6 Bentuk Kekerasan dalam Pendidikan

2 comments

Sebagai orang tua, saya sangat khawatir atas kasus-kasus kekerasan yang belakangan sering terjadi di satuan pendidikan. Bukannya over thinking, tapi kemungkinan buruk itu pasti ada 'kan?  Apa yang disampaikan dalam portal-portal berita atau konten-konten media sosial, memang benar adanya. Data membuktikan bahwa kita sedang berada dalam situasi darurat kekerasan di lingkungan pendidikan. Berikut penjelasannya.


6 Bentuk Kekerasan dalam Pendidikan

Berdasarkan  Asesmen Nasional, Kementerian Pendidikan, Budaya, Riset, dan Teknologi (Kemdikbudristek) tahun 2022, didapatkan angka-angka berikut.

  • 34,51% peserta didik (1 dari 3) berpotensi mengalami kekerasan seksual.
  • 26,9% peserta didik (1 dari 4) berpotensi mengalami hukuman fisik.
  • 36,31% peserta didik (1 dari 3) berpotensi mengalami perundungan.


Pada tahun 2022, pengaduan yang masuk ke KPAI pada perlindungan khusus anak, ini yang menjadi pengaduan tertinggi yaitu sebesar 2.133 kasus.

  1. Anak korban kejahatan seksual.
  2. Anak korban kekerasan fisik dan/atau psikis.
  3. Anak korban pornografi dan cyber crime.


Selain itu, berdasarkan data Ditjen Diktiristek tahun 2020, 77% dosen menyatakan bahwa kekerasan seksual pernah terjadi di kampus dan 63% dari mereka tidak melaporkan kasus yang diketahuinya kepada pihak kampus.


Baca juga: Ini 3 Perbedaan Bercanda dengan Perundungan


Jadi bukan hanya di usia belia saja kasus kekerasan ini terjadi, namun sampai ke bangku kuliah! Lalu apa yang bisa kita lakukan sebagai orang tua? Pertama dan penting adalah mengetahui dulu bentuk kekerasan apa saja yang terjadi dalam pendidikan di Indonesia. 


Berdasarkan Peraturan Menteri Pendidikan, Budaya, Riset, dan Teknologi (Permendikbudristek) No. 46 Tahun 2023terdapat 6 bentuk kekerasan dalam pendidikan. Di mana bentuk kekerasan ini dapat dilakukan secara fisik, verbal, non verbal, dan/atau melalui teknologi informasi dan komunikasi. Berlaku untuk peserta didik, pendidik, dan tenaga kependidikan. Bila (amit-amit) terjadi di sekitar kita, maka payung hukum ini dapat melindungi dengan segala ketentuannya.


1. Kekerasan Fisik

Kekerasan ini dilakukan oleh pelaku kepada korban dengan adanya kontak fisik, baik tanpa alat bantu, maupun disertai alat bantu. Contohnya perkelahian, tawuran, penganiayaan, kerja paksa atau eksploitasi, dan pembunuhan.


2. Kekerasan Psikis

Kekerasan ini memang non fisik, tapi dampaknya tak kalah besar bagi korban. Dilakukan dengan tujuan merendahkan, menghina, menakuti, atau membuat perasaan korban sangat tidak nyaman. Contohnya meledek, pengucilan, penolakan, pengabaian, penghinaan, menyebarkan rumor atau memfitnah, mengintimidasi, meneror, mempermalukan di depan umum, dan pemerasan.


3. Perundungan

Bukan hanya satu, trauma hingga bunuh diri sudah beberapa kali tersiar disebabkan bentuk kekerasan ini. Sering kali dianggap bercanda, padahal salah satu anak terluka, baik secara fisik, maupun psikis. Ya, perundungan bisa mencakup kekerasan fisik dan/atau kekerasan psikis seperti yang sudah dijelaskan sebelumnya. Dilakukan berulang dengan adanya ketimpangan kuasa. Tentu saja pelaku lebih berkuasa dan korban adalah pihak yang tak berdaya.


4. Kekerasan Seksual

Sering membuat miris. Satuan pendidikan dan rumah yang seharusnya menjadi tempat teraman bagi anak, malah ternodai dengan kasus kekerasan seksual oleh pihak yang juga seharusnya menjadi panutan. Kekerasan seksual ini merupakan perbuatan merendakan, menghinda, dan/atau menyerang bagian tubuh, dan/atau fungsi reproduksi.


Di sini juga terjadi ketimpangan kuasa atau gender. Misalnya pelakunya orang dewasa, korban anak-anak, atau pelakunya dosen pria, korbannya mahasiswa wanita yang mesti menuntaskan tugas agar bisa lulus. 


Dampak dari kekerasan seksual berupa penderitaan fisik dan psikis, terganggu atau rusaknya kesehatan reproduksi, hingga berkelanjutan kepada hilangnya kesempatan melanjutkan pendidikan atau pekerjaan dengan aman dan maksimal. Contoh-contohnya bisa langsung dibaca di Permendikbudristek No. 46 Tahun 2023. Karena banyak sekali daftranya. Tautan untuk mengunduh Permen ada di akhir artikel ini, ya.


5. Diskriminasi dan Intoleransi

Tidak semua orang bisa menerima perbedaan. Buktinya masih terus terjadi kekerasan jenis ini dalam pendidikan kita. Diskriminasi dan intoleransi berbentuk pembedaan, pengecualian, pembatasan, atau melakukan pemilihan berdasarkan suku, agama, kepercayaan, ras, warna kulit, usia, status sosial ekonomi, kebangsaan, serta kemampuan intelektual, mental, sesori, dan fisik.


Contohnya memaksa mengikuti mata pelajaran tertentu yang bertentangan dengan ajaran agama yang dianut, mengistimewakan seseorang karena latar belakang tertentu, atau tidak memberikan hak peserta didik selama sekolah dengan alasan tertentu. Termasuk perbuatan dengan adanya ketimpangan kuasa, superioritas, atau senioritas.


6. Kebijakan yang Mengandung Kekerasan

Kebijakan dimaksud adalah kebijakan yang berpotensi menimbulkan praktik kekerasan yang dapat dilakukan oleh pendidik, tenaga kependidikan, komite sekolah, kepala satuan pendidikan, atau kepala Dinas Pendidikan. Kebijakan ini bisa berupa tertulis maupun tidak tertulis. Makanya perlu berhati-hati dengan aturan atau kebijakan di sekolah anak-anak kita, mesti dibaca teliti dan dipahami.


Kemendikbudristek terus berupaya memberantas segala kekerasan yang masih menjadi momok dalam dunia pendidikan di Indonesia. Dengan keluarnya Permen ini, setiap satuan pendidikan juga didorong untuk segera membentuk Tim Pencegahan dan Penanganan Kekerasan (TPPK) agar dapat menjadi gerbang dalam mengatasi kekerasan dalam pendidikan. Tentunya perwakilan orang tua/wali bisa menjadi anggota TPPK. Next, kita akan cerita-cerita tentang TPPK, ya. 


Baca juga: Cara Menghadapi Perundungan Di Sekolah, Anak dan Orang Tua Wajib Tahu!


Kalau teman-teman ingin mengunduh salinan Permendikbudristek No. 46 Tahun 2023, silakan klik tautan di bawah.

Unduh salinan Permendikbudristek No. 46 Tahun 2023


Informasi 6 bentuk kekerasan ini dimaksudkan untuk menjadi dasar pengetahuan orang tua agar lebih peduli dengan pendidikan anak. Bagaimanapun, orang tua adalah pihak terdekat anak yang dapat memberi pembekalan, perhatian, dan tanggap bila sesuatu menimpa anak-anak. Betul?


Semoga bermanfaat.

2 comments

  1. kekerasan di dunia pendidikan dulu rame banget beritanya, malah saya kira udah mulai berkurang, ternyata baru baru ini juga banyak banget berita kekerasan di sekolah.
    bahkan ada yang kasusnya seolah-olah ditutupi oleh pihak sekolah, seperti kasus yang dialami anak SD di Gresik, yang matanya dicolok sama tusukan sate
    ngeri nih, semoga bisa diselesaikan kasusnya

    ReplyDelete
    Replies
    1. Sampai sekarang masih banyak kasus kekerasan dalam pendidikan, Mbak. Sampai-sampai Kemdikbudristek fokus dengan masalah ini. Sebagai orang tua, kita mesti sadar agar bisa lebih ambil peran lagi dalam pendidikan anak-anak.

      Delete

Sebelum komentar, login ke akun Google dulu ya teman-teman. Jangan ada "unknown" diantara kita. Pastikan ada namanya, biar bisa saling kenal :)