Foto: diolah dari Dokumentasi WasteHub |
- Siti Salamah, Chief Operation Officer (COO) Waste Solution Hub -
Tiga hari itu, di tahun 2019, para pemulung dari lapak pemulung Jurangmangu bekerja dengan tampilan berbeda. Berseragam kaus hijau dan jauh lebih rapi. Bukan lagi menyisir jalanan, tapi berkeliling di gedung ber-AC mengumpulkan sampah dari puluhan ribu pengunjung yang datang ke Halal Expo Festival di ICE BSD, Tangerang Selatan. Keberadaan mereka pun sangat dihargai. Orang-orang memberi salam dengan menempelkan satu tangan di dada.
Ada jam kerja yang harus diselesaikan, ada tugas-tugas pasti yang mesti dituntaskan. Sekilas memang masih memulung, namun memulung kali ini dilakukan secara profesional dan juga di bayar dengan profesional. Dalam satu hari kerja untuk pengumpulan dan pemilahan sampah event, masing-masing pemulung bisa membawa pulang uang 250 ribu sampai 300 ribu rupiah. Tentu jauh lebih tinggi dari penghasilan di hari-hari biasa mereka.
Inilah mitra pemulung dari Waste Solution Hub, penyedia solusi pengolahan sampah yang terintegrasi. Hanya Waste Solution Hub yang berani memberdayakan kaum marjinal, khususnya pemulung dalam program layanannya. Waste Solution Hub hadir memberi kesempatan kepada para pemulung untuk mendapat binaan dan pekerjaan dengan penghasilan yang lebih baik. Sehingga taraf hidup mereka pun akan semakin meningkat.
Mitra pemulung mengumpulkan dan memilah sampah event di acara Halal Expo Festival, ICE BSD | Foto: Dokumentasi WasteHub |
Bila biasanya sampah yang dikumpulkan tidak menentu tempatnya, bersama Waste Solution Hub, pemulung akan mengambil dan memilah sampah di lokasi yang sudah ditentukan, seperti di event-event, apartemen, perkantoran, asrama atau menjemput langsung sampah rumah tangga ke komplek perumahan. Jadi lebih terarah dan terorganisir.
Siti Salamah, wanita muda kelahiran tahun 1988 ini adalah sosok yang ada dibalik pemberdayaan pemulung tersebut. Bersama lima rekannya, berkembanglah Waste Solution Hub yang tidak hanya menyelamatkan bumi dari bahaya sampah tak terkelola, tapi juga mengajak pemulung yang kehidupannya sangat dekat dengan sampah, malah bergantung penuh pada sampah.
"Namun ada tantangannya. Kadang kebiasaan bekerja yang suka-suka sering terbawa. Contohnya di acara Halal Expo itu, kalau mereka capek, langsung saja duduk santai. Padahal masih di jam kerja," ungkap Siti. Maka dari itu, agar dapat bekerja secara profesional, mitra pemulung ini tentu harus mendapatkan pembinaan. Jadi Waste Solution Hub tidak serta merta mempekerjakan pemulung tanpa bekal. Bagaimanapun, mereka harus bertanggung jawab dengan tugas yang diemban. Pembinaan ini diberikan berupa training, beasiswa, pendidikan, pelatihan atau keterampilan.
Bahkan Waste Solution Hub tidak menutup kemungkinan kepada mitra pemulung yang berani untuk turut memberi sosialiasi terkait pemilahan sampah. "Pemulung ini lebih jago memilah sampah, bahkan sambil merem pun bisa," ujar Siti. Jadi kalau ada yang bertanya terkait pilah-pilah, biasanya akan langsung diarahkan kepada mitra pemulung yang jauh lebih ahli.
Rumah Pohon untuk Pemulung
Aktivitas sosial Siti bersama anak-anak di lapak pemulung | Foto: Dokumentasi WasteHub |
Kerasnya kehidupan pemulung bukanlah pemandangan baru. Setiap hari berjalan menyandang karung besar berharap ada sampah "bernilai" yang bisa dikumpulkan. Semakin banyak sampahnya, tentu semakin besar pula rupiahnya. Sampah yang dibuang oleh manusia, bisa menjadi sumber penghidupan bagi manusia lainnya.
Namun jangan berpikir bahwa sampah-sampah ini akan terjual dengan harga tinggi. Pemulung perlu menyortir dan membersihkannya satu per satu sebelum menuju pengepul. Kalau harga jual lagi anjlok, seperti pandemi ini, uang yang didapat tentu jadi lebih sedikit. Misalnya saja seperti yang diakui oleh salah seorang pemulung yang menerima bantuan sembako dari Waste Solution Hub beberapa waktu lalu, kardus bekas yang awalnya dihargai 1.100 rupiah, setelah pandemi menurun menjadi 800 rupiah saja. Bagi pemulung, selisih harga ini sangatlah berarti. Bisa diperkirakan bukan berapa penghasilan yang mereka dapatkan?
Mungkin tak banyak yang menyadari bahwa sebenarnya pemulung memiliki peran yang sangat besar dalam pengelolaan sampah. Dari 3,7 juta pemulung yang ada, hanya 10% saja yang mampu mengakses pendidikan. Banyak dari mereka yang bertahan dalam lingkungan yang jauh dari kata sehat, pendapatan mereka pun jauh di bawah standar pendapatan rata-rata, yaitu berkisar antara 10 ribu sampai 20 ribu rupiah per hari. Dan yang lebih sulitnya adalah akses kependudukan yang ilegal, seperti tidak memiliki Kartu Tanda Penduduk (KTP), Akte Kelahiran dan persuratan administrasi lain sehingga menghambat banyak akses kepada pemerintahan. Ujungnya ini yang menjadi salah satu faktor penyebab kemiskinan pemulung yang turun menurun.
Misalnya di daerah Bintaro, bagian selatan ibukota Jakarta, keadaan lapak pemulung bisa dikatakan sangat menyedihkan untuk dijadikan sebuah kawasan hunian. Rumah semi permanen yang ilegal, aroma kuat dari sampah-sampah yang dikumpulkan, hingga sanitasi air yang buruk. Begitu pula dari sisi pola pikir, tidak mengenyam bangku pendidikan dan ilmu spiritual, tentu berdampak sangat besar dalam tingkah laku dan cara pandang mereka.
Kondisi lapak pemulung yang memprihatinkan | Foto: Dokumentasi WasteHub |
Sebenarnya alasan inilah yang membuat Siti ingin berbuat lebih. Bagaimana mengubah kehidupan mereka ke arah yang lebih baik, membekali dengan pendidikan dan kemampuan agar ke depannya dapat hidup lebih sejahtera. Bukan menghabisakan usia hanya untuk memulung dengan penghasilan yang sangat minim, namun harus bertekad mencapai kehidupan yang layak.
Mengingat kisah awal masuk ke lapak pemulung, pernah ada kejadian yang membuatnya kesal. Waktu itu Siti membagikan formulir agar anak-anak di lapak bisa mengikuti program sekolah gratis "Mobil Kelas Berjalan" Kak Seto. Namun ternyata respon yang diberikan malah jauh dari ekspektasi. Bukannya senang, formulir tersebut disobek dan dibuang di depan matanya. Tidak cukup sampai di situ, bahkan kebiasaan mereka menggunakan bahasa yang kurang baik, sempat juga membuat Siti trauma dan enggan untuk melanjutkan.
Tidak lama, tingginya jiwa sosial tetap membuatnya kembali terlibat. Ada saja yang menghubungi untuk dimintai tolong sesuatu terkait lapak pemulung yang ia pegang. Hingga akhirnya Rumah Pohon terus hadir membina para pemulung di sekitar Tangerang Selatan dan Jabodetabek serta menjadi salah satu organ dalam tubuh Waste Solutin Hub sampai detik ini. "Pemulung sudah menjadi bagian dari kami, bagian dari Waste Solution Hub," kata Siti.
Siti pun selalu menegaskan kepada setiap penyelenggara event atau pihak mana pun yang bekerja sama dengan Waste Solution Hub, agar jangan pernah menjadikan mitra pemulung yang berada lokasi terlihat seperti pemulung. Jadikan mereka itu sama seperti kita dan hargai juga mereka sama seperti kita.
Kolaborasi Lahirkan Inovasi
Sampah dan pemulung, fokus dari Waste Solution Hub | Foto: Dokumentasi Waste Hub |
Kenapa sampah?
Alasannya adalah karena sampah merupakan permasalahan yang tidak ada habisnya. Berdasarkan catatan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), sepanjang tahun 2021, timbulan sampah di Indonesia hampir mencapai 23 juta ton. Khusus untuk Jakarta saja, per harinya bisa menghasilkan sampah lebih dari 8.000 ton. Kalau dibandingkan, tumpukannya menyamai setengah ukuran Candi Borobudur. Sebanyak itu!
Timbulan sampah nasional sepanjang 2021 | Sumber : SIPSN KLHK |
Sebenarnya, Waste Solution Hub sendiri terinspirasi dari sebuah tempat pengelolaan sampah di Boulder Colorado, Amerika Serikat. Saat itu Lita dan Yusuf menjadi delegasi Indonesia untuk program pertukaran pelajar Young Southeast Asian Leaders Initiatives (YSEALI) dan mendapatkan kesempatan untuk berkunjung ke Recycling Center Unit, sejenis Tempat Pengelolaan Sampah Reduce, Reuse, Recycle (TPS3R) yang sangat bersih, nyaman dan tidak menimbulkan bau sama sekali. Inilah yang menjadi mimpi besar dari Waste Solution Hub, yaitu untuk membangun Recycling Center Unit serupa di Indonesia.
Namun menghadirkan Recycling Center Unit ini tentu tidak bisa dilakukan satu kelompok, melainkan butuh keterlibatan banyak pihak. Kini bukan lagi zamannya berbuat sendiri, tapi berkolaborasi akan melahirkan inovasi yang jauh lebih besar. Di sinilah peran Siti sebagai aktivis pemulung untuk memberdayakan para pemulung yang tentunya sudah tahu seluk beluk pemilahan sampah. Jadi Waste Solution Hub bukan sepenuhnya bisnis, namun juga memiliki unsur sosial yang memberdayakan pemulung sebagai mitra. "Inginnya tidak ada lagi pemulung yang miskin," harap Siti yang saya lihat begitu bersemangat.
Waste Solutin Hub merupakan sistem berbasis bisnis sosial yang bercita-cita membangun sebuah recycling ceter (pusat daur ulang sampah yang terintegrasi) dengan memberdayakan kaum marjinal seperti pemulung di sekitar lapak maupun tempat pembuangan akhir (TPA).
Kini Waste Solution Hub dimotori oleh enam anak muda, yaitu Ranitya Nurlita (Founder), Muhammad Yusuf (Co Founder), Siti Salamah (COO), Muhammad Arsad Aji Susanto (CTO), Surya Sastriando (Program Manager) dan Ade Brian Mustafa (Researcher & Development).
Sesuai dengan visinya, yaitu untuk menjadi sebuah platform solusi limbah terlengkap dan terintegrasi di Indonesia, Waste Solution Hub berperan sebagai penghubung antara produsen sampah, pemulung dan pengelola sampah, hingga sebisa mungkin tidak ada sampah yang berakhir di (TPA). Selain itu, aktivis lingkungan, relawan atau semua pihak yang terkait juga bisa ikut serta di dalamnya dengan memberikan sosialisasi pengelolaan sampah atau pembinaan pemulung. Bahkan para pengrajin kreatif yang hobi membuat produk-produk olahan sampah juga akan dibantu memasarkan karya mereka.
"Jadi Waste Solution Hub ini adalah hub, penghubung. Semuanya akan kami hubungkan. Layanan kami tidak terbatas hanya pada pengelolaan sampah, namun juga memberdayakan kaum marjinal serta mengedukasi masyarakat tentang pemilahan dan pengelolaan sampah," jelas siti.
Siti ikut memilah sampah dalam program Waste Solution Hub | Foto: Dokumentasi WasteHub |
Sejauh ini, Waste Solution Hub sudah menerima sampah sebanyak lebih kurang 6468 kg dari perumahan, apartement, perkantoran dan event. Untuk pengelolaannya sendiri, telah melibatkan lebih ribuan pemulung, bermitra dengan pengepul, bank sampah dan pabrik. Terdaftar juga lebih dari 250 relawan yang siap membantu, baik untuk sosialisasi maupun konsultasi, serta lebih dari 32.000 peserta yang mendapatkan edukasi. Rencana ke depannya, Waste Solution Hub juga akan mengelola sampah residu seperti minyak jelantah agar dapat diolah lagi menjadi biodiesel, lilin atau sabun dengan mengandalkan kaum ibu-ibu untuk proses penjemputannya.
Setiap aliran sampah, donasi serta hasil penjualan sampah-sampah anorganik yang diterima akan kelola, diatur dan didokumentasikan dengan baik. Jelas hitung-hitungannya, berapa kilogram botol, kardus atau plastik yang terjual. Biasanya hasil yang didapatkan akan digunakan untuk memberdayakan pemulung dan kaum marjinal lainnya. Semua laporannya sangat transparan, sebagai bukti pertanggungjawaban.
"Harapan kami, dengan adanya Waste Solution Hub, tidak ada lagi yang kebingungan sampah ini mau diapakan dan mau dikemanakan."
Sebenarnya, target terbesar Waste Solution Hub ke depannya adalah menghadirkan sebuah aplikasi yang mewujudkan apa yang saat ini sudah dijalankan, yaitu menghubungkan segala pihak terkait pengelolaan sampah hanya dalam genggaman tangan. "Semacam aplikasi ojek online, namun ini yang diantar bukan orang atau barang, melainkan sampah," Siti menganalogikan.
Siti mencontohkannya kepada saya, seorang ibu rumah tangga yang tentunya menghasilkan sampah rumah tangga. Dari pada membuang sampah begitu saja dan tidak jelas berakhir di mana, saya bisa memanfaatkan aplikasi Waste Solution Hub untuk menghubungkan dengan mitra pemulung. Jadi nanti pemulung inilah yang akan menjemput sampah langsung ke rumah saya dan mengantarkannya ke mitra bank sampah terdekat.
Meski perencanaannya sudah matang, namun masih ada beberapa kendala dan tantangan yang butuh evaluasi lebih lanjut. Kendala terbesarnya masih dari ketersediaan dana. Bagaimanapun, membuat aplikasi yang mengintergrasikan banyak pihak ini tentu butuh dana yang tidak sedikit. Sedangkan tantangannya adalah bagaimana mempersiapkan pemulung atau mungkin kaum marjinal yang akan menjadi mitra ini bisa fasih menggunakan smartphone dan mampu memilikinya.
Tapi Siti dan rekan-rekannya optimis bahwa tidak ada yang tidak mungkin. Mencapai titik ini dengan berbagai prestasi dan apresiasi yang telah didapatkan, dulu juga sesuatu yang rasanya sangat berat untuk diraih. Berkat kerja keras dan terus konsisten, aplikasi yang nantinya akan menjadi andalan ini pasti akan segera mengudara.
"Berbicara masalah sampah itu kompleks banget. Jangan lihat dari kulit luarnya saja, tapi lihat orang yang ada dibalik itu."
Perjalanan Waste Solution Hub
Official website Waste Solution Hub di wastehub.id |
Membuat sebuah sistem terintegrasi tentu membutuhkan effort dan modal yang tidak sedikit. Namun semua itu tidak menjadi halangan, perlahan tapi pasti, kini Waste Solution Hub sudah memiliki tempat kerja sendiri, official website, promosi di berbagai media sosial, diapresiasi dalam berbagai perlombaan bergengsi dan tentunya menerima banyak tawaran kerja sama.
***
Tahun 2018, di langkah-langkah pertama, Waste Solution Hub berhasil mendapat medali perak di The 5th China College Student “Internet Plus” Innovation and Entrepreneurship Competition di Hangzhou, China. Ini menjadi semangat luar biasa bagi Siti dan tim untuk lebih keras lagi belajar dan berusaha. Padahal baru sebatas mempresentasikan ide, tapi apresiasinya jauh melampaui ekspektasi.
"Pokoknya sejak saat itu, kami mengikuti berbagai lomba dan bootcamp serta belajar ke berbagai tempat. Bagaimana mengelola sampah yang tepat seperti budidaya maggot sebagai solusi sampah organik atau pembuatan pupuk kompos. Bau sampah sudah jadi makanan sehari-hari, lah," ujar Siti.
Penghargaan Waste Solution Hub hingga 2020 | Dokumen WasteHub |
Pada tahun 2019, Lita sebagai Founder Waste Solution Hub terpilih menjadi 10 motivator muda dalam SDG PIPE dan berkesempatan untuk menerima pembekalan selama 18 hari di Madrid Spanyol. Di tahun yang sama, Siti dengan membawa Waste Solution Hub, terpilih menjadi 20 besar dalam LEAD (Leadership Experience & Development) Incubator Program oleh Bakrie Center Foundation. Kemenangan ini tentu menambah ilmu, pengalaman dan dana untuk mengembangkan Waste Solution Hub lebih besar lagi.
Belum berganti tahun, untuk pertama kalinya Waste Solution Hub mendapat project untuk mengelola sampah event, yaitu dalam acara Halal Expo Festival yang berlokasi di ICE BSD, Tangerang Selatan. Bak menjadi batu locatan, berkat project inilah Waste Solution Hub mendapat impact yang luar biasa, tawaran mengeloa sampah event terus berdatangan setelahnya, bahkan follower Instagram @wastehub.id naik dengan pesat.
Sumber: Dokumen WasteHub |
Upaya yang dilakukan pasti juga sebanding. Mengelola sampah segitu banyaknya ternyata tidak mudah. Acaranya cuma 3 hari, tapi sampahnya mencapai 6 ton. Ya, 6 ton!
Mulai dari pengunjung datang, sudah disosialisasikan dibantu oleh para relawan untuk turut memilah sampah serta edukasi terkait pengolahan sampah. Lalu mitra pemulung akan mengumpulkan sampah-sampah ini yang kemudian dikelola berdasarkan jenisnya. Sampah anorganik dijual ke pengepul yang hasil uangnya akan digunakan untuk kegiatan sosial pemulung. Sedangkan sampah organik dijadikan pupuk kompos yang hasilnya langsung dibagikan ke pengunjung di hari terakhir event. Jadi pengunjung bisa tahu bahwa sampah yang mereka hasilkan selama ini bisa diolah menjadi sesuatu yang bermanfaat.
"Kami berhasil. Tidak ada sampah yang terbuang sama sekali. Semuanya berhasil kami olah," ucap Siti yang membuat saya terpana. Bayangkan, sampah 6 ton itu tidak ada satu pun yang berakhir di TPA. Makanya tidak heran bila tawaran mengelola sampah event mulai memenuhi jadwal Waste Solution Hub.
Sempat Terhenti Karena Pandemi
Tawaran kerja sama yang sebelumnya berdatangan terpaksa dibatalkan karena pendemi. Ini sempat membuat Siti dan rekan begitu kecewa dan bingung hendak berbuat apa. Contohnya saja pengelolaan sampah event, mana mungkin terlaksana bila mengadakan acara yang sudah pasti menimbulkan keramaian sudah dilarang. "Kami sempat ingin istrihatat," ujarnya.
Begitu pula dengan mitra pemulung, kehidupan mereka saat pandemi juga lebih memprihatinkan. Semua aktivitas dipindahkan ke rumah. Otomatis sampah-sampah yang biasanya mereka dapatkan di sepanjang jalan, perkatoran atau fasilitas umum seketika hilang. Hingga akhirnya banyak dari pemulung ini yang terpaksa mengemis karena tidak ada lagi sumber pemasukan.
Pembagian sembako tahap pertama di Lapak Pemulung Jurangmangu | Sumber: YouTube channel Waste Solution Hub |
Sebagai orang yang dekat dengan pemulung, kabar ini sampai juga ke telinga Siti. Tidak mungkin pemulung binaanya dibiarkan terpuruk semakin larut terkena imbas pandemi. Kemudian Waste Solution Hub kembali tergerak untuk menggalang dana membagi sembako kepada para pemulung. Bersama Yayasan Anak Bangsa Bisa (YABB) yang didirikan oleh Gojek, Rumah Millennials serta lembaga swadaya masyarakat dan organisasi masyarakat lain, melalui gerakan #SumbangSuara, di tahap pertama saja sudah bisa membagikan 400 paket sembako di Lapak Pemulung Jurangmangu. Kemudian disusul dengan ribuan paket sembako lain yang tersebar ke seluruh kaum marjinal dengan jumlah donasi yang semakin bertambah, salah satunya juga digalang melalui Kita Bisa.
Tidak lupa pula membagikan Alat Pelindung Diri (APD) untuk para pemulung agar mereka dapat tetap bekerja dengan lebih aman. Covid-19 tentu berpotensi menular kepada mereka yang bersentuhan dengan sampah, dimana sebelumnya sudah pasti telah dipegang, dikonsumsi atau terkena mediator perantara penyebaran.
Sadar bahwa pandemi tidak pasti kapan berakhirnya, Waste Solution Hub kembali bangkit dengan memberikan berbagai edukasi online terkait pengelolaan sampah. Antusias masyarakat pun tidak berkurang meski dilakukan secara daring. Dibuktikan dengan banyaknya yang berpartisipasi dalam Houshold Online Training dan kesuksesan dalam Virtual Happiness Festival. Berbagai kompetisi pun juga dimenangkan selama pandemi meski tetap berlangsung secara virtual. Seolah memberi isyarat bahwa kebaikan ini tidak boleh terhenti.
Hadir Hingga Pelosok Negeri
Merayakan kemerdekaan di lapak pemulung, salah satu aktivitas Siti memperjuangkan kehidupan mereka | Foto: Dokumentasi WasteHub |
Saya bersama Siti Salamah saat wawancara akhir November 2021 lalu |
Referensi
Wawancara langsung dengan Siti Salamah
Dokumen dan dokumentasi Rumah Pohon dan Waste Solution Hub dikirim oleh Siti Salamah
wastehub.id
YouTube channel Waste Solution Hub
https://sipsn.menlhk.go.id/
https://www.satu-indonesia.com/satu/satuindonesiaawards/
No comments
Sebelum komentar, login ke akun Google dulu ya teman-teman. Jangan ada "unknown" diantara kita. Pastikan ada namanya, biar bisa saling kenal :)