  1. Sunarman Sukamto, Amd - Tenaga Ahli Kedeputian V, Kantor Staff Presiden (KSP)
  2. Dwi Rahayuningsih - Perencana Ahli Muda, Direktorat Penanggulangan Kemiskiman dan Pemberdayaan Masyarakat Kementerian PPN/Bappena

Serta dibawakan oleh host KBR, Debora Tanya



Mari Bicara Data, Benarkah Disabilitas Identik dengan Kemiskinan?

Dwi Rahayuningsih

Sayangnya, iya.

Ini disampaikan langsung oleh Ibu Dwi Rahayuningsih, Perencana Ahli Muda, Direktorat Penanggulangan Kemiskinan dan Pemberdayaan Masyarakat, Kementerian PPN/Bappenas. Tahun 2021, tercatat 6,2 juta disabilitas dalam kategori sedang-berat dan 3,3 juta disabilitas fisik yang didalamnya termasuk OYMPK. Tingkat kemiskinan teman-teman disabilitas ini masih lebih tinggi dari masyarakat beruntung yangdiberikan kondisi tubuh dan mental yang sempurna


Bila tingkat kemiskinan warga normal adalah 10,14, para disabilitas fisik mencapai 15,25%


Lalu. apa penyebabnya? Lagi-lagi tak beranjak dari stigma. Mengutip dari laporan Catatan Akhir Tahun Formasi Disabilitas, "Dalam banyak cerita pengalaman OYPMK yang berinteraksi dengan orang banyak, pengabaian sering terjadi dan pemisahan ruang penghidupan dinilai seharusnya dilakukan." Tentu ini membuat kondisi psikologis OYPMK semakin drop, dan berujung pada permasalahan sosial hingga ekonomi yang kompleks. 


Stigma membuat keterbatasan dalam berbagai akses, seperti pendidikan, ketenagakerjaan hingga yang bersifat kewirausahaan. Begitu pula untuk berkontribusi dalam kehidupan bersosial. Nyatanya, masih banyak ketidakberpihakan pada para disabilitas. 


Kondisi real di lapangan juga dijelaskan oleh Bapak Sunarman Sukamto, Amd, selaku Tenaga Ahli Kediputian V di Kantor Staff Presiden (KSP). Penyebaran penyakit kusta kebanyakan masih terjadi di daerah yang secara ekonomi masih "di bawah". Dengan edukasi minim, banyak yang akhirnya sengaja memisahkan penyandang kusta dari kehidupan bermasyarakat. Bahkan ada sebuah kampung yang dikenal dengan "Kampung Kusta".


Inilah yang harus didobrak.

Jangan ada lagi tembok yang megotak-ngotakkan OYPMK dan disabilitas.



Pemberdayaan Harus Sejalan dengan Kesempatan  

Sunarman Sukamto, Amd

"Pendekatan negara pada disabilitas adalah paradigma HAM"

Ini pesan presiden. Negara tidak mengedapankan rasa empati dan simpati, namun semua disabilitas di Indonesia memiliki hak asasi yang sama, tidak berbeda dengan orang normal.


Bapak Sunarman menjawab langsung penelepon dari Papua yang pertanyaannya sengaja saya tulis di awal artikel ini. "Tidak boleh ada diskriminasi dalam dunia kerja. Instansi atau perusahaan tidak boleh merekrut berdasarkan disabilitas atau tidaknya, namun harus melihat potensi dari Si Pelamar." Tidak boleh ada yang tertinggal dari setiap program pemerintah, termasuk disabilitas.


Bila kasus diskriminasi di dunia kerja ini terjadi, bisa langsung melapor ke Kantor Pusat Presiden (KSP) atau Dinas Tenaga Kerja di daerah masing-masing.


Regulasinya pun ada. Disabilitas memiliki kuota minimun untuk bekerja di instansi pemerintah dan swasta. Instansi pemerintah, termasuk BUMN dan BUMD, wajib menyediakan kuota minimal 2% dan Swasta minimal kuota 1%. Persentasenya memang terlihat kecil, tetapi bila dibandingkan dengan total keseluruhan pegawai atau karyawan, tentu jumlahnya cukup besar. Sangat bisa dijadikan kesempatan besar bagi penyandang disabilitas untuk memiliki taraf hidup yang baik.


Ini salah satu perwujudan dari sekian banyak program pemerintah untuk meningkatkan taraf hidup pemyandang disabilitas agar bisa menjauhkan diri dari kemiskinan. Tentu tidak bisa hanya pemerintah saja yang bersikukuh, harus ada keinginan juga dari penyandang disabilitas itu sendiri. Singkatnya, pemberdayaan difasilitasi, penyandang disabilitas aktif mengikuti dan kesempatan pun dibuka agar daya tersebut bisa disalurkan.


Regulasi dibuat, implementasinya mesti menyeluruh dan kuat. Terdapat dua pembagian kebijakan terkait disabilitas, pertama adalah untuk membantu memenuhi kebutuhan dasar, serta yang kedua adalah untuk meningkatkan pemberdayaan dan pendapatan yang lebih baik, juga berpartisipasi produktif di berbagai sektor.


Ibu Dwi memaparkan, sampai saat ini sudah ada program-program penanggulangan kemiskinan untuk disabilitas yang bekerja sama dengan Kementerian Sosial (Kemensos), diantaranya:

  1. Bantuan sembako untuk disabilitas kategori miskin dan tercatat dalam database Kemensos;
  2. Penyaluran alat-alat bantu dan juga pengembangan usaha;
  3. Penyediaan tempat khusus bagi disabilitas, sudah ada di Jawa Timur, Jawa Tengah dan Makassar;
  4. Unit Layanan Disabilitas (ULD) yang saat ini baru hadir di 20 titik dan akan terus ditambah, di mana akan ada pemberian layanan dan fasilitas, termasuk mempertemukan dengan pemberi kerja.
  5. Membuka pintu Balai Latihan Kerja (BLK) sebesar-besarnya untuk para disabilitas agar mendapatkan pendidikan vokasi.
  6. Rencana Aksi Nasional untuk memperluas jaminan kesehatan dan sosial para disabilitas. Salah satunya dengan kuota minimun di instansi pemerintah/swasta yang sebelumnya telah dijelaskan, meningkatkan layanan keuangan inklusif, seperti peminjaman modal usaha, return to work atau diterimanya kembali para pekerja yang dalam masa kerjanya mengalami kecelakaan dan menyebabkan ketidaksempurnaan, serta bekerja sama dengan pihak swasta untuk memberi pembekalan kewirausahaan. 


Baca juga: Stop Diskriminasi! Teman-Teman Disabilitas dan OYPMK Berhak Berkarya dan Berdaya


Satu hal lagi yang saya rasa harus diketahui oleh kita semua, parameter taraf hidup ideal bagi OYPMK dan disabilitas tidaklah sama dengan mereka yang normal. Memenuhi kebutuhan dasar, itu sudah pasti. Namun, yang tidak kalah penting adalah kebutuhan untuk merdeka berpartisipasi, bersosial serta kebebasan akses.


Akankah kita biarkan tembok-tembok tinggi bernama stigma itu terus membatasi kemerdekaan teman-teman OYPMK dan disabilitas?

Setidaknya ambillah peran dari diri sendiri dan lingkungan terdekat agar tidak lagi menaruh stigma. Sebaliknya, berilah dukungan agar semangat yang awalnya hancur, karena saya yakin tidak ada satu orang pun meminta untuk menjadi "kurang", kembali bangkit demi masa depan cerah yang juga terus dibukakan jalannya oleh pemerintah dan lembaga terkait.


OYPMK dan penyandang disabilitas hanya butuh ruang untuk bangkit dan berkembang,


Semoga bermanfaat.

No comments

Sebelum komentar, login ke akun Google dulu ya teman-teman. Jangan ada "unknown" diantara kita. Pastikan ada namanya, biar bisa saling kenal :)